ISSN 2477-1686  

 Vol. 11 No. 31 April 2025

Penerapan Konsep Tri Hita Karana dalam Menumbuhkan Compassion dan Self-Compassion: Upaya untuk Mengatasi Masalah Kesehatan Mental Individu Emerging Adulthood

 Oleh:

Nikole Edmonda Yapputro*

Universitas Tarumanagara

*Pemenang PsychoPaper Psychology Village 16 Tingkat Mahasiswa yang diadakan oleh Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan 

Menginjak usia 18 tahun, individu akan memasuki fase emerging adulthood. Emerging adulthood adalah fase transisi dari masa remaja menuju dewasa (Santrock, 2020). Pada fase ini, individu akan memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang baru. Kewajiban dan tanggung jawab yang dimaksud adalah mencari identitas, mencapai kemandirian, membangun hubungan dengan individu lain, mengembangkan akademik dan karir, serta membuat keputusan yang matang (Arini, 2021). Jika kewajiban dan tanggung jawab tersebut tidak terpenuhi, individu dapat mengalami quarter-life crisis (Wijaya & Saprowi, 2022). Menurut Robinson (2019), quarter-life crisis adalah keadaan yang terjadi ketika individu emerging adulthood mengalami kebingungan, kekhawatiran, dan ketidakpastian. Untuk itu, tidak jarang bila individu emerging adulthood mengalami masalah kesehatan mental (Sepsita, 2024). Masalah kesehatan mental ini sendiri telah banyak dialami oleh individu emerging adulthood di Indonesia. Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) menemukan bahwa terdapat sekitar 15,5 juta remaja di Indonesia yang mengalami masalah kesehatan mental (Wirawan, 2024). Survei mengatakan bahwa kecemasan dan depresi adalah dua masalah kesehatan mental yang paling banyak dialami oleh remaja tersebut (Barus, 2022). Lebih lanjut, Badan Riset dan Inovasi Nasional mencatat bahwa jumlah remaja di Indonesia yang melakukan bunuh diri telah menyentuh angka 985 jiwa akibat adanya tekanan dari masyarakat untuk berprestasi dan membuat pencapaian (Luqman, 2024). Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa individu emerging adulthood di Indonesia mengalami masalah yang serius karena harus menghadapi berbagai kewajiban dan tanggung jawab baru.

Untuk mengatasi masalah di atas, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menumbuhkan compassion dan self-compassion. Menurut American Psychological Association (2018), compassion adalah bentuk simpati yang ditunjukkan kepada individu lain yang sedang mengalami kesulitan. Berbeda dengan compassion, self-compassion adalah kesediaan untuk menerima diri sendiri apa adanya (Neff, 2023). Riset yang dilakukan oleh López et al. (2018) menemukan bahwa compassion dan self-compassion dapat mengurangi stres, kecemasan, dan gejala depresi. Lebih lanjut, riset dari Chan et al. (2022) mendapatkan hasil bahwa compassion dan self-compassion dapat meningkatkan self-esteem, pertumbuhan, kebahagiaan, dan kepuasan hidup. Melalui compassion dan self-compassion tersebut, individu emerging adulthood yang sedang menghadapi tantangan kehidupan ini, akan merasa diperhatikan dan dibutuhkan.

Compassion dan self-compassion dapat diterapkan menggunakan prinsip Tri Hita Karana dari agama Hindu. Tri Hita Karana sendiri adalah sebuah konsep kosmologi yang menekankan pentingnya keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama, dan hubungan manusia dengan alam (Sukarma, 2016). Konsep pertama, hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), dapat membuat individu menumbuhkan self-compassion. Hal ini terjadi karena individu yang memiliki Parahyangan berpikir bahwa dirinya adalah ciptaan Tuhan (Padet & Krishna, 2018). Melalui pemikiran tersebut, individu dapat mengasihi dan menghargai dirinya sendiri sebagai bentuk penghormatan kepada Tuhan. Konsep kedua, hubungan manusia dengan sesama (Pawongan), dapat memunculkan compassion. Konsep Pawongan menekankan bahwa kebahagiaan sejati dapat muncul jika individu memiliki hubungan baik dengan orang lain (Affandi et al., 2022; Suryawan et al., 2022). Dengan menerapkan prinsip ini, belas kasih individu kepada individu lain dapat tumbuh. Konsep ketiga, hubungan manusia dengan alam (Palemahan), juga dapat menumbuhkan compassion. Alasannya adalah karena individu yang peduli terhadap alam akan lebih dapat memanusiakan manusia (Ballarotto et al., 2025). 

Pengaplikasian dari konsep Tri Hita Karana tersebut dapat dijelaskan menggunakan teori psikoanalisis-humanistik Fromm. Menurut Fromm (Feist et al., 2018), individu pada hakikatnya memiliki kebutuhan akan keterikatan, transendensi, keberakaran, rasa identitas, dan kerangka orientasi. Konsep Tri Hita Karana pertama, yaitu Parahyangan, dapat dijelaskan menggunakan prinsip kebutuhan transendensi. Menurut prinsip kebutuhan transendensi, individu pada dasarnya memiliki kebutuhan untuk meninggalkan dunia fisik dan mencapai alam yang penuh makna serta kebebasan (Feist et al, 2018). Mengacu pada prinsip tersebut, seluruh individu sejatinya memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan Tuhan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, individu umumnya melakukan praktik keagamaan (Dein, 2020; Rofi et al., 2024). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa meski Tri Hita Karana adalah ajaran agama Hindu, Parahyangan dapat ditumbuhkan oleh seluruh individu dengan menjalankan praktik spiritual yang sesuai dengan keyakinan masing-masing. Dengan demikian, seperti yang telah dijelaskan di atas, self-compassion individu juga dapat tumbuh.

Konsep kedua, Pawongan, dapat dijelaskan menggunakan prinsip kebutuhan akan keterikatan. Selain transendensi, individu juga memiliki kebutuhan untuk bersatu dengan individu lain (Feist et al., 2018). Untuk melakukan penyatuan tersebut, individu dapat melakukan tiga cara, yakni mendominasi, menggunakan kekuasaan, dan memberikan cinta. Cara yang paling relevan dengan konsep compassion sendiri adalah dengan memberikan cinta. Untuk memberikan cinta, individu dapat melakukan hal-hal sederhana, seperti: mendengarkan cerita atau keluh kesah dari individu lain; serta menawarkan bantuan kepada individu yang sedang mengalami kesulitan. Dengan melakukan hal tersebut, compassion kepada individu lain juga perlahan dapat tumbuh.

Konsep ketiga, Palemahan, dapat dijelaskan dengan mengacu pada prinsip kebutuhan akan keberakaran. Menurut Fromm, individu memiliki kebutuhan untuk merasa “berakar” dengan dunia agar tidak terputus atau terasingkan dari lingkungannya (Feist et al., 2018). Dengan menikmati keindahan alam, kebutuhan individu untuk tetap berakar dengan lingkungannya tersebut dapat terpenuhi. Selain menikmati keindahan alam, individu juga dapat menjaga kelestarian dan kesucian dari lingkungan. Dengan demikian, konsep Palemahan dan kebutuhan akan keberakaran tersebut dapat dipenuhi. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa masalah kesehatan mental dan bunuh diri yang dialami oleh individu emerging adulthood di Indonesia masih tergolong tinggi. Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, individu perlu memiliki compassion dan self-compassion. Dengan memberikan dukungan, baik kepada individu lain maupun diri sendiri, individu emerging adulthood yang sedang menghadapi tantangan akan merasa diperhatikan. Untuk menumbuhkan dan memberikan dukungan ini, konsep Tri Hita Karana yang diajarkan oleh agama Hindu dapat diterapkan. Dengan demikian, masalah kesehatan mental yang muncul selama fase emerging adulthood juga dapat diatasi.

Daftar Pustaka:

Affandi, L. H., Sutajaya, I. M. ., & Suja, I. W. (2022). Aktualisasi nilai pawongan dalam ajaran tri hita karana pada pengembangan komunitas belajar profesional bagi guru. Jurnal Ilmiah Pendidikan Citra Bakti, 9(1), 62–75. https://doi.org/10.38048/jipcb.v9i1.650

American Psychological Association. (2018). Compassion. In APA dictionary of psychology. Retrieved February 26 2025, from https://dictionary.apa.org/compassion

Arini, D. (2021). Emerging adulthood: Pengembangan teori Erikson mengenai teori psikososial pada abad 21. Jurnal Ilmiah Psyche, 15(1), 11–20. https://doi.org/10.33557/jpsyche.v15i01.1377

Ballarotto, G., Ghezzi, V., & Velotti, P. (2025). Feeling the nature to foster sustainability: The mediating role of (self) compassion. Sustainability, 17(1), 351. https://doi.org/10.3390/su17010351

Barus, G. (2022, October 24). Hasil survei I-NAMHS: Satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental. Universitas Gadjah Mada. https://ugm.ac.id/id/berita/23086-hasil-survei-i-namhs-satu-dari-tiga-remaja-indonesia-memiliki-masalah-kesehatan-mental/

Chan, K. K. S., Lee, J. C., Yu, E. K. W., Chan, A. W. Y., Leung, A. N. M., Cheung, R. Y. M., Li, C. W., Kong, R. H., Chen, J., Wan, S. L. Y., Tang, C. H. Y., Yum, Y. N., Jiang, D., Wang, L., & Tse, C. Y. (2022). The impact of compassion from others and self-compassion on psychological distress, flourishing, and meaning in life among university students. Mindfulness, 13(6), 1490–1498. https://doi.org/10.1007/s12671-022-01891-x

Dein, S. (2020). Transcendence, religion and social bonding. Archive for the Psychology of Religion, 42(1), 77–88. https://doi.org/10.1177/0084672420905018

Feist, J., Feist, G. J., & Roberts, T. A. (2018). Theories of Personality (9th ed.).  McGraw-Hill Education.

Krishna, I. B. W., & Padet, I. W. (2018). Falsafah hidup dalam konsep kosmologi tri hita karana. Genta Hredaya, 2(2), 37-43. https://doi.org/10.55115/gentahredaya.v2i2.455

López, A., Sanderman, R., Ranchor, A. V., & Schroevers, M. J. (2018). Compassion for others and self-compassion: Levels, correlates, and relationship with psychological well-being. Mindfulness, 9(1), 325–331. https://doi.org/10.1007/s12671-017-0777-z

Luqman, K. (2024, July 25). Peneliti BRIN sebut kasus bunuh diri di Indonesia didominasi oleh remaja dan mahasiswa laki-laki. Kompas. https://www.kompas.tv/nasional/525361/peneliti-brin-sebut-kasus-bunuh-diri-di-indonesia-didominasi-oleh-remaja-dan-mahasiswa-laki-laki?page=all

Neff, K. D. (2023). Self-compassion: Theory, method, research, and intervention. Annual Review of Psychology, 74, 193–218. https://doi.org/10.1146/annurev-psych-032420-031047

Robinson, O. C. (2019). A longitudinal mixed-methods case study of quarter-life crisis during the post-university transition: Locked-out and locked-in forms in combination. Emerging Adulthood, 7(3), 167–179. https://doi.org/10.1177/2167696818764144

Rofi, S., Setiawan, B. A., & Hanafi, H. (2024). Self transcendence: The ideality dimensions of Al-Islam and Kemuhammadiyahan learning impact in Muhammadiyah school. Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam, 13(1), 11-18. https://doi.org/10.30868/ei.v13i01.4350

Santrock, J.W. (2020). A topical approach to life-span development (10th Ed.). McGraw Hill Education.

Sepsita, V. (2024). Dampak quarter life crisis terhadap kesehatan mental pada dewasa muda. Jurnal Penelitian Guru Indonesia, 4(2), 1099–1106. https://doi.org/10.58578/tsaqofah.v4i2.2491

Sukarma, I. W. (2016). Tri hita karana: Theoretical basic of moral Hindu. International Journal of Linguistics Literature and Culture, 2(3), 84-96. https://doi.org/10.21744/ijllc.v2i3.230

Suryawan, I. P. P., Sutajaya, I. M., & Suja, I. W. (2022). Tri hita karana sebagai kearifan lokal dalam pengembangan pendidikan karakter. Jurnal Pendidikan Multikultural Indonesia, 5(2), 50–65. https://doi.org/10.23887/jpmu.v5i2.55555

Wijaya, D. A. P., & Saprowi, F. S. N. (2022). Analisis dimensi: Dukungan sosial dan krisis usia seperempat abad pada emerging adulthood. Psycho Idea, 20(1), 41-49. https://doi.org/10.30595/psychoidea.v20i1.12413

Wirawan, N. A. (2024, October 30). 15,5 juta remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental. GoodStats. https://goodstats.id/article/15-5-juta-remaja-indonesia-mengalami-masalah-kesehatan-mental-m9Nj