ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 19 Oktober 2023

 

Berawal Iseng Menjadi Dendam dan Berujung Melakukan Cyberbullying, Seperti Apa Motif dan Bentuknya?

 

Oleh:

Yolanda Dwi Setyorini & Allsyah

Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

 

Setiap perkembangan pasti selalu disertai dengan dampak positif maupun negatif termasuk perkembangan teknologi. Salah satu penikmat perkembangan teknologi yang dihawatirkan terkena dampak negatif adalah remaja, karena pada usia remaja merupakan periode transisi dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa. Pada periode remaja, manusia akan mengalami krisis identitas diri sehingga pada masa ini rentan akan kekerasan baik dalam dunia nyata maupun dunia maya. Salah satu bentuk kekerasan yang sering dialami remaja dalam dunia maya adalah Cyberbullying.

 

Cyberbullying yaitu tindakan mengintimidasi menggunakan media atau perangkat elektronik, tindakan perundungan di media sosial adalah tindakan yang disengaja oleh pelaku dengan maksud atau tujuan   yang menyebabkan timbulnya kerugian, tindakan yang selalu dilakukan secara konsisten atau berulang-ulang, Cyberbullying selalu melibatkan suatu unsur hubungan yang ditandai dengan adanya ketidakseimbangan kekuatan (Hidayah et al., 2022).

 

Menurut Patchin dan Hinduja (dalam Malihah & Alfiasari, 2018) Cyberbullying terjadi ketika seseorang berulang kali melecehkan, menghina, atau mengejek orang lain menggunakan media internet melalui ponsel atau perangkat elektronik lainnya. Contohnya seperti mengunggah gambar seseorang yang memalukan dan menyebarluaskan melalui media sosial, mengirimkan ancaman melalui pesan singkat berulang-ulang, dan menggunakan akun palsu untuk menghina orang lain.

 

Perilaku cyberbullying biasanya terjadi dikarenakan adanya sebuah permasalahan khusus antara pelaku dan korban yang akhirnya membawa mereka sampai ke kasus cyberbullying. Hal ini dapat diakibat karena adanya sikap pelaku yang iri atau dendam kepada korban sehingga pelaku ingin melakukan tindakan intimidasi tersebut untuk memenuhi keinginannya karena ada rasa bangga tersendiri terhadap diri pelaku ketika perlakuan tersebut berhasil dilakukan dan membuat korban merasa terpojok, sedih bahkan depresi.

 

Pandie & Weismann (2016) menyatakan bahwa kecenderungan remaja untuk menjadi pelaku cyberbullying yang pertama yaitu dendam yang tidak terselesaikan.  Alasan lain yang membuat remaja menjadi pelaku adalah faktor kesengajaan karena para pelaku mungkin tersakiti atau marah karena komunikasi yang dikirimkan dalam berjejaring sosial. Pelaku cenderung merespon dengan marah atau frustasi.

 

Motif Cyberbullying

Menurut Pandie & Weismann, (2016) terdapat beberapa motif pelaku cyberbullying, yakni:

 

a.       Dendam “The Vengeful Angel

Biasanya hal ini diawali karena terlibat dalam ketegangan, persaingan dan benturan sosial yang diwarnai rasa benci dan dendam kesumat. Karena dendam yang tak terselesaikan pelaku melakukan aksinya dengan cara membully orang lain agar rasa amarahnya terlampiaskan.

 

b.       Pelaku yang Termotivasi (Motivated Offender)

Motivasi pelaku melakukan kejahatan di internet sangatlah banyak antara lain pembajakan, balas dendam, pencurian atau sekedar iseng. Salah satu bentuk motivated offender, yakni sekedar iseng dan dalam istilah bullying bentuknya.

 

c.       Keinginan untuk dihormati

Pelaku dengan didasari keinginan untuk dihormati dan ditakuti atau kadang hanya iseng untuk menyakiti remaja lain, kadang karena ketidaksukaan pelaku terhadap remaja lain. Pelaku bukanlah orang yang berpengaruh melainkan khalayak kecil di antara teman-teman atau lingkaran sekolah pelaku.

 

d.       Mean Girls

Ini terjadi ketika cyberbully bosan dan mencari hiburan. Pelaku ini yang paling matang dari semua jenis cyberbullying. Biasanya dalam “Mean Girls” situasi intimidasi cyberbullies adalah perempuan. Yang paling sering pelaku lakukan adalah mengintimidasi para gadis atau anak laki-laki. “Mean Girls” biasanya dilakukan melalui perencanaan bersama dalam kelompok dan dilakukan bersama-sama dalam suatu ruangan.

 

e.       The Inadvertent Cyberbully (Pelaku dengan Unsur Kesengajaan)

Cyberbullies dengan unsur sengaja hanya merespons dan tidak pernah berpikir sama sekali akan konsekuensi dari tindakan tersebut. Para pelaku mungkin tersakiti atau marah karena komunikasi yang dikirimkan dalam berjejaring sosial. Pelaku cenderung merespon dengan marah atau frustrasi.

 

Bentuk - Bentuk Cyberbullying

Menurut Pandie dan Weismann (dalam Malihah & Alfiasari, 2018) Perilaku cyberbullying terdiri dari beberapa bentuk yaitu flamming, harassment, cyberstalking, denigration, impersonation, outing, trickery, & exclusion. Sebagai berikut:

 

a.       Flamming

Flamming merupakan kata-kata penuh amarah dan hujatan yang disampaikan secara umum, Hal ini jelas menimbulkan sebuah pertikaian antar remaja yang berperilaku tersebut dan korban akan kesal karena sebuah ucapan vulgar, merendah atau negatif yang diterimanya secara publik.

 

b.       Harrasment

Harrasment merupakan kata-kata yang dikirimkan secara pribadi berupa cacian dan makian yang dilakukan secara terus menerus, Perilaku tersebut justru membuat korban merasa tidak tenang, dikarenakan tindakan yang didapatkannya selalu mengganggu disetiap aktifitasnya.

 

c.       Cyberstalking

Cyberstalking merupakan informasi pribadi yang sering diunggah korban melalui media sosial rentan untuk dibuntuti pelaku seperti lokasi dan rencana harian serta lain sebagainya, Dalam dunia maya tidak seharusnya seseorang yang menggunakan media sosial harus memberitahu semua aktivitas harian yang dilakukannya, karena disisi lain hal itu dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. 

 

d.       Denigration

Denigration merupakan pengunggahan rumor seseorang dan kebohongan yang kejam untuk merusak reputasi dan nama baik seseorang. Denigration yaitu proses mengumbar keburukan seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik seseorang tersebut. Denigration merujuk kepada fitnah yang merupakan pembicaraan tentang target yang berbahaya, tidak benar, atau kejam. Denigraton juga secara khusus menimbulkan masalah yang berkaitan dengan perlindungan kebebasan berbicara.

 

e.       Impersonation

Impersonation merupakan penyamaran menjadi orang lain untuk melakukan perundungan, perilaku ini dilakukan karena adanya rasa dendam yang dimiliki oleh penyamar sehingga mempunyai keinginan yang besar untuk meretas akun media sosial korban bahkan tetap menggunakan akunnya namun mengubah namanya menjadi nama korban atau menggunakan akun palsu, dengan tujuan agar korban dapat terlihat buruk sehingga dapat merusak reputasi nama baiknya.

 

f.         Outing

Outing merupakan penyebaran rahasia pribadi seseorang untuk merusak reputasinya. Penyebaran rahasia orang lain merupakan hal yang tidak pantas dilakukan, selain merusak reputasi korban, korban akan merasa malu bahkan depresi terhadap rahasianya yang sudah disebarluaskan.

 

g.       Trickery

Trickery merupakan suatu tipu daya yang dilakukan agar mendapatkan rahasia pribadi seseorang seperti dengan berpura-pura bersahabat untuk menjalin sebuah kepercayaan. Trickery merupakan sebuah proses dari perilaku outing, berhasil dan tidaknya tindakan penyebaran rahasia korban tergantung dari bagaimana cara pelaku melakukan trickery.

 

h.       Exclusion

Exclusion merupakan suatu bentuk pengucilan yang dilakukan pada aktifitas komunitas secara online seperti mengeluarkan seseorang dari grup online tanpa alasan yang jelas atau tidak menghiraukan seseorang di dalam grup. seseorang yang sering dikucilkan pun akan merasa trauma ketika dimasukan kembali kedalam grup sehingga tindakan exclusion patut untuk dihentikan.

 

Contoh Kasus

Dilansir dari detiknews, pada tahun 2010, Nurarafa alias Farah (18 tahun) terdakwa kasus penghinaan melalui situs jejaring sosial facebook dijatuhi vonis dua bulan 15 hari dengan masa percobaan selama lima bulan oleh hakim di Pengadilan Negeri Bogor. Dalam perkara tersebut, Ferly Fandini sebagai korban melaporkan penghinaan atas dirinya yang dilakukan oleh Nurarafah alias Farah. Saat itu Farah mengaku cemburu atas kedekatan pacarnya (Ujang) dengan pelapor (korban), sehingga Farah menulis kata-kata hinaan dalam facebooknya.  

 

Perlindungan dari Cyberbullying

Dalam hukum Indonesia, peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cyber bullying adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Sebelum adanya UU ITE, peraturan yang sering digunakan adalah Pasal 310 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terkait penghinaan dan pencemaran nama baik. Pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terdapat 10 pasal yang menyimpan ancaman sanksi pidana bagi pelanggarnya, yakni mulai dari pasal 27 sampai dengan pasal 37 dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) (Republik Indonesia, 2008).

 

Bagaimana berinteraksi dengan bijak di media sosial sehingga terhindar dari perbuatan cyberbullying serta langkah apa yang harus dilakukan jika menjadi korban cyberbullying. Menurut Hidayah et al., (2022) ada beberapa cara bijak bermedia sosial antara lain adalah sebagai berikut:

 

1. Berpikir sebelum mengunggah

Hati-hatilah dalam menggunakan media sosial. Banyak kejadian fatal akibat dari unggahan atau komentar seseorang di media sosial. Tak jarang pula orang lain sampai melaporkannya ke pihak berwajib gara-gara kalimatnya yang menyinggung pihak-pihak tertentu. Hindari menghina orang lain, memfitnah, mempermalukan orang lain di media sosial yang nantinya berujung masalah, merundung orang lain atas tindakannya yang dianggap salah.

 

2. Jauhi emosi

Hindari menggunakan media sosial saat sedang emosi atau marah. Ketika sedang marah, biasanya seseorang tidak berpikir panjang lagi saat mengetik kata-kata. Tentu hal itu sangat berbahaya karena bisa menimbulkan dampak buruk.

 

3. Silaturahmi

Manfaatkan media sosial untuk menjalin silaturahmi dengan teman, keluarga besar, tetangga ataupun teman lama yang jarang ditemui karena kesibukan. Jika tidak sempat saling mengunjungi maka gunakanlah media sosial untuk berkomunikasi seperti menanyakan kabar dan sebagainya.

 

4. Buku lebih baik

Internet memang menyajikan banyak sekali informasi namun tidak semua informasi yang beredar di media sosial itu akurat dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya alias hoax. Carilah sumber informasi yang dapat dipercaya.

 

5. Batasi menggunakan media sosial

Luangkan waktu untuk bisa bersosialisasi di kehidupan nyata. Sapalah tetangga di sekitar rumah jika kebetulan bertemu, berkunjung ke rumah saudara dan teman untuk sekadar bertamu, membagikan makanan atau memberikan oleh-oleh sepulang dari bepergian jauh.

 

6. Etika

Bersosialisasi di dunia maya ataupun nyata tidak boleh sampai menyinggung SARA (suku, agama, ras dan antargolongan). Setiap orang unya latar belakang budaya berbeda, hormati itu dan jangan pernah menghina ataupun merendahkan.

 

7. Jaga privasi

Jangan mudah membagikan informasi yang bersifat pribadi di media sosial terutama jika memiliki banyak teman yang sebenarnya tidak semuanya dikenal. Jangan mencantumkan alamat rumah, jadwal keseharian, kartu identitas diri, atau nomor kontak pribadi. Untuk lebih meningkatkan keamanan, lebih baik kunci akun media sosial sehingga segala postingan hanya bisa dibaca oleh orang-orang yang berteman saja.

 

8. Kenali teman

Lebih baik memiliki sedikit teman di media sosial tapi dikenal daripada banyak teman tapi sebagiannya orang yang tidak pernah diketahui. Berhati-hatilah saat menerima permintaan pertemanan atau pengikut (followers).

 

Referensi:

 

Hidayah, A. N., Kartini, I. A., & Susanti, R. (2022). Aspek hukum cyberbullying di kalangan remaja dalam perspektif undang-undang informasi dan transaksi elektronik. Community Services and Social Work Bulletin, 1(2), 53. https://doi.org/10.31000/cswb.v1i2.5866

Malihah, Z., & Alfiasari. (2018). Cyberbullying among Teenager and Its Relationship with Self-Control and Parents- Child Communication. Jurnal Ilmu Keluarga Dan Konsumen, 11(2), 145–156. https://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jikk/article/view/22687/18790

Ndr & Anw. (16 Februari, 2010). Terbukti menghina lewat Facebook, Farah divonis 2 bulan bui. DetikNews. Ditemukan kembali di: https://news.detik.com/berita/d-1300580/terbukti-menghina-lewat-facebook-farah-divonis-2-bulan-bui

Pandie, M. M., & Weismann, I. T. J. (2016). Pengaruh Cyberbullying Di Media Sosial Terhadap Perilaku Reaktif Sebagai Pelaku Maupun Sebagai Korban Cyberbullying Pada Siswa Kristen SMP Nasional Makassar. Jurnal Jaffray, 14(1), 43–62. https://doi.org/10.25278/jj.v14i1.188.43-62

Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Bi.Go.Id, September, 1–2. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/37589/uu-no-11-tahun-2008