ISSN 2477-1686  

 Vol. 11 No. 26 Januari 2025

 

Dinamika Emosi Masa Pubertas dalam Film Inside Out 2: Pelajaran dari Dunia Riley

Oleh:

Caroline Mathilda V. Bolang, Caroline Sharon Sulimro, Juventa Arillia Putri

Universitas Pelita Harapan

 

Kisah Riley

Film Inside Out 2 mengajak penonton untuk menyelami dunia batin Riley saat ia menghadapi masa pubertas—fase yang penuh gejolak emosi dan perubahan dramatis, baik secara fisik maupun psikologis. Peralihan dari masa kanak-kanak ke remaja membuat Riley harus belajar menyeimbangkan berbagai perasaan yang bertubrukan. Di dalam film ini, pubertas diilustrasikan secara unik melalui tombol di dalam “control board” emosi Riley, yang tiba-tiba menjadi sangat sensitif. Hal ini membuat setiap emosi di kepalanya seperti Anger dan Sadness semakin intens, memengaruhi cara Riley berinteraksi dengan dunia luar. Salah satu momen yang menggambarkan ketidakstabilan emosi Riley adalah ketika ia berteriak, “I’m the worst!”—sebuah ledakan emosi yang diikuti dengan penyesalan mendalam. Kemarahan yang meletup mengarahkan Riley untuk bersikap kasar kepada ibunya, namun segera setelah Sadness mengambil alih, Riley merasa dirinya adalah pribadi terburuk. Selain itu, emosi yang meluap-luap juga membuatnya lebih mudah terjerumus ke dalam tindakan impulsif, seperti ketika ia diam-diam memasuki ruangan pelatih dan membaca catatan yang seharusnya tidak ia lihat. Tindakan tersebut tidak hanya berisiko membuat Riley terkena masalah, tetapi juga mendorongnya ke dalam pusaran kecemasan yang semakin dalam.

Memahami Gejolak Emosi Remaja

Emosi adalah reaksi subjektif yang melibatkan respons psikologis dan fisiologis, bersifat dinamis dan sementara (Papalia, 2021). Dalam film Inside Out 1, lima emosi dasar—joy, sadness, anger, fear, dan disgust—diilustrasikan sebagai karakter yang mewakili kehidupan batin Riley. Paul Ekman (1999) mengidentifikasi enam emosi dasar manusia yang bersifat universal: happiness, sadness, anger, fear, disgust, dan surprise. Adapun, highlight dari film Inside Out 2 menyoroti gejolak emosi Riley di usia 13 tahun, saat ia mulai merasakan emosi baru seperti anxiety, envy, embarrassment, dan ennui, yang menambah kompleksitas emosinya.

Dr. Dacher Keltner, seorang profesor dan psikolog di University of California Berkeley yang juga menjadi konsultan bagi film Inside Out 2 menjelaskan bahwa keempat emosi sosial ini muncul dalam proses ketika remaja menjadi lebih self-conscious, yaitu peduli terhadap pendapat orang lain tentang dirinya. Anxiety dijelaskan sebagai emosi yang berperan mendeteksi potensi bahaya di tengah ketidakpastian dengan tujuan untuk mencegah hal buruk terjadi. Meskipun berkaitan dengan emosi fear, anxiety lebih berfokus pada hal-hal yang belum terjadi dan tidak pasti, sedangkan fear berasal dari deteksi bahaya yang dipersepsikan secara langsung. Di dalam film Inside Out 2, anxiety digambarkan sebagai sosok yang bekerja keras memproyeksikan berbagai macam kemungkinan skenario yang bisa terjadi tentang hal yang dikhawatirkan Riley, misalnya pada saat Riley cemas terhadap ujian hockey yang akan dihadapinya. Dalam kehidupan nyata seorang remaja, anxiety dapat muncul dalam bentuk kekhawatiran tentang hal-hal di masa depannya, seperti khawatir akan persepsi orang lain, penerimaan sosial, performa diri, dan goals serta tujuan dalam hidupnya (Price-Mitchell, 2019). Selain anxiety, remaja juga bisa mulai merasakan envy atau perasaan menginginkan apa yang dimiliki orang lain. Remaja yang self-conscious sangat rentan merasakan embarassment atau perasaan malu. Selain itu, ennui atau boredom menjelaskan sikap remaja yang mudah merasa bosan dan sikap meremehkan, yang seringkali kita temui pada remaja.

Masa pubertas, periode kritis dalam perkembangan menuju kedewasaan, ditandai oleh perubahan fisiologis dan emosional yang intens (Breehl & Caban, 2023). Remaja mengalami gejolak emosi yang sering kali tidak stabil, menciptakan tantangan bagi mereka dan orang-orang di sekitarnya (Bailen et al., 2018). Erikson (1963) menjelaskan bahwa remaja, dalam rentang usia 12-18 tahun, menghadapi krisis identitas versus kebingungan peran, di mana tugas utamanya adalah mencari jati diri dan menetapkan nilai-nilai yang penting. Keberhasilan di tahap ini menghasilkan fidelity, sedangkan kegagalan dapat menyebabkan kebingungan dan ketidakpastian diri. Dalam Inside Out 2, Riley mengalami konflik identitas dan ketidakstabilan emosi, yang terlihat ketika ia merasa tidak cukup baik untuk tim hoki dan mengalami serangan panik akibat Anxiety, yang mencerminkan tantangan emosional khas masa pubertas.

Perubahan emosi pada remaja tidak hanya disebabkan oleh perkembangan psikososial, tetapi juga oleh faktor biologis seperti perubahan hormon dan perkembangan otak. Selama masa pubertas, peningkatan hormon testosteron menyebabkan amigdala—bagian otak yang mengolah emosi—menjadi lebih aktif (Spielberg et al., 2014). Selain itu, sistem neuroendokrin yang berkembang memicu peningkatan aktivitas dan pertumbuhan white matter di area otak yang mengatur emosi. Namun, menurut Konrad et al. (2013), bagian otak yang mengontrol emosi dan pengambilan keputusan, seperti prefrontal cortex, berkembang lebih lambat dibandingkan sistem limbik yang mengatur dorongan dan hasrat. Ketidakseimbangan ini membuat remaja cenderung lebih emosional, impulsif, dan berani mengambil risiko (Bailen dkk., 2018; Konrad dkk. 2013). Karena itu, penting bagi mereka untuk belajar mengatur emosi dengan baik selama fase ini.

Merespon & Meregulasi Emosi

Kisah Riley mengajarkan pentingnya merangkul setiap emosi karena semua emosi itu penting dan memiliki tujuannya masing-masing, terlepas dari label positif atau negatif yang menyertainya. Dengan belajar memahami dan memvalidasi emosi, remaja belajar menerima pengalaman emosi, serta memberi ruang untuk welas diri yang baik untuk kesejahteraan mental (Salters-Pedneault, 2022). Setelah mengenali dengan tepat dan memvalidasi emosi, penting bagi remaja untuk berlatih meregulasi emosinya. Regulasi emosi diyakini sebagai keterampilan yang dapat membantu individu untuk lebih memahami emosi, mengekspresikannya dalam perilaku yang tepat, serta menjadi lebih adaptif dan fleksibel dalam menghadapi tantangan masa pubertas (Modecki dkk., 2017; Gross, 1998). Strategi regulasi emosi yang dapat diterapkan adalah RULER, yakni (1) kenali (Recognize) emosi dalam diri sendiri maupun apa yang orang lain rasakan; (2) pahami (Understand) penyebab maupun dampak dari emosi yang dirasakan; (3) namai (Label) emosi secara akurat berdasarkan apa yang dirasakan; (4) ekspresikan (Express) emosi melalui hal-hal yang konstruktif bagi pertumbuhan personal dan sesuai konteks serta norma sosial, dan yang terakhir; (5) regulasi (Regulate) emosi dengan cara-cara positif (Yale School of Medicine, 2022).

Berikut ini adalah beberapa strategi regulasi emosi yang dapat dilakukan oleh remaja agar dapat merespon dinamika emosi dengan lebih baik BetterHelp Editorial Team, 2024; Gross, 2015):

1) berlatih mengenali dan mengomunikasikan emosi kepada orang terdekat guna membantu mengendalikan dampak emosi;

2) berlatih membangun pola pikir positif yang berfokus pada mencari solusi atas permasalahan;

3) latihan bersyukur, misalnya dengan membuat jurnal dan membuat daftar berkat dalam 1 hari

4) mengeksplorasi hobi melalui aktivitas positif guna menyalurkan emosi intens dan memberikan efek menenangkan seperti menggambar, journaling, jalan sore, membaca, aktivitas relaksasi seperti mindfulness dan latihan pernafasan, menonton video lucu, dan lain sebagainya;

5) berlatih gaya hidup sehat yang meliputi jam tidur yang cukup, asupan nutrisi yang seimbang, rutin berolahraga, dan melakukan aktivitas lain yang dapat mengurangi tingkat stres.

 

Referensi:

Bailen, N. H., Green, L. M., & Thompson, R. J. (2018). Understanding emotion in adolescents: A review of emotional frequency, intensity, instability, and clarity. Emotion Review, 11(1), 63–73. https://doi.org/10.1177/1754073918768878 

BetterHelp Editorial Team. (2024). Coping Skills For Teens: How To Handle Difficult Emotions. BetterHelp. https://www.betterhelp.com/advice/teenagers/coping-skills-for-teens-how-to-handle-difficult-emotions/.

Breehl, L., & Caban, O. (2023, March 27). Physiology, Puberty. StatPearls [Internet]. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534827/ 

Counter, R. (2024, June 14). How inside out 2 based emotions on science. Time. https://time.com/6987825/inside-out-2-neuroscience/ 

Ekman, P. (1999). Basic emotions. In T. Dalgleish & M. J. Power (Eds.), Handbook of cognition and emotion (pp. 45–60). John Wiley & Sons Ltd. https://doi.org/10.1002/0470013494.ch3.

Erikson, E. H. (1968). Identity: Youth and crisis. Norton.

Gross, J. J. (1998). The emerging field of emotion regulation: An integrative review. Review of General Psychology, 2, 271–299.

Gross, J. J. (2015). Emotion regulation: Current status and future prospects. Psychological Inquiry, 26(1), 1-26.

Konrad, K., Firk, C., & Uhlhaas, P. J. (2013). Brain development during adolescence: neuroscientific insights into this developmental period. Deutsches Arzteblatt international, 110(25), 425–431. https://doi.org/10.3238/arztebl.2013.0425

Modecki KL, Zimmer-Gembeck MJ, Guerra N. Emotion Regulation, Coping, and Decision Making: Three Linked Skills for Preventing Externalizing Problems in Adolescence. Child Dev. 2017 Mar;88(2):417-426. doi: 10.1111/cdev.12734.

Papalia, D. E., & Martorell, G. (2021). Experience human development (14th ed.). McGraw-Hill.

Price-Mitchell, M. (2019). Anxiety in teens: How you can help. Psychology Today. https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-moment-youth/201911/anxiety-in-teens-how-you-can-help

Salters-Pedneault, K. (2022). What Is Emotional Validation?. verywellmind. https://www.verywellmind.com/what-is-emotional-validation-425336#:~:text=People%20need%20to%20feel%20that,when%20feelings%20threaten%20to%20overwhelm.                                                                    

Spielberg, J. M., Olino, T. M., Forbes, E. E., & Dahl, R. E. (2014). Exciting fear in adolescence: Does pubertal development alter threat processing? Developmental Cognitive Neuroscience, 8, 86–95.  

Yale School of Medicine. (2022). RULER: A Systemic Approach to Social and Emotional Learning (SEL) for Grades PreK through 12.  https://medicine.yale.edu/childstudy/services/community-and-schools-programs/center-for-emotional-intelligence/training/ruler/