Vol. 9 No. 20 Oktober 2023
Perilaku Pro Lingkungan Dengan Cara Reuse pada Ibu Rumah Tangga
Oleh:
Elyza Alvinna Mu’arif
Fakultas Psikologi, Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 81 tahun 2012 tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Peraturan ini membahas tentang prinsip 3R, bahwa pemerintah bertanggung jawab pada pembuatan kebijakan, pengadaan anggaran, pengadaaan sarana dan prasarana, pengelolaan sampah, mewajibkan perusahaan untuk melakukan 3R, pemberian kompensasi dampak negatif pengelolaan sampah, pengembangan dan penerapan teknologi dalam mengelola sampah, sistem informasi, memberdayakan masyarakat, monitoring, pembinaan dan evaluasi. Menurut data sikap pada lingkungan hidup yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2012, pada 5 pulau dan kepulauan di Indonesia (Shinta, 2019):
Wilayah |
|
Pengetahuan (%) |
|
|
Afeksi (%) |
|
|
Rendah |
Sedang |
Tinggi |
Rendah |
Sedang |
Tinggi |
Sumatera |
1,3 |
47,9 |
50,8 |
1,1 |
73,5 |
25,4 |
Jawa |
1,5 |
29,9 |
68,6 |
1,0 |
54,3 |
44,7 |
Bali, Nusa Tenggara |
2,1 |
29,7 |
68,2 |
1,3 |
62,4 |
36,3 |
Kalimantan |
17,3 |
46,6 |
36,1 |
17,7 |
60,9 |
21,4 |
Sulawesi |
3,2 |
34,9 |
61,9 |
0,8 |
52,6 |
46,6 |
Maluku, Papua |
0,6 |
43,8 |
55,6 |
0,3 |
69,7 |
30,0 |
Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua data tersebut memaparkan bahwa pengetahuan terhadap lingkungan yang dimiliki masyarakat tinggi lebih banyak daripada afeksi dengan kategori tinggi. Hal tersebut berati Indonesia mempunyai pengetahuan yang baik tentang lingkungan hidup, akan tetapi dalam afeksi sangat kurang hal tersebut erat kaitanya dengan perilaku pro lingkungan. Perilaku pro lingkungan didefinisikan sebagai suatu tindakan untuk mengurangi kerusakan lingkungan seperti penghematan energi, penggunaan transportasi, penanggulangan sampah, berperilaku hemat, daur ulang dan konservasi lingkungan (Davis et al, 2009).
Sampah rumah tangga merupakan salah satu isu lingkungan yang semakin memperhatinkan sampai saat ini. Sampah rumah tangga memiliki komposisi sampah paling banyak sebesar 60% namun persentase pengelolaannya hanya mengalami peningkatan rata-rata 4 % saja dari tahun ke tahun, dan tidak mengalami peningkatan. Hal tersebut tidak sebanding dengan volume sampah yang masuk setiap tahunnya, maka dari itu permasalahan sampah yang terjadi harus diselesaikan terlebih dahulu dari sumber sampah yang paling banyak yaitu sampah yang bersumber dari sampah rumah tangga (Dayana, 2021). Ibu rumah tangga memiliki kegiatan yang sangat erat berkaitan dengan aktivitas rumah tangga khususnya dapur dan menghasilkan sampah (Rahmia & Ernawatib,2021).
Semakin hari sampah rumah tangga terus meningkat. Salah satu cara untuk mengurangi dampak negatif dari sampah rumah tangga adalah dengan menerapkan prinsip reuse. Pada tahapan reuse ini merupakan tahapan untuk menggunakan kembali suatu produk tanpa melalui proses perubahan fisis, kimiawi, dan biologis. Yang berarti kita memanfaatkan fungsi awal sebuah benda semaksimal mungkin (Hartono et al, 2019). Jadi reuse atau penggunaan kembali barang-barang yang sudah tidak terpakai dari sampah rumah tangga. Reuse ini merupakan salah satu bentuk perilaku pro lingkungan yang dapat. Prinsip ini melibatkan penggunaan kembali barang-barang bekas atau pengurangan pembelian barang-barang baru yang tidak perlu. Dengan menerapkan reuse, ibu rumah tangga dapat berperan dalam mengurangi limbah dan menghemat sumber daya alam. Meskipun pada kenyataannya tidak semua ibu rumah tangga melakukan reuse. Padahal reuse memiliki manfaat yang jelas dan mempunyai tantangan tersendiri, seperti kurangnya kesadaran, keterbatasan waktu, dan preferensi terhadap barang-barang baru.
Penggunaan kembali barang-barang yang sudah tidak terpakai untuk meminimalkan pembelian barang baru dengan memperbaiki barang yang rusak atau membeli barang bekas merupakan hal lain untuk berperilaku pro lingkungan. Salah satu contohnya adalah menggunakan kantong keresek sampai benar-benar rusak dan tidak dapat digunakan kembali, memakai sikat gigi bekas untuk menyikat sepatu, menggunakan bekas kaleng susu sebagai wadah penyimpanan mainan atau pot bunga, memanfaatkan kain bekas pakaian sebagai lap, menggunakan botol besar bekas sampo atau sabun untuk wadah penyimpanan barang. Hal tersebut merupakan upaya guna ulang yang dilakukan untuk memperpanjang usia penggunaan barang sebelum benar-benar menjadi sampah dan tiba di TPA.
Dalam upaya melindungi lingkungan dan mengelola sampah rumah tangga dengan lebih baik, peran ibu rumah tangga sangat penting. Melalui tindakan reuse yang sederhana namun efektif, ibu rumah tangga dapat menjadi suri teladan dalam perubahan pro-lingkungan di rumah mereka. Dengan menyadari manfaatnya dan mengatasi hambatan-hambatan yang ada, ibu rumah tangga dapat berkontribusi menjaga lingkungan yang lebih baik kepada generasi berikutnya. Artinya, tindakan reuse pada tingkat rumah tangga bukan hanya baik untuk lingkungan, tetapi juga merupakan langkah positif dalam menjalani kehidupan berkelanjutan.
Referensi:
Davis, J. L., Green, J. D., & Reed, A. (2009). Interdependence with the environment: Commitment, interconnectedness, and environmental behavior. Journal of Environmental Psychology, 29, 173–180.
Dayana, M. (2021). Kolaborasi stakeholders dalam pengelolaan sampah rumah tangga di Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar. Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Vol 19 (2), Agustus, 106-116.
Hartono, D., Priadi, C., Ombasta, O., & Islami, B. (2019). Sampahku Tanggung Jawabku. Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Daputi Bidang Koordinasi SDM, Iptek dan Budaya Maritim.
Rahmia, N., Ernawatib, E. (2021). Perilaku ibu rumah tangga dalam pengelolaan sampah di Kecamatan Pauh Kota Padang. Jambura Geo Education Journal, Vol 2 (1), Maret, 01-06.
Shinta, A. (2019). Penguatan pendidikan pro lingkungan hidup di sekolah-sekolah untuk meningkatkan kepedulian generasi muda pada lingkungan hidup. Yogyakarta: Galangpress.