ISSN 2477-1686  

 Vol. 11 No. 36 Juni 2025

 

Semakin Banyak Olahraga, Semakin Sehat?

 Oleh:

Christina Lumbantoruan, Fransisca Febriana Sidjaja, & David Matahari

Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan 

Olahraga merupakan salah satu gaya hidup sehat yang sering kali dipromosikan dalam dunia psikologi kesehatan untuk mengelola stres dan memperbaiki suasana hati seseorang. Diyakini bahwa olahraga yang cukup dapat mencegah timbulnya berbagai penyakit psikis seperti depresi, selain penyakit fisik seperti obesitas dan penyakit kronis lainnya (Ross et al., 2023). Oleh karena itu, umumnya masyarakat menilai orang yang senang berolahraga sebagai orang yang lebih sehat baik secara psikologis maupun fisik, dibandingkan dengan orang yang jarang atau tidak pernah berolahraga.  Namun demikian, beberapa kasus kematian pada aktor di Indonesia yang terjadi setelah berolahraga dalam kondisi tampak sehat menimbulkan pertanyaan sejauh mana olahraga dapat dikatakan aman. Sebagai contoh, Adjie Massaid mengalami nyeri dada setelah bermain futsal selama 2,5 jam, dan diduga meninggal karena serangan jantung pada usia 43 tahun. Kasus serupa juga terjadi pada Ashraf Sinclair yang meninggal karena serangan jantung setelah berlatih olahraga CrossFit (Estalansa, 2020). Kematian mereka cukup mengejutkan, mengingat berbagai hasil penelitian yang menunjukkan bahwa olahraga intensif bermanfaat untuk memperkuat kesehatan jantung, meningkatkan metabolisme, dan menjaga kesehatan mental.

Lalu kemudian timbul pertanyaan: sejauh mana olahraga itu dikatakan aman? Olahraga disebut intensif apabila dilakukan dalam durasi panjang, memiliki intensitas tinggi, atau melibatkan usaha fisik yang berat. Bagaimana olahraga intensif bisa menjadi berbahaya dan fatal bagi sebagian orang? Menurut penjelasan ahli, umumnya serangan jantung setelah olahraga intensif terjadi pada individu yang sebenarnya telah memiliki gangguan jantung, meskipun mungkin belum pernah terdiagnosis sebelumnya (Sanchis-Gomar et al., 2022). 

Faktor psikologis memainkan peranan yang sangat penting dalam upaya seseorang mengendalikan intensitas olahraga yang dilakukan. Kondisi dimana individu tidak mampu mengendalikan dorongan untuk terus berolahraga meski kondisi fisiknya tidak mendukung, misalnya karena kurang tidur atau terlalu lelah, disebut sebagai ketergantungan terhadap olahraga atau olahraga kompulsif. Hal ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor psikologis yang penting untuk dipahami masyarakat agar dapat memelihara kebiasaan olahraga yang sehat.

Salah satu faktor tersebut adalah ketergantungan psikologis, di mana olahraga menjadi mekanisme koping utama ketika menghadapai stres atau perasaan rendah diri. Faktor psikologis lainnya adalah keinginan mencapai tubuh ideal akibat ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh atau berat badan. Sedangkan faktor psikologis terakhir adalah ketergantungan pada validasi eksternal, yakni dorongan untuk memenuhi ekspektasi sosial dan tekanan lingkungan dengan melakukan olahraga intensif di luar kapasitas fisik yang sesungguhnya (Olave et al., 2021).

Oleh karena itu, sangat penting bagi individu yang gemar berolahraga untuk memahami dirinya sendiri dan memonitor motivasi di balik kebiasaan olahraga intensif. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membuat jurnal untuk mencatat kondisi emosi yang memicu olahraga intensif. Kesadaran akan hal ini akan membantu individu menemukan mekanisme koping lain yang lebih sehat, misalnya melalui kegiatan sosial atau meditasi, sehingga ketergantungan terhadap olahraga dapat berkurang.

Apabila olahraga dilakukan karena dorongan untuk mencapai tubuh ideal atau sebagai kompensasi dari harga diri yang rendah, maka individu dapat mengikuti kegiatan yang mendorong penerimaan diri dan cinta diri agar lebih realistis dalam menetapkan target olahraga yang ingin dicapai.

Akhir kata, olahraga merupakan gaya hidup sehat yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan psikologis jika dilakukan secara tidak berlebihan, didasari oleh motivasi yang sehat dan realistis, serta berada dalam batas toleransi tubuh. Olahraga dengan intensitas berlebihan dapat membahayakan tubuh dan bahkan menimbulkan kematian, terutama  pada orang-orang yang tampak sehat tetapi sebenarnya memiliki penyakit jantung yang tidak terdeteksi.

Referensi:

Ross, R. E., VanDerwerker, C. J., Saladin, M. E., & others. (2023). The role of exercise in the treatment of depression: Biological underpinnings and clinical outcomes. Molecular Psychiatry, 28(1), 298–328. https://doi.org/10.1038/s41380-022-01819-w

Estalansa, H. (2020, Februari 19). Ashraf Sinclair meninggal dunia, netizen justru teringat dengan kematian Adjie Massaid karena miliki kesamaan. GridHype.id. https://www.gridhype.id/read/432031386/ashraf-sinclair-meninggal-dunia-netizenjustru-teringat-dengan-kematian-adjie-massaid-karena-miliki-kesamaan?page=all

Olave, L., Estévez, A., Momeñe, J., Muñoz-Navarro, R., Gómez-Romero, M. J., Boticario, M. J., & Iruarrizaga, I. (2021). Exercise addiction and muscle dysmorphia: The role of emotional dependence and attachment. Frontiers in Psychology, 12, Article 681808. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.681808

Sanchis-Gomar, F., Lavie, C. J., Marín, J., Perez-Quilis, C., Eijsvogels, T. M. H., O’Keefe, J. H., Perez, M. V., & Blair, S. N. (2022). Exercise effects on cardiovascular disease: From basic aspects to clinical evidence. Cardiovascular Research, 118(10), 2253–2266. https://doi.org/10.1093/cvr/cvab272