Vol. 9 No. 19 Oktober 2023
Mengendalikan Emosi Negatif dengan Mendaki Gunung, Efektifkah?
Oleh:
Erina Nur Faridha
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA
Topik mengenai kegemaran mendaki gunung sangat hangat dan sering menjadi perbincangan di kalangan anak muda. Pendakian gunung merupakan suatu kegiatan yang mampu menyegarkan pikiran yang suntuk. Pendakian gunung di era saat ini tidak lagi menjadi hal yang langka, akan tetapi sudah banyak digeluti oleh kalangan muda sampai orang tua, tidak hanya dijadikan sekedar hobi akan tatapi dijadikan sebagai salah satu bentuk self healing bahkan prestasi oleh beberapa kalangan. Kegiatan di alam bebas juga dapat melatih kepribadian yang dimiliki oleh seseorang, dimana kegiatan ini sama seperti berjalan ke pelosok negeri sehingga menimbulkan rasa bangga dan cinta yang meningkat terhadap tanah air. Hal ini dapat menimbulkan rasa simpati dan empati sehingga emosi negatif yang dirasakan akan tergantikan secara perlahan dengan emosi positif yang muncul. Dymond (1995) menjelaskan bahwa empati berfungsi dalam penyesuaian diri karena kesadaran dalam diri bahwa sudut pandang setiap orang berbeda sehingga lebih fleksibel, optimis dan memiliki kematangan emosi.
Kegiatan pendakian gunung merupakan kegiatan yang penuh tantangan, memerlukan tenaga dan tekad yang kuat untuk bisa survive selama pendakian. Seseorang akan dapat merasakan kepuasan tersendiri apabila mencapai puncak gunung, menyaksikan keindahan alam diatas ketinggian, melihat kawah dan pepohonan di sepanjang perjalanan. Pendakian gunung tidak hanya dapat dilakukan oleh laki-laki, akan tetap seiring berkembangnya zaman banyak dari kalangan perempuan yang juga melakukan kegiatan tersebut. Tentunya tujuan utama setiap individu dalam mendaki gunung berbeda-beda. Di antaranya adalah mencari ketenangan, mencoba hal baru, melatih kemampuan diri dalam survive di alam liar, sebagai pelampiasan dari masalah-masalah di kehidupannya, seperti kegagalan dalam karir, percintaan dan pertemanan. Tentunya semua hal itu akan sangat bersinggungan dengan bagaimana individu tersebut merespon atau mengendalikan emosi yang dirasakannya. Banyak dari kalangan anak muda yang melakukan pendakian sebagai pelampiasan dari rasa kecewa yang dirasakan terhadap masalah yang dihadapinya. Menurut Gunarsa (1993) menjelaskan bahwa masalah merupakan persoalan-persoalan dalam kehidupan yang timbul dari lingkungan psikis, keluarga dan masyarakat dan membutuhkan penyelesaian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap masalah yang dihadapi oleh individu membutuhkan penyelesaian atau pemecahan masalah yang sesuai agar individu tersebut dapat mencapai perkembangan yang optimal dalam menerima emosi negatif yang dirasakan.
Kemudian, kenapa banyak dari kalangan anak muda yang mengalami kegagalan dalam kehidupannya mencoba berdamai terhadap dirinya dengan mendaki gunung? Hal tersebut bukan semata-mata hanya trend dan ikut-ikutan saja, akan tetapi jika dilihat dari sisi psikologis mendaki gunung menjadi hal yang sangat positif dan memiliki banyak manfaat, diantaranya:
1. Hiking bisa membantu mengurangi stress
Sebuah studi kasus pada tahun 2015 menjelaskan bahwa berjalan di dekat tanaman hijau yang jauh dari kebisingan lalu lintas dapat membuat hati merasa lebih tenang dan tentram, sehingga membantu mengurangi pikiran yang penuh tekanan
2. Membuat ingatan menjadi lebih tajam
Menurut Harvard Health olahraga fisik secara perlahan mampu mengubah otak dengan cara positif, meningkatkan ingatan dan mengasah kemampuan berpikir.
3. Mendongkrak kebahagiaan
Dengan berada disituasi yang berbeda, suara alam dan sunyinya pegunungan mampu menimbulkan kedamaian dalam hati, sehingga mampu meningkatkan hormon endorfin dalam diri seorang individu.
4. Mendaki bisa menjadi alat terapi tambahan
Jika dilihat dari sisi kesehatan mental, melakukan pendakian sangat memerlukan tenaga yang ekstra sehingga mampu membakar emosi negatif dalam diri seorang individu. Dengan fokus terhadap terhadap rute dan treck pendakian mampu mengalihkan pikiran negatif seseorang.
Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Kadiyono & Anmarlina (2016) dimana maksud dari pengendalian emosi atau anger management merupakan skill mereduksi amarah atau stress yang diperlukan semua individu. Dengan adanya hal tersebut maka menjadi salah satu cara yang dapat diterapkan dalam pengendalian emosi.
Referensi:
Dymond, S. (1995) Conditional Discrimination Responding in Non-Humans. The Irish Journal of Psychology, 16(4), 334-345.
Gunarsa, S. D. 1993. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. PT Gramedia Pustaka Utama.
Kadiyono, A. L., & Anmarlina, F. (2016). Teknik Yoga sebagai Intervensi dalam Melakukan Anger Management pada wanita Dewasa Awal. Jurnal Intervensi Psikologi (IJP), 8 (2), 185-201. https://doi.org/10.20885/intervensipsikologi.vol8.iss2.art3.