ISSN 2477-1686
Vol. 8 No. 15 Agustus 2022
Mengenal Konflik Work-Family Yang Dialami Manajer Single Mother
Oleh:
Renata Raissa Sondakh & Nanda Rossalia
Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Working Single Mother yang Bercerai
Fenomena seorang ibu bekerja sudah banyak ditemukan di kalangan masyarakat pada saat ini, Banyak tanggung jawab yang harus dipenuhi, baik di dalam keluarga ataupun di dalam pekerjaan, seperti merawat anak, melakukan pekerjaan rumah tangga, memberikan perhatian kepada keluarga, dan menyelesaikan tugas-tugas di dalam pekerjaan. Terlebih bagi seorang wanita single parent (single mother) yang bercerai dengan pasangannya dan harus tetap mengasuh anak-anaknya. Peran dan tanggung jawab yang dimiliki single mother menjadi lebih banyak, karena adanya peran seorang ayah yang juga harus dipenuhi. Wanita yang cenderung memandang keluarga sebagai kewajiban utama yang harus dipenuhinya menyebabkan seorang single mother memiliki konflik yang lebih besar dalam pemenuhan peran-perannya dibandingkan dengan pria.
Tidak hanya peran-peran yang harus dipenuhi, adanya stigma negatif di masyarakat terhadap single mother juga dapat menjadi salah satu faktor munculnya konflik dalam pemenuhan peran yang ada. Masyarakat di Indonesia cenderung melihat seorang single mother sebagai sosok yang tidak berdaya dan lemah. Tidak sedikit juga masyarakat yang memberi julukan “janda” kepada single mother dan dijadikan sebagai bahan candaan. Selain itu, stereotip gender juga masih muncul di kalangan masyarakat, khususnya dalam pekerjaan. Wanita dianggap tidak dapat menjadi pemimpin yang baik seperti pria, karena wantia cenderung lemah lembut dan terlalu memakai perasaan. Meskipun banyak peran yang harus dipenuhi dan melekatnya stereotip negatif terhadap single mother yang bekerja di jabatan manajerial, angka tenaga kerja wanita di Indonesia semakin meningkat, khususnya pada jabatan manajerial. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS, 2021), seorang single mother yang menduduki jabatan manajerial mencapai angka 57,81% pada tahun 2020.
Peran-Peran Single Mother dengan Jabatan Manajerial
Sebagai seorang single mother, terdapat banyak peran yang harus dipenuhi dalam waktu yang bersamaan. Peran sebagai seorang ibu untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis keluarga, seperti sandang pangan, pendidikan, kesehatan, perhatian, rasa aman, dan kasih saying. Peran sebagai seorang manajer dalam mencapai target perusahaan. Terdapat tiga kategori yang harus dipenuhi oleh seorang manajer dalam menjalankan perannya (Bahari, 2015):
- Informational role yang berfungsi untuk mendapatkan informasi dari lingkungan luar organisasi.
- Interpersonal role yang berfungsi untuk mewakili organisasi dalam setiap kesempatan atau penyelesaian masalah dalam organisasi.
- Decision role yang berfokus pada kemampuan dalam menyusun strategi untuk mempertimbangkan dampak-dampak yang dapat terjadi sebelum pengambilan keputusan.
Terakhir, single mother juga harus memenuhi peran sebagai seorang ayah dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Penulis melakukan penelitian untuk menggali gambaran konflik yang dialami para single mother yang bekerja pada jabatan manajerial. Salah satu partisipan mengungkapkan bahwa tantangan dalam menjadi seorang single mother adalah memenuhi peran gender seorang ayah yang menurutnya tidak pernah dapat digantikan secara utuh oleh seorang ibu. Sisi tegas yang dimiliki ayah dan pola pikir seorang ayah sebagai laki-laki merupakan hal yang sulit untuk dipenuhi, khususnya pada partisipan yang memiliki anak laki-laki. Adanya beban untuk menanggung segala kebutuhan keluarga seorang diri juga menjadi tantangan lain bagi single mother dalam menjalankan peran-perannya.
Dalam menjalankan peran-peran tersebut, dapat menyebabkan adanya konflik yang dialami oleh single mother. Konflik yang dialami juga disebut dengan Work-Family Conflict (WFC), yaitu konflik antar peran yang disebabkan karena ketidaksesuaian tekanan antara peran di dalam pekerjaan dan juga keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985. Terdapat tiga dimensi yang membentuk WFC:
- Time-based conflict terjadi ketika salah satu peran membuat seseorang menjadi sulit untuk memenuhi perannya yang lain. Contohnya, ketika single mother harus bekerja lembur pada akhir pekan sehingga tidak dapat berlibur dengan keluarganya.
- Strain-based conflict berkaitan dengan rasa lelah dan marah, secara khusus ketika tekanan yang muncul pada satu peran memengaruhi kinerja peran yang lain. Contohnya, ketika single mother merasa sedih karena tidak dapat berlibur bersama keluarga di akhir pekan dan lelah karena bekerja lembur.
- Behavior-based conflict dilihat dari perilaku yang ditunjukkan pada satu peran dapat tidak sesuai dengan perilaku yang diharapkan oleh peran lain. Contohnya, penghayatan single mother yang merasa tidak maksimal dalam memenuhi peran untuk hadir bagi keluarganya karena tuntutan pekerjaan yang harus diprioritaskan,
Strategi Coping dalam Mengatasi Work-Family Conflict
Konflik work-family ini dapat menimbulkan tekanan psikologis pada single mother sehingga peran-peran yang dijalankan menjadi tidak maksimal. Dalam mengatasi WFC, single mother perlu memiliki kemampuan dalam melakukan coping, yaitu pemikiran dan perilaku yang digunakan untuk mengelola tuntutan internal dan eksternal dari situasi yang dinilai menimbulkan stres (Lazarus & Folkman, 1985). Terdapat dua bentuk strategi coping yang dapat dilakukan:
- Emotion-focused coping mengatasi stres dengan cara melibatkan emosi, seperti melakukan hobi, menerima kenyataan yang dihadapi, berusaha tetap berpikir positif, meregulasi pikiran dan perasaan, menjaga jarak dari sumber stres, serta menghindari masalah.
- Behavior-focused coping dilakukan jika individu memungkinkan untuk melakukan sesuatu yang merupakan solusi dari masalah atau sumber stresnya, seperti membuat perencanaan dalam mengatasi masalah, mencari solusi dan meminta bantuan orang lain.
Hasil penelitian yang penulis lakukan menunjukkan bahwa para partisipan melakukan kedua bentuk strategi coping dalam mengatasi WFC. Emotion-focused coping membantu partisipan merasa lebih tenang dan mengembalikan suasana hati partisipan ketika mengalami WFC, sedangkan problem-focused coping membantu partisipan untuk mengatasi hambatan yang muncul dalam pemenuhan peran-perannya. Dengan melakukan strategi coping, single mother diharapkan dapat mengurangi tekanan psikologis dari WFC yang muncul akibat pemenuhan peran-peran yang dimilikinya.
Referensi:
Badan Pusat Statistik. (2021). Tingkat proporsi perempuan yang berada di posisi managerial, menurut status perkawinan 2018-2020 [Data set]. https://www.bps.go.id/indicator/40/2007/1/tingkat-proporsi-perempuan-yang-berada-di-posisi-managerial-menurut-status-perkawinan.html
Bahari, C. S. A. (2015). Regulasi diri dalam mengatasi konflik peran ganda pada wanita berkeluarga yang bekerja sebagai manajer [Sastra-1 Skripsi, Universitas Airlangga]. Repository Universitas Airlangga. http://repository.unair.ac.id/26532/
Greenhaus, J. H., & Beutell, N. J. (1985). Sources of conflict between work and family roles. Academy of Management Review, 10(1), 76-88. https://doi.org/10.5465/amr.1985.4277352
Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal, and coping. Springer Publishing Company.