ISSN 2477-1686  

 Vol. 10 No. 14 Juli 2024

 

Kecerdasan Adversitas sebagai Faktor Penentu Keterlibatan Kerja di Instansi Pemerintah

Oleh:

Kadek Erika Mulyasih, Alimatus Sahrah, Asep Rokhyadi Permana

Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Dalam dunia kerja yang semakin dinamis, khususnya di sektor pemerintahan, keterlibatan kerja atau work engagement menjadi salah satu indikator kunci kesuksesan organisasi (Ogi, Sendow & Warongan, 2014). Keterlibatan kerja mencakup tingkat dedikasi, energi, dan keterlibatan penuh yang ditunjukkan oleh pegawai terhadap tugas mereka (Tanjung, 2020). Pegawai yang terlibat dalam pekerjaan mereka biasanya lebih produktif, memiliki komitmen lebih besar terhadap organisasi, dan cenderung memberikan pelayanan publik yang lebih baik (Chaudhary, Mohanty, Malik, Saleth, Maroor, & Nomani, 2022). Dalam konteks ini, salah satu faktor penting yang memengaruhi keterlibatan kerja adalah kecerdasan adversitas atau adversity quotient (AQ), yang menggambarkan kemampuan individu dalam menghadapi dan mengatasi tantangan di tempat kerja (Stoltz, 2007).

Kecerdasan adversitas mengacu pada kemampuan seseorang untuk tetap termotivasi dan terlibat meskipun menghadapi berbagai kesulitan di lingkungan kerja. Menurut Stoltz (2007), AQ terdiri dari empat dimensi utama: control, ownership and origin, reach, dan endurance. Dimensi control menggambarkan kemampuan individu untuk mengendalikan respons mereka terhadap tantangan. Seseorang yang memiliki kontrol tinggi akan mampu tetap fokus dan tenang ketika dihadapkan pada masalah yang sulit. Dimensi ownership and origin mengacu pada kemampuan untuk menerima tanggung jawab atas masalah dan tidak melemparkan kesalahan kepada pihak lain. Dengan tanggung jawab ini, pegawai cenderung lebih proaktif dalam mencari solusi daripada menyalahkan situasi atau orang lain. Selanjutnya, dimensi reach membantu individu membatasi dampak masalah pada satu aspek kehidupan mereka, sehingga mereka tidak terganggu dalam aspek lain, seperti kehidupan pribadi. Terakhir, endurance merupakan ketahanan mental untuk bertahan di tengah tekanan, yang memungkinkan individu tetap fokus pada tujuan meskipun menghadapi kesulitan yang berat.

Dalam konteks instansi pemerintah, di mana tuntutan pekerjaan bisa tinggi dan sumber daya sering kali terbatas, kecerdasan adversitas menjadi faktor yang sangat relevan dalam meningkatkan keterlibatan kerja pegawai. Penelitian Dewi dan Sawitri (2015) menunjukkan bahwa kecerdasan adversitas memiliki hubungan positif dengan keterlibatan kerja. Pegawai yang memiliki AQ tinggi mampu melihat tantangan sebagai peluang untuk berkembang, bukan sebagai hambatan. Mereka cenderung lebih optimis dan percaya diri dalam menghadapi masalah, yang pada akhirnya membantu mereka mempertahankan tingkat keterlibatan kerja yang tinggi. Optimisme ini memberikan dampak signifikan terhadap motivasi kerja pegawai, yang berujung pada peningkatan produktivitas dan efisiensi kerja (Wiwik, 2004 Fauziah, Ayu, & Syahpitra, 2020), 2020).

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi & Sawitri (2015) juga mendukung temuan ini, di mana individu dengan kecerdasan adversitas tinggi memiliki motivasi yang lebih besar untuk menghadapi tantangan dalam pekerjaan mereka. Mereka tidak mudah menyerah dan justru memandang kesulitan sebagai tantangan yang perlu diselesaikan. Sikap ini membuat mereka lebih terlibat secara emosional dan kognitif dalam pekerjaan, yang pada akhirnya meningkatkan keterlibatan kerja mereka. Penelitian lain oleh Tae, Hong, & Kim (2018) juga mengungkapkan bahwa pegawai dengan work engagement tinggi biasanya memiliki kecerdasan adversitas yang baik. Mereka mampu bertahan dalam tekanan, mengelola stres dengan lebih baik, dan tetap fokus pada penyelesaian tugas.

Selain meningkatkan motivasi dan kemampuan mengelola stres, kecerdasan adversitas juga berperan dalam menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Menurut Stoltz (2007), individu dengan AQ tinggi cenderung tidak membiarkan masalah pekerjaan mempengaruhi kehidupan pribadi mereka. Mereka mampu memisahkan kedua aspek tersebut, sehingga tetap bisa memberikan performa terbaik di tempat kerja tanpa terganggu oleh tekanan di luar pekerjaan. Hal ini sangat penting, terutama di instansi pemerintah di mana pegawai sering kali dihadapkan pada berbagai tugas yang kompleks dan tanggung jawab besar. Dengan kemampuan untuk memisahkan masalah, pegawai dengan AQ tinggi dapat menjaga keterlibatan mereka dalam pekerjaan tanpa harus mengalami burnout atau kelelahan mental (Hidayat, 2020).

Selain itu, kecerdasan adversitas juga membantu individu mengembangkan hubungan interpersonal yang lebih baik di tempat kerja. Pegawai yang memiliki AQ tinggi biasanya lebih mampu bekerja dalam tim, terbuka terhadap umpan balik, dan lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan. Mereka juga cenderung lebih proaktif dalam mencari solusi untuk masalah yang dihadapi tim, yang pada akhirnya berkontribusi pada peningkatan keterlibatan seluruh tim. Dalam instansi pemerintah, di mana kolaborasi dan kerja tim sangat diperlukan, kecerdasan adversitas dapat berfungsi sebagai faktor penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang positif dan produktif (Dewi, & Sawitri, 2015). 

Dalam teori Job Demands-Resources (JD-R), kecerdasan adversitas dapat dikategorikan sebagai sumber daya pribadi (personal resources), yang membantu individu dalam menghadapi tuntutan pekerjaan yang tinggi. Sumber daya pribadi ini berfungsi sebagai buffer atau penyangga terhadap stres, membantu individu menjaga keterlibatan mereka meskipun menghadapi tekanan pekerjaan. Bakker dan Demerouti (2007) dalam model JD-R menjelaskan bahwa pegawai dengan sumber daya pribadi yang kuat, seperti kecerdasan adversitas, lebih mampu mengelola tuntutan pekerjaan dan tetap termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini sangat relevan di sektor publik, di mana pegawai sering kali dihadapkan pada berbagai kendala, seperti birokrasi yang kompleks dan perubahan regulasi yang tiba-tiba.

Melalui berbagai penelitian dan kajian, kecerdasan adversitas terbukti memiliki dampak signifikan terhadap keterlibatan kerja (Dewi & Sawitri, 2015). Pegawai yang mampu menghadapi tantangan dengan sikap positif akan lebih terlibat secara emosional, kognitif, dan fisik dalam pekerjaan mereka, yang pada akhirnya berdampak positif pada kinerja organisasi secara keseluruhan. Sebaliknya, individu dengan AQ rendah cenderung mudah terpengaruh oleh tekanan dan kesulitan, yang dapat menyebabkan menurunnya keterlibatan kerja dan bahkan meningkatkan risiko burnout (Somaratne,  Jayawardena, & Perera, 2020). Oleh karena itu, instansi pemerintah harus memperhatikan pentingnya mengembangkan kecerdasan adversitas di kalangan pegawai, baik melalui pelatihan maupun dukungan organisasi.

Dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks di era modern ini, pemerintah perlu menciptakan lingkungan kerja yang mendukung bagi para pegawai agar mereka dapat mengembangkan kecerdasan adversitas yang diperlukan untuk tetap terlibat dalam pekerjaan. Program pelatihan yang berfokus pada pengembangan AQ, seperti pelatihan pengelolaan stres dan pengembangan mental resiliensi, dapat membantu pegawai dalam mengatasi tantangan di tempat kerja (Yusuf & Hidayati, 2018). Selain itu, manajemen juga harus menciptakan budaya kerja yang mendorong dukungan antar pegawai dan memberikan otonomi yang cukup agar pegawai merasa diberdayakan dan mampu mengendalikan situasi kerja mereka (Puspita, Nugroho, & Banun, 2020). Dukungan ini akan menciptakan lingkungan di mana pegawai merasa lebih dihargai dan lebih termotivasi untuk memberikan yang terbaik dalam pekerjaannya.

Kesimpulannya, kecerdasan adversitas merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi keterlibatan kerja di instansi pemerintah. Pegawai dengan AQ tinggi mampu menghadapi tantangan dengan sikap yang positif, tetap termotivasi meskipun dihadapkan pada kesulitan, dan lebih terlibat dalam pekerjaannya. Dengan demikian, penting bagi instansi pemerintah untuk memperhatikan dan mengembangkan kecerdasan adversitas di kalangan pegawai agar mereka dapat memberikan performa terbaik mereka dalam menjalankan tugas-tugas publik yang sangat penting.

Referensi:

Bakker, A.B., & Demerouti, E. (2007). The Job Demands-Resources model: State of the art. Journal of Managerial Psychology, 22(3), 309-328.

Chaudhary, V., Mohanty, S., Malik, P., Saleth Mary, A. A., Maroor, J. P., & Nomani, M. Z. M. (2022). Faktor-faktor yang memengaruhi keterlibatan karyawan virtual di India selama Covid-19. Mater Hari Ini Prosiding, 51, 571–575. doi: 10.1016/j.matpr.2021.05.685

Dewi, N., & Sawitri, D. (2015). Kecerdasan adversitas dan keterlibatan kerja pada karyawan PT. Gandum Mas Kencana Kota Tangerang. Jurnal Empati, 4(1), 123–129. https://doi.org/10.14710/empati.2015.13128

Fauziah, H., Ayu, M., & Syahpitra, R. T. (2020). Analisis Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal Manajemen5(1). https://jurnal.saburai.id/index.php/manajemen/article/view/649

Hidayat, O. (2020). Pengaruh kecerdasan adversitas terhadap komitmen dalam berorganisasi pada pengurus organisasi mahasiswa FIP UNY. Eprints Uny Ac Idhttp://eprints.uny.ac.id/12345

Ogi, I.W., Sendow G.M., Warongan J.B. (2014). Pengaruh Kompetensi, Komitmen Organisasi dan Keterlibatan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Pln (Persero) Wilayah Suluttenggo. Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, vol. 2, no. 4. https://www.neliti.com/id/publications/2375/pengaruh-kompetensi-komitmen-organisasi-dan-keterlibatan-kerja-terhadap-kinerja#cite

Prahara, S. A., Dewi, R. P., & Astuti, K. (2021). The Millennials: Adversity Intelligence and Work Engagement. JPAI (Journal of Psychology and Instruction), 4(3), 71-76. https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JoPaI

Puspita, N., Nugroho, N., & Banun, A. (2020). The influence of organizational culture and work engagement over employee performance mediated by employee loyalty. JOMA, 4(5). [https://www.kemalapublisher.com/index.php/JoMA/article/view/490]

Somaratne, C. S. N., Jayawardena, L. N. A. C., & Perera, B. M. K. (2020). Role of adversity quotient (AQ) on perceived stress of managers: With specific reference to AQ dimensions. Kelaniya Journal of Management, 8(2), 40-50. https://doi.org/10.4038/kjm.v8i2.7603

Stoltz, P.G. (2007). Adversity Quotient: Turning Obstacles into Opportunities. New York: John Wiley & Sons.

Tae, D.-S., Hong, S.-B., & Kim, M.-H. (2018). Effects of adversity quotient (AQ) on cognitive flexibility and work engagement among cosmetologists. Asia Life Sciences, August 2018. https://www.researchgate.net/publication/327940042_Effects_of_adversity_quotient_AQ_on_cognitive_flexibility_and_work_engagement_among_cosmetologists

Tanjung, H. (2020). Pengaruh Keterlibatan Kerja Dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Pegawai. Jurnal Humaniora. Ilmu Sosial dan Politik, 4(2), DOI: https://doi.org/10.30601/humaniora.v4i2.1278 http://jurnal.abulyatama.ac.id/index.php/humaniora/article/view/1278

Wiwik I. (2004). Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan dengan variabel moderator etos kerja spiritual: Studi Empiris pada P.T. Semen Gresik (Persero) Tbk. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA. https://repository.unair.ac.id/35516/