ISSN 2477-1686  

 Vol. 11 No. 25 Januari 2025

Media Massa Mempengaruhi Kekerasan Seksual?

 Oleh:

Theresia Yolanda Sulaeman & Istiqomah

Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana

 

Kita semua mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman di mana kekerasan seksual tidak memiliki tempat.

- Viola Davis 

Bagaimana Peran Media Massa?

Pada era informasi modern ini, media massa memegang peranan yang sangat berpengaruh dalam membuentuk pemahaman dan pandangan masyarakat terhadap beragam aspek kehidupan. McQuail (2000) menjelaskan bahwa terdapat 6 perspektif dimana media massa memainkan peran penting dalam kehidupan sosial, yaitu: Pertama, berfungsi sebagai pintu masuk ke peristiwa dan pengalaman, dan dilihat sebagai alat yang memungkinkan orang melihat ke dunia luar; Kedua, Media massa sering diinterpretasikan sebagai cermin yang mencerminkan peristiwa dalam masyarakat dan dunia, meskipun kontennya banyak berisikan dengan konflik, kekerasan, pornografi, dan aspek negative lainnya; Ketiga, berperan sebagai gatekeeper yang memutuskan konten, isu, informasi berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh para pengelolanya; Keempat, media massa sering dilihat sebagai pengarah, panduan, atau penafsir yang mengartikan dan mengarahkan ketika menghadapi ketidakpastian atau banyak pilihan yang ada; Kelima, media massa dipandang sebagi platform untuk memberikan informasi serta gagasan kepada audiens, yang memungkinkan munculnya respon dan komunikasi balik; Keenam, media massa dianggap sebagau mitra komunikasi yang memfasilitasi komunikasi interaktif bukan hanya sebagai wadah untuk penyampaian informasi.

Media massa membentuk opini publik dengan menyampaikan fakta dan mengkritik kebijakan atau tindakan yang dianggaptidak menguntungkan masyarakat. Di mana media massa ini mempunyai kekurangan dan resiko seperti, dapat mempengaruhi bagaimana masyarakat melihat suatu masalah, terutama jika media massa lebih berpihak pada kepentingan tertentu. Selain itu ada hoaks dan informasi palsu dapat membuat orang menjadi kurang percaya pada media massa (Rusdiansyah, 2023).

Faktor Terjadinya Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual adalah istilah yang pakai untuk mencerminkan perilaku seksual yang tidak sesuai dengan norma dan merugikan korban serta merusak ketenangan dalam masyarakat. Secara terminologi, kekerasan adalah keadaan dimana perilaku merusak kehidupan manusia. Seorang, yang memiliki akal budi dan martabat, terjatuh ke dalam tindakan-tindakan yang merusak ini, termasuk perusakan, penindasan, pemerasan, pemerkosaan, teror, pencurian, pembunuhan, dan pemusnahan yang mengotori dan merusak martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan (Saputro, 2018).

Catatan Tahunan Komnas Perempuan mencatatat bahwa terdapat 338.496 kasus terkait jumalh terjadinya kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan di sepanjang tahun 2022. Jenis kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia selama 2021 berasal dari Lembaga layanan berbeda dalam hal karakteristik. Jenis yang paling umum tercatat yaitu kekerasan fisik dengan jumlah kasus 3.842 (40%), kekerasan seksual sebesar 2.456 kasus, sedangkan kekerasan psikis sebanyak 2.045 kasus. Namun, data pengaduan ke Komnas Perempuan menunjukkan pola yang sedikit berbeda, di mana kekerasan psikis mendominasi dengan 2.709 kasus, sedangkan kekerasan seksual mencapai 2.204 kasus (41%). Lebih rinci, dalam lingkup publik, kekerasan seksual masih menjadi yang paling tinggi, namun dalam lingkup personal, kekerasan psikis menjadi yang paling umum tercatat (Komnas Perempuan, 2022).

Fadli (2023) menuliskan pada artikelnya bahwa terdapat empat factor yang menciptakan perilaku kekerasan seseorang, yaitu:

Faktor individu. Seperti mengkonsumsi alcohol dan narkoba; perilaku kejahatanl; kurangnya prhatian terhadap orang lain; perilaku agresif dan penerimaan terhadap tindakan kekerasan; inisiasi seksual pada usia dini; fantasi seksual yang memaksa; preferensi terhadap hubungan seks yang impersonal dan perilaku seksual berisiko; paparan media yang ekspisit secara seksual; permusuhan terhadap wanita, konformitas dengan norma-norma peran gender tradisional; tingkat maskulinitas yang berlebihan; perilaku bunuh diri, dan pengalaman sebagai korban kekerasan seksual di masa lalu

Faktor Hubungan. Seperti, konflik dan kekerasan dalam keluarga pada masa lalu; mengalami pelecehan fisik, seksual, atau emosional pada masa kecil; lingkungan yang tidak mendukung secara emosional; hubungan orang tua-anak yang buruk, terutama dengan ayah; pergaulan secara seksual dengan teman sebaya yang agresif, hipermaskulin, atau nakal; dan pengalaman kekerasan atau pelecehan dalam hubungan intim.

Faktor Masyarakat. Seperti, Kurangnya kesempatan kerja; kemiskinan; toleransi umum terhadap pelecehan sesksual masyarakat; lemahnya sanksi masyarakat terhadap pelaku pelecehan seksual.

Faktor Lingkungan Kemasyarakatan. Seperti, norma sosial yang memperkuat pelecehan seksual; norma masyarakat yang mendukung pandangan superioritas pria dan hak-hak seksual mereka; norma sosial yang mempertahankan ketidaksetaraan dan ketergantungan seksual perempuan; tingkat kejahatan yang tinggi dan berbagai tindakan kekerasan lainnya.

Apakah Media Massa Mempengaruhi Kekerasan Seksual?

Menurut Walgito (2001), persepsi adalah proses individu dalam mengatur, menginterpretasi rangsangan yang diterima, sehingga rangsangan tersebut memiliki makna dan menjadi aktivitas yang terpadu dalam diri individu. Persepsi terdiri dari tiga aspek, yaitu aspek kognitif (pikiran), aspek afektif (perasaan), dan aspek konasi (perilaku). Selain itu, seperti yang dijelaskan oleh Robbin (1989 dalam Hanuwarman, 2010), faktor-faktor utama yang mempengaruhi pembentukan persepsi sosial adalah faktor penerima, faktor situasi, dan faktor objek sasaran.Cara media massa memberitakan kekerasan seksual memiliki pengaruh besar terhadap bagaimana masyarakat memahami risiko kekerasan seksual. Ketika media massa memberikan informasi yang berlebihan dan sensasional mengenai kasus-kasus kekerasan seksual, hal ini cenderung memperkuat persepsi risiko kekerasan seksual dalam masyarakat. Ketidakseimbangan dalam pemberitaan dan ketidakakuratan informasi yang disajikan oleh media dapat membuat individu merasa tidak aman. Akibatnya, persepsi individu tentang risiko kekerasan seksual dapat meningkat, dan mereka menjadi lebih waspada terhadap kemungkinan terjadinya kekerasan seksual di lingkungan sekitar. Dengan peran yang kuat dalam membentuk persepsi masyarakat tentang risiko kekerasan seksual, media massa harus memahami dampaknya yang bisa berdampak positif atau negatif pada masyarakat.

Media massa juga memberikan pengaruh dalam membentuk pandangan masyarakat terhadap korban kekerasan seksual memiliki peran yang sangat krusial. Ketika media massa memberikan informasi yang cenderung negative mengenai kekerasan seksual, akan berdampak pada cara masyarakat melihat para korban. Media massa dapat memperkuat stereotip negatif yang mungkin menciptakan asumsi yang salah terkait korban, sehingga masyarakat merasa tidak aman dan cemas terkait isu kekerasan seksual. Dampak dari pemberitaan semacam ini dapat mempengaruhi pandangan individu terhadap korban kekerasan seksual, bahkan hingga pada tingkat di mana mereka cenderung menyalahkan korban ketimbang pelaku. Denagn membentuk persepsi negatif tentang para korban tidak hanya meningkatkan stigmatisasi yang mereka alami, tetapi juga dapat menghambat upaya mereka untuk mencari keadilan dan dukungan yang seharusnya mereka terima

Selain itu, Cara media massa memberitakan kekerasan seksual berdampak besar pada cara individu memahami pelaku kekerasan seksual. Pemberitaan media yang kurang kritis atau bahkan membenarkan perilaku tersebut dapat memengaruhi persepsi individu dan membuat mereka lebih toleran terhadap perilaku semacam itu. Dengan menggambarkan pelaku kekerasan seksual tanpa mengutuknya, media massa membantu normalisasi perilaku tersebut. Dampak pemberitaan semacam ini memengaruhi cara individu memandang pelaku kekerasan seksual dan membuat mereka kurang cenderung mengutuk atau mengecam tindakan tersebut. Ketidakpekaan media terhadap isu kekerasan seksual dapat memperkuat norma sosial yang mendukung perilaku semacam itu.

Pemahaman mengenai tindakan pencegahan kekerasan seksual juga seringkali dipengaruhi oleh cara media massa dalam melaporkan kasus-kasus kekerasan seksual. Media massa memiliki peran dalam menggarisbawahi pentingnya kebijakan dan teknologi keamanan yang dapat mengurangi risiko terjadinya tindakan kekerasan seksual. Cara media melibatkan masyarakat dengan pemberitaan mengenai langkah-langkah preventif ini dapat mengubah perspektif individu tentang kebutuhan pencegahan kekerasan seksual. Hal ini mendorong mereka untuk lebih berkomitmen dalam mengambil langkah-langkah pencegahan yang sesuai dan serius.

Referensi

Fadli, R. (2023, September 4). Kekerasan Seksual. Halodoc.com. https://www.halodoc.com/kesehatan/kekerasan-seksual

Hanurawan, F. (2010). Psikologi Sosial. Suatu Pengantar. Bandung : Rosdakarya                                                                                       

Khatimah, H. (2018). Posisi dan peran media dalam kehidupan masyarakat. Tasamuh16(1), 119-138.

Komnas Perempuan. (2022). Bayang-Bayang Stagnansi: Daya Pencegahan Dan Penanganan Berbanding Peningkatan Jumlah, Ragam Dan Kompleksitas Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Perempuan Catahu 2022: Catatan Tahunan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2021. Komnas Perempuan. https://komnasperempuan.go.id/catatan-tahunan detail/catahu-2022-bayang-bayang-stagnansi-daya-pencegahan-dan-penanganan berbanding-peningkatan-jumlah-ragam-dan-kompleksitas-kekerasan-berbasis-gender terhadap-perempuan

McQuail, D. (2000). Mass Communication Theory. London: Sage Publication.

Rusdiansyah, A. I. (2023, Juni 12). Peran Media Massa dalam Membentuk Opini Publik. Kumparan.com. https://kumparan.com/ayu-imtyas-rusdiansyah/peran-media-massa-dalam-membentuk-opini-publik-20W28cd4t9y/full

Saputro, L. (2018). Dampak Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Kelurahan Sempaja Kecamatan Samarinda Utara. EJournal Sosiatri Sosiologi, 6(4), 15–29.

Walgito, B. (2001). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: ANDI.