ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 13 Juli 2023

 

New Normal: Masih Adakah Masyarakat Indonesia yang Closed Minded dengan COVID-19?

 

Oleh:

Irnawati

Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana Jakarta

 

Di tengah situasi yang tidak pasti mengenai berakhirnya pandemi dan upaya terus dilakukan untuk memahami karakter dan cara mengatasi virus COVID-19, serta adanya dorongan yang tak terhindarkan untuk mengembalikan sektor kehidupan ke keadaan yang normal. World Health Organization (WHO) dan pemerintah di banyak negara telah mulai mengumumkan konsep baru tentang kehidupan seiring hadirnya COVID-19, yang dikenal dengan istilah "new normal". Salah satunya adalah Pemerintah Indonesia yang mengundang semua anggota masyarakat untuk memulai fase baru dalam kehidupan dengan mengubah perilaku dan menyesuaikan diri di tengah wabah COVID-19. Namun, di tengah transformasi ini, masih ada sebagian masyarakat yang terlihat memiliki sikap "closed minded" terhadap pandemi ini. (Mas’udi & Winanti, 2020)

 

Menurut Kruglanski (2004), closed minded adalah kecenderungan seseorang untuk mempertahankan keyakinannya, pandangan, atau prasangka, dan menolak informasi atau bukti yang bertentangan dengan pandangan tersebut. Kruglanski menjelaskan bahwa orang yang memiliki sifat closed minded cenderung mempersempit cara berpikir mereka dan menolak ide-ide atau pandangan baru yang bertentangan dengan keyakinan mereka. Hal ini dapat menghambat perkembangan individu dan masyarakat secara keseluruhan (Kruglanski, 2004).

 

Sikap closed minded pada masyarakat ini muncul karena adanya salah satu faktor yaitu Need for Closure (Kebutuhan Akan Penyelesaian). Penting bagi masyarakat Indonesia untuk mengenali bahwa setiap orang memiliki kebutuhan akan penyelesaian, yaitu motivasi untuk menemukan jawaban atas situasi ambigu yang sesuai dengan pengetahuan yang kita miliki (Kruglanski, 2004). Namun, kebutuhan ini dapat mengarah pada penolakan terhadap perubahan dan informasi baru, yang dapat menjadi masalah di era new normal misalnya seperti menolak mengikuti protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah, menganggap pandemi ini sebagai konspirasi, atau bahkan menyebarluaskan informasi palsu yang dapat mengancam keselamatan publik. Seperti kasus yang terjadi pada tanggal 10 Maret 2023 lalu dimana security adu mulut dengan calon penumpang kereta api di stasiun Pegadenbaru, Subang, Jawa Barat lantaran tidak diizinkan masuk oleh security meski telah memiliki tiket. Alasan yang melatarbelakangi tindakan security tersebut, karena calon penumpang tersebut diketahui belum melakukan vaksinasi sesuai dengan peraturan yang berlaku (Tribun-medan.com, 2023).

 

Oleh karena itu, masyarakat Indonesia perlu kiranya untuk mendorong keterbukaan pikiran, masyarakat juga dapat mencoba mengekspos diri masing-masing pada informasi dan perspektif baru terkait COVID-19. Hal ini dapat membantu mengurangi resistensi terhadap perubahan dan meningkatkan kemungkinan perubahan perilaku yang berhasil (Aisyi, 2020).

 

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga perlu memberikan informasi yang konsisten dengan kepercayaan yang ada. Untuk mendorong perubahan perilaku terkait COVID-19, penting bagi Pemerintah untuk memberikan informasi dan edukasi yang sesuai dengan keyakinan dan sikap masyarakat yang sudah ada. Hal ini dapat membantu mengurangi rasa ancaman dan ketidakpastian yang mungkin terkait dengan perubahan perilaku masyarakat (Mas’udi & Winanti, 2020).

 

Kebutuhan akan closed minded telah ditemukan untuk memprediksi stres dan kecemasan terkait COVID-19. Dengan mengidentifikasi masyarakat yang memiliki kebutuhan tinggi akan closed minded, Pemerintah juga dapat memberikan dukungan dan sumber daya untuk membantu masyarakat mengatasi pandemi. Di bawah tekanan waktu yang tinggi, beberapa masyarakat mungkin cenderung menggunakan jalan pintas untuk memproses informasi dan mendapatkan solusi dengan lebih cepat, yang dapat menyebabkan pengambilan keputusan yang tidak rasional. Untuk menghindari hal ini, pemerintah dan masyarakat dapat meluangkan waktu untuk memproses informasi dengan hati-hati dan mempertimbangkan perspektif yang berbeda (Aisyi, 2020).

 

Secara keseluruhan, paparan diatas dapat membantu masyarakat untuk memahami mengapa beberapa orang mungkin resisten terhadap perubahan dan informasi baru terkait COVID-19 selama era new normal. Dengan mengenali kebutuhan akan penyelesaian dan melakukan pendekatan percakapan dengan empati dan pengertian, pemerintah dan masyarakat dapat mendorong keterbukaan pikiran dan memfasilitasi perubahan perilaku yang sukses.

 

Referensi:

 

Aisyi, R. (2020, July 21). Gawat! Masyarakat Belum Paham New Normal, New Normal Bukan Berarti Kembali Bebas Seperti Semula. KKN Universitas Diponegoro. http://kkn.undip.ac.id/?p=138049

Kruglanski, A. W. (2004). The Psychology of Closed Mindedness. Psychology Press. www.psypress.com/essays

Mas’udi, W., & Winanti, P. S. (2020). New Normal: Perubahan Sosial Ekonomi dan Politik Akibat Covid-19. Gajah Mada University Press. file:///C:/Users/HP/Downloads/New%20Normal_%20Perubahan%20Sosial%20Ekonomi%20dan%20Politik%20Akibat%20Covid-19.pdf

Tribun-medan.com. (2023, March 14). Belum Vaksin, Calon Penumpang Ini Ngotot Naik Kereta Api hingga Cekcok dengan Sekuriti. Medan.Tribunnews.Com. https://medan.tribunnews.com/2023/03/14/belum-vaksin-calon-penumpang-ini-ngotot-naik-kereta-api-hingga-cekcok-dengan-sekuriti