ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 01 Januari 2023

 

Perkembangan Psikologi di Indonesia

 

Oleh:

Eko A. Meinarno

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

 

Pengantar

Ketika membicarakan perkembangan psikologi di Indonesia, acuan utamanya tentu adalah sejarah keberadaan psikologi. Pada titik inilah yang menjadi masalah. Terdapat kesenjangan kondisi lapangan saat ini dengan fondasi-fondasinya. Sebagai contoh, jika saat ini perkembangan psikologi dan terapannya telah menggunakan berbagai alat bantu (yang sederhana sampai yang terkini) dari mana titik awal pemikirannya? Jika memang tidak diketahui pemikirannya, setidaknya apakah diketahui waktu (kapan) dan siapa (tokoh) yang menjadi awal langkah perkembangan itu.

 

Sejarah psikologi di Indonesia kita akan berhadapan dengan berbagai aspek perlu dijabarkan. Namun harus diakui pula bahwa aspek-aspek itu juga tidak mudah ditemukan dan diolah sampai tahap dielaborasi. Tidak mengherankan jika disandingkan dengan pemahaman perkembangan psikologi di luar negeri akan menimbulkan kesulitan. Buku-buku sejarah tokoh dan aliran psikologi luar negeri dapat dikatakan relatif mudah dipahami. Hal ini tidak lepas dari metode pikir yang telah ajeg dan rekam data rapi sampai penulisan ilmiah yang kuat.

 

Kondisi ini bukan berarti membuat ilmuwan psikologi di Indonesia memasrahkan diri dengan keadaan. Sebagai modal pemahaman sejarah psikologi di Indonesia adalah artikel dari Novianti (2000; 2002) dalam buku Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Artikel ini menjadi layak untuk menjadi sumber karena menceritakan secara umum perkembangan psikologi khususnya salam ranah proses pendidikan. Akan tetapi artikel ini masih belum beranjak dari fakta mengenai apa (peristiwa), siapa (tokoh), kapan, dan di mana. Belum sampai pada penggalian mengapa dan dampaknya kemudian, khususnya dalam perkembangan pemikiran psikologi di Indonesia.  

 

Masalah Kesejarahan

Psikologi secara umum diketahui lahir dengan adanya laboratorium yang dibuat oleh Wundt sekitar akhir abad 19. Jika dibandingkan dengan kesejarahan psikologi sosial misalnya, dari terbitnya dua buku psikologi sosial yakni Social Psychology tahun 1908 (Sarwono & Meinarno; Hafiz, 2019). Jika merujuk pada penelitian psikologi sosial, kajian Triplett di akhir abad 19 dianggap sebagai riset psikologi sosial pertama (Triplett, 1898). Maka mestinya kita juga bisa membangun kesejarahan dengan cara yang sama.

 

Modal kesejarahan kita dapat dimulai dengan pendirian fakultas psikologi pertama di Indonesia, adanya lulusan pertama (doktoral psikologi), terbitnya buku ajar psikologi (seperti buku Psikologi Sosial), dan lain-lain. Untuk buku dapat kita ambil dari buku-buku psikologi yang menjadi klasik. Atau penelitian yang menjadi disertasi yang juga menjadi klasik.

 

Remahan Catatan Sejarah

Andai dalam penelitian psikologi khususnya di Indonesia terdapat tema sejarah perkembangan psikologi, tentu menjadi bagian yang paling menarik dan menantang. Dikatakan menarik, dikarenakan acuan kesejarahannya yang tidak mudah. Terlebih memang terlalu banyak catatan yang tidak terekam dengan baik. Untuk itu penulisan mengenai sejarah dan perkembangan psikologi di Indonesia nyaris dipastikan sangat subyektif dan penuh keterbatasan sumber.

 

Catatan-catatan, berupa publikasi, pernyataan, atau alat, termasuk dokumentasi yang terbatas membuat pemetaan sejarah dan perkembangan psikologi di Indonesia mengacu pada sesuatu yang dianggap berharga oleh penulis atau setidaknya dianggap bermakna. Adapun sumber data yang diketahui saat ini adalah buku autobiografi, disertasi, dan tulisan mengenai sejarah psikologi Indonesia.

 

Pertama, buku autobiografi. Temuan sejarah kita dapati pada tulisan autobiografi. Salah satu rujukan autobiografi adalah dari Slamet Iman Santoso (1994) dan Sarlito W Sarwono (2008). Kedua tokoh ini secara masif pada eranya mewarnai psikologi di Indonesia (Meinarno & Ranakusuma, 2021). Kedua, sumber sejarah dari catatan disertasi. Beberapa disertasi para tokoh yakni disertasi Fuad Hassan, Saparinah Sadli (1976), Suwarsih Warnaen (1977), dan Sarlito W Sarwono (1978).

 

Ketiga, yang terakhir adalah tulisan-tulisan lepas dan sederhana tentang sejarah psikologi. Sebagai contoh, Novianti (2000; 2002) yang menulis bab khusus tentang psikologi di Indonesia, tulisan dari Irwanto (2018) yang dalam buku pengantar psikologinya menempatkan bab khusus mengenai tokoh pemikir psikologi Indonesia, Sarwono yang menulis dalam artikel jurnal internasional (Sarwono, 2014). Tulisan terkini yakni dari Meinarno dan Ranakusuma (2021) dan Meinarno dan Saleh (2022) mengenai penentuan linimasa sejarah dan keinginan untuk membangun kesejarahan psikologi Indonesia.

 

Berdasar catatan-catatan lepas dan situasi kondisi Indonesia maka catatan dari Meinarno dan Ranakusuma (2021) cukup berani dengan mengajukan linimasa dari perkembangan psikologi di Indonesia. Linimasa ini sendiri dibangun dengan pertimbangan sosial. Adapun linimasa itu adalah sebagai berikut Era kemerdekaan-orde lama (1950-1970), era Orde baru dan Pembangunan (1971-1997), era Reformasi (1998-2001), dan era Milenial (2002-sekarang).

 

Setting, Tokoh, atau Temuan?

Sampai di sini, setidaknya ada sebuah alur waktu untuk melihat perkembangan psikologi di Indonesia. Namun masih diperlukan hal lain untuk menunjang dengan kuat bangunan pemahaman perkembangannya. Setidaknya dalam faktor-faktor sejarah kita dapat memasukkan tiga domain yakni setting, tokoh, dan temuan.

Sering digaungkan bahwa Indonesia adalah laboratorium sosial terbesar di dunia. Situasi dan kondisi ini jelas menjadi suatu peluang besar bagi psikologi, yang obyek utamanya adalah tingkah laku manusia. Sebagai contoh, riset Triplett (1898) dianggap menunjukkan adanya pengaruh kehadiran orang lain terhadap tingkah laku. Namun, adakah yang cukup berani mengajukan, andai riset itu dijalankan di kebudayaan Indonesia di abad yang sama dengan kondisi feodalisme yang sangat kuat. Apakah anak-anak Indonesia akan bersepeda seperti riset Triplett jika di dalam rombongan itu terdapat anak bangsawan? Riset Sigmund Freud yang fenomenal atau Pavlov pun sangat mungkin dilatari keadaan sosial. Sebagaimana kita tahu bahwa konsep oedipus complex yang diajukan Freud diawali dari legenda Yunani, yang menjadi dasar kebudayaan Eropa modern.

 

Untuk konteks Indonesia, hal ini juga terlihat. Karya-karya disertasi awal para ilmuwan psikologi sangat kental dengan keadaan sosial budaya Indonesia. Beberapa disertasi awal di akhir 1970-an itu diantaranya disertasi dari Suwarsih Warnaen, dan Sarlito W Sarwono, serta Saparinah Sadli menjadi contoh. Disertasi mereka dimulai dari gejala dan eranya, termasuk peristiwa-peristiwa besar yang melingkupinya. Meinarno dan Adam (2022) mengajukan argumen bahwa Masalah internal bangsa yakni pergolakan politik dan keberagaman etnis jelas menjadi latar dari peristiwa yang memungkinkan munculnya gagasan psikologi baru, setidaknya di bidang psikologi sosial. Gejala ini dapat menjadi penanda bagi kita bahwa perkembangan psikologi di Indonesia akan diwarnai secara kuat oleh setting Indonesia yakni kondisi sosial budayanya.

 

Mengenai tokoh, catatan psikologi khususnya pendidikan psikologi menuliskan tokoh pendiri yakni Slamet Iman Santoso (Santoso, 1994). Lembaran pertama pendidikan psikologi adalah pidato dari Slamet Iman Santoso (Santoso, 1952; Santoso, 1975). Saat itu ia mengajukan kalimat “the right Man in the right place”. Pemikiran yang didasari pada kebutuhan pendidikan tepatnya sekolah untuk masyarakat. Keinginan untuk memberi kesempatan bagi banyak kawula muda Indonesia yang saat itu baru merdeka (1945) duduk di sekolah yang tepat dan berguna baginya. Tokoh lain yang sering menjadi rujukan adalah Sarlito W Sarwono (Meinarno & Saleh, 2022). Ia berkontribusi terhadap pengembangan bahan ajar dan menyelamatkan catatan-catatan perkembangan psikologi sampai pada terapan psikologi di masyarakat umum dan pemerintahan (lihat Sarwono, 2004; Sarwono, 2014).

 

Sebagai simpulan, Santoso dalam beberapa kesempatan berupaya menegakkan pembentukan karakter/watak. Terbentuknya watak yang kuat pada tiap-tiap individu akan dapat memajukan bangsa. Sementara Sarwono menggugah kembali para ilmuwan psikologi bahwa Indonesia adalah satu bangsa yang unik. Menjawab itu maka psikologinya sangat mungkin juga menjadi khas juga (Meinarno & Ranakusuma, 2021).

 

Mengenai temuan dasar bisa jadi karya-karya doktor era awal dapat menjadi  fondasi psikologi. Mengenai alat tes (Wibowo, 1977. Kelak menjadi pendiri Fakultas Psikologi Universitas Katolik Atma Jaya), adaptasi tes untuk anak (Gunarsa, 1974. Kelak menjadi pendiri Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara), stereotip etnis di Indonesia (Warnaen, 1979). Terdapat juga pemikiran yang dapat dikategorikan sebagai ide yang khas/ulayat yakni mengenai ide jiwa dari Ki Ageng Suryomentaram (Irwanto, 2018; Jatman, 2008). Berdasar pengalamannya merasa dibedakan, maka ia merenung dan memikirkan siapa dirinya (aku). Ia juga mengenalkan ide pengembangan “rasa” (konsep yang bisa dianggap setara dengan emosi, tapi sangat ulayat bagi masyarakat Jawa) dari diri untuk dapat berempati pada orang lain. Mengenai pemikiran jiwa ini harus diakui mempunyai kerumitan tersendiri sekaligus menantang.

 

Mengenai temuan psikologi di Indonesia, bisa jadi bagai memasuki hutan dalam keadaan berkabut. Tradisi menjaga temuan untuk menjadi landasan riset selanjutnya tampaknya belum menjadi tradisi ilmiah di Indonesia. Maka dari itu hal yang paling mendekati ide temuan yang berkontribusi pada masyarakat ilmiah adalah ketika disertasi menjadi buku yang diterbitkan atau menjadi produk. Beberapa disertasi yang terbit menjadi buku adalah disertasi dari Fuad Hassan (1967), Sarlito W Sarwono (1978), Saparinah Sadli (1976), dan Suwarsih Warnaen (1979). Sementara disertasi yang kemudian menjadi produk adalah disertasi dari Sudirgo Wibowo yang mengembangkan Tes Kemampuan Diferensial (TKD) yang masih kita gunakan sampai sekarang dan Singgih D Gunarsa (1974) yang mengadaptasi Children’s Apperception Test.

 

Adakah Pemikiran dan Aliran Khas untuk Psikologi di Indonesia?

Catatan sejarah psikologi di Indonesia sampai saat ini belum banyak menjelaskan alam pemikiran dari para tokohnya. Secara kasar pembagian sederhananya adalah perkembangan psikologi diwarnai oleh keadaan sosialnya dan di sisi lain adalah pemikiran tentang olah diri.

 

Pembagian kasar ini tentu masih berlanjut dan pasti akan berlanjut. Setidaknya bermunculan ilmuwan-ilmuwan baru yang secara perlahan membuka peluang munculnya teori atau setidaknya konsep-konsep psikologi khas Indonesia. Kekhasan ini tidak terelakkan karena banyak faktor yang selama ini tidak dianggap sebagai hal yang berpengaruh, saat ini dimungkinkan untuk diteliti. Sebagaimana ide dari Takwin (2022) mengenai tantangan dan penerapan psikologi sosial, tampak dengan jelas kebutuhan pemahaman pada gejala yang khas dan dianalisis tidak dengan satu perspektif. Meminjam istilah Takwin, “psikologi menjadi subdisiplin yang tidak saling tengok” dengan bidang lain. Padahal psikologi jelas tidak lepas dari individu berespon pada gejala yang dihadapi.

 

Apa yang disampaikan Takwin, secara perlahan telah direspon. Sebagai contoh, dengan Islam sebagai agama yang dianut secara mayoritas di Indonesia muncul pemikiran integrasi Islam dan psikologi (lihat Bastaman, 1995). Paradigma bisnis juga mulai mewarnai perkembangan psikologi, dengan catatan bahwa fondasinya juga terbentuk adanya ilmu lain termasuk manajemen dan tingkah laku keekonomian (lihat Soeharso, 2020). Atau membuka wawasan yang sama sekali baru (lihat Hafiz & Meinarno, 2019).

 

Penutup

Perkembangan psikologi di Indonesia, khususnya dari area sejarah masih menjadi area terbuka penelitian. Catatan-catatan kesejarahannya masih berjalan di linimasa dan capaian-capaian berupa kertas kerja. Namun pemikiran dan teori tampaknya masih sepi dari perhatian.

 

Perkembangan psikologi di luar negeri sangat pesat. Hal yang menarik adalah bahwa perkembangan ini bukan semata karena adanya teknologi yang menunjangnya, justru kepekaan terhadap gejala dan keinginan untuk mencari jawaban dari masalah manusialah yang membuat psikologi berkembang. Capaian-capaian yang tercatat (setidaknya dalam naskah ini) dapat menjadi modal kita. Sejarah dibuat oleh orang yang mau menorehkan catatan untuk bidangnya. 

 

Referensi

 

Bastaman, H. (1995). Integrasi psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi Islami. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Gunarsa, SD. (1974). Children’s Apperception Test (CAT-AI) sebagai test proyeksi untuk assessment kepribadian anak dan 11 dalil. Disertasi Strata Tiga. Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan.

Hafiz, SE., Meinarno, EA. Penyunting. (2019). Psikologi Indonesia. Rajawali Pers. Jakarta.

Hassan, F. (1967). Neurosis sebagai Konflik Eksistensial. Disertasi Strata Tiga. Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan. http://www.ui.ac.id. Prof. Dr. Fuad Hassan - Universitas Indonesia (diunduh medio Maret 2021). 

Irwanto. (2018). Sejarah psikologi: Perkembangan perspektif teoretis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Jatman, D. (2008). Ilmu Jiwa Kaum Pribumi. Pidato Pengukuhan.

Meinarno, EA., Saleh, AY. (2021). Hitler Hilang dalam Sejarah?  Perlunya Pemahaman Sejarah Perkembangan Ilmu Psikologi di Indonesia. Buletin KPIN Vol. 7 No. 10 Mei 2021. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/831-hitler-hilang-dalam-sejarah-perlunya-pemahaman-sejarah-perkembangan-ilmu-psikologi-di-indonesia.

Meinarno, EA., Ranakusuma, OI. (2012). Memulai Pemahaman Sejarah Psikologi di Indonesia. Buletin KPIN Vol. 7 No. 24 Des 2021. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/939-memulai-pemahaman-sejarah-psikologi-di-indonesia

Meinarno, EA., Saleh, AY. (2022). Sejarah Psikologi Sosial Kita Bagaimana? Buletin KPIN Vol. 8 No. 11 Juni 2022. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/1054-sejarah-psikologi-sosial-kita-bagaimana

Meinarno, EA., Adam, FA. Jika Psikologi Sosial Lahir di Indonesia: Peristiwa-Peristiwa Yang Mungkin Mewarnai Kelahirannya. Buletin KPIN. Vol. 8 No. 18 September 2022. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/1126-jika-psikologi-sosial-lahir-di-indonesia-peristiwa-peristiwa-yang-mungkin-mewarnai-kelahirannya

Novianti, A. (2000; 2002). Psikologi di Indonesia. Dalam Berkenalan dengan aliran-aliran dan tokoh-tokoh psikologi. Bulan Bintang. Jakarta.

Sadli, S. (1976). Persepsi sosial mengenai perilaku menyimpang. Bulan Bintang. Jakarta.

Santoso, SI. (1952). Pemeriksaan psikologis sebagai dasar untuk sekolah. Dalam Pembinaan Watak: Tugas Utama Pendidikan. UI Press. Jakarta.

Santoso, SI. (1975). Psychologi sebagai ilmu pengetahuan dan hari depan. Bulan Bintang. Jakarta. 

Santoso, SI. (1994). Warna-warni pengalaman hidup R. Slamet Iman Santoso. Penyunting Boen S Oemarjati. UI Press. Jakarta. 

Sarwono, SW. (2004). Psychology in Indonesia. Handbook of international psychology, 453-466. Stevens, M. J., & Wedding, D. (Eds.). (2004). Routledge.

Sarwono, SW. (2008). Sarlito Wirawan Sarwono dari Tegal ke Internasional: Yang penting usaha. Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian. Jakarta.

Sarwono, SW. (2014). Internationalization of Psychology Education in Indonesia. Psychology Research, 868.  

Soeharso, SY. (2020). Psikologi bisnis: Paradigma mengelola bisnis. Lautan Pustaka. Yogyakarta.

Takwin, B. (2022). Tantangan Bagi Psikologi Sosial Indonesia: Memperkuat Teori dan Memperluas Penerapan. Temu Ilmiah Nasional IPS 2022, 14-15 Oktober. “Perkembangan Psikologi Sosial: Sains, Aplikasi dan Profesi”. Universitas Indonesia. Depok.

Triplett, N. (1898). The dynamogenic factors in pacemaking and competition. The American journal of psychology9(4), 507-533.

Warnaen, S. (1979). Stereotip etnik di dalam suatu bahasa multietnik: Satu studi psikologi sosial di Indonesia. Disertasi Strata Tiga. Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan.

Wibowo. S. (1977). Penyusunan test kemampuan diferensiil sebagai test untuk seleksi calon mahasiswa. Disertasi doktoral. Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan.