ISSN 2477-1686  

 Vol. 11 No. 39 Agustus 2025

Cancel Culture Terkesan menjadi Cyberbullying?

Oleh

Annisa Dwi Oktaviani dan Istiqomah

Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana

Justru cancel culture memberikan kita pembelajaran bahwa akuntabilitas atau pertanggungjawaban sangatlah penting dalam kebebasan berpendapat. Saat seseorang berpendapat seenaknya, bertindak seenaknya, dan menjadi opresi bagi kalangan tertentu, tentu perlu ada pertanggungjawaban. Tapi, apakah bentuknya harus seperti yang ditunjukkan cancel culture? Orang beramai-ramai menghancurkan karakter seseorang seketika secara reaktif tanpa memberikan ruang lebih luas untuk memahami diskursus tersebut atau tidak, ini harus dicermati

-Margianta Surahman

Cyberbullying berkedok Cancel Culture

Cancel culture yang terjadi di media sosial saat ini justru telah melewati batasnya. Media sosial berperan sebagai sarana bebas untuk melancarkan aksi cancel culture ini. Masalah yang seharusnya menjadi pembahasan utama pada akhirnya tersingkirkan oleh kebebasan berekspresi yang tidak bertanggung jawab dan beretika. Cancel Culture merupakan fenomena sosial dimana individu atau kelompok secara aktif mengkritik, menolak, atau berhenti mendukung seseorang karena tindakan atau pernyataan yang dianggap kontroversial (Laili et al., 2024). Definisi konsep “cancel culture” secara luas adalah upaya untuk mengucilkan seseorang karena melanggar norma sosial, sedangkan secara lebih sempit adalah praktik menarik atau membatalkan dukungan untuk tokoh masyarakat dan perusahaan setelah mereka melakukan atau mengatakan sesuatu yang dianggap tidak menyenangkan atau menyinggung (Norris, 2020).

Fenomena yang terjadi di media sosial saat ini adalah publik menganggap sama cancel culture sebagai cyberbullying (hinaan, hujatan, & doxxing) sebagai hal yang wajar dilakukan terhadap pelanggar norma atau pelaku kejahatan dengan tujuan dapat menyadarkan pelaku atau pelanggar bahwa dirinya salah dan harus menerima sanksi yang setimpal dengan kesalahannya (Laili et al., 2024). Penerapan cancel culture tersebut tidak didasarkan pada pengetahuan tentang nilai-nilai dan pertimbangan moral sehingga menyebabkan publik merasa benar untuk mempermalukan seseorang (Latief, 2023). Berbagai jenis respons yang diberikan publik berkaitan erat dengan netiket yaitu etika dan aturan berperilaku dalam melakukan aktivitas di internet. Mengingat jejak digital dapat ditelusuri sehingga menggunakan media sosial harus sesuai dengan realitas dengan tetap menerapkan netiket untuk memberikan kenyamanan antar pengguna media sosial (Akbar & Arianto, 2023).

Bagaimana seharusnya Cancel Culture Terjadi?

Cancel culture dapat digunakan sebagai media kontrol sosial apabila penerapannya dalam media sosial tepat dengan memberikan kesempatan kepada pelaku untuk bertanggung jawab atas perilakunya (Anjarini, 2020). Tujuan utama dari cancel culture adalah keinginan untuk mencari keadilan dan mengungkapkan kebenaran dengan menciptakan ruang publik yang aman dan saling menghormati privasi (Permata & Nurhadiyanto, 2024).

Menurut Albert Bandura tentang teori pelepasan moral terdapat strategi berupa pembenaran moral yaitu proses membingkai tindakan atau perilaku yang merugikan dengan cara membuatnya tampak dapat diterima atau dibenarkan secara moral dengan individu sering menjauhkan diri dari konsekuensi negatif perilaku dan mengurangi perasaan bersalah dan tanggung jawab moral mereka. Contoh pembenaran moral adalah memandang perilaku yang tidak etis sebagai kejahatan yang perlu dilakukan, jika suatu tindakan tersebut menghasilkan kebaikan yang lebih besar secara keseluruhan maka dapat dibenarkan tindakan tersebut (Murphy, 2023). Dampak yang dapat terjadi dari pembenaran moral adalah adanya cyberbullying dengan menyalahkan orang lain berlebihan, hujatan, hinaan, atau bahkan doxxing. Cara menghindari pembenaran moral adalah dengan mengembangkan kesadaran diri dan keterampilan berpikir kritis untuk merenungkan tindakan, memupuk lingkungan dimana diskusi etika didorong dan dialog terbuka,  mencegah rasionalisasi perilaku yang tidak etis, dan bertanggung jawab atas keputusan masing-masing individu (Murphy, 2023).

Netiket Sebagai Kunci Utama

Penerapan cancel culture dimaksudkan untuk memberikan efek jera kepada pelanggar norma atau pelaku kejahatan tanpa menyerang secara personal dengan fokus terhadap permasalahan yang terjadi. Etika dan aturan berperilaku dapat diterapkan sehingga cancel culture dapat digunakan sebagai media kontrol sosial yang tetap menyediakan kenyamanan pengguna media sosial dan menjamin keamanan privasi dengan tetap memberikan kesempatan untuk bertanggung jawab kepada pelanggar norma atau pelaku kejahatan.

Referensi:

Akbar, Y. H. & Arianto, I. D. (2023). Fenomena Cancel Culture dan Kesadaran Netiket Pelajar SMA di Surabaya pada Aksi Panggung Musisi. Jurnal Ilmiah Komunikasi Makna, 11(2), 122-133. http://dx.doi.org/10.30659/jikm.v11i2.28916

Anjarini, D. N. (2020). Cancel Culture in the Frame of Comparison of Indonesia and South Korea. Jurnal Scientia Indonesia, 6(1), 59-82.

Laili, A. N., Suharso, P., & Sukidin. (2024). Navigating Cancel Culture in Indonesia: Understanding Cyberbullying and Social Control in Viral Cases (September-November 2023). Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, 26(1), 59-66.

Latief, R. (2023). Fenomena Cancel Culture, Kecaman Komunikasi Verbal dan Kesehatan Mental Netizen di Instagram. Al-Irsyad Al-Nafs, Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam, 10(1), 72-86.

Murphy, T. F. (2023, September 23). Moral Justification. Psychology Fanatic, Retrieved from https://psychologyfanatic.com/moral-justification/

Norris, P. (2020). Closed Minds? Is a ‘Cancel Culture’ Stifling Academic Freedom and Intellectual Debate in Political Science? SSRN Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.3671026

Permata, M. A. & Nurhadiyanto, L. (2024). Perspektif Perilaku Doxing Sebagai Bentuk Cancel Culture pada Pengguna Media Sosial X. Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik (JIHHP), 4(4), 673-680. https://doi.org/10.38035/jihhp.v4i4

Primastiwi, E. (2020, September 17). “Cancel Culture” di Indonesia: Kesadaran Sosial atau Sekedar Ikut-Ikutan?. Whiteboard Journal. Retrieved from https://www.whiteboardjournal.com/ideas/human-interest/cancel-culture-di-indonesia-kesadaran-sosial-atau-sekedar-ikut-ikutan/