ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 12 Juni 2022

Urgensi Psikologi Dalam Ranah Penerbangan Dan Angkatan Udara Untuk

Meminimalisasi Kecelakaan Penerbangan Akibat Human Error

 

Oleh:

Rahmatunisa Fadilla, Meli, Susanty Gumay, & Hesty Yuliasari

Program Studi Psikologi, Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

 

Saat ini psikologi sudah banyak masuk ke dalam berbagai bidang dan banyak membantu mengoptimalisasikan bidang-bidang tersebut. Salah satu bidang yang juga memerlukan keberadaan psikologi ini yaitu bidang penerbangan ataupun Angkatan Udara. Kesalahan dalam penerbangan merupakan hal yang mutlak harus dihindari karena bisa menyebabkan hal yang fatal seperti jatuhnya pesawat dan menewaskan puluhan bahkan ratusan penumpang. Oleh karena itu, penerbangan memiliki standar keselamatan yang tinggi.

 

Banyak sekali terjadi kecelakaan pesawat dalam penerbangan komersial maupun non komersial di Indonesia. Berdasarkan laporan KNKT per Juni 2020, penyebab mayoritas kecelakaan pesawat di Indonesia adalah faktor manusia (Human Error). Sejak tahun 2016, persentase dari seluruh kecelakaan penerbangan mencapai 51,38% karena faktor manusia. Faktor teknis mencapai 14,08%, faktor lingkungan sebesar 7,28%, dan 2,28% disebabkan oleh faktor fasilitas (Rahmawati dkk, 2020). Lalu bagaimana urgensi psikologi dalam ranah penerbangan dan angkatan udara untuk meminimalisir kecelakaan akibat human error?

 

Untuk mengetahui hal itu, mari kita lihat terlebih dahulu apa saja yang termasuk dalam faktor manusia di penerbangan. Human factors meliputi berbagai isu tentang persepsi, fisik dan kapabilitas mental, interaksi dan efeknya pada individu di pekerjaan dan lingkungan pekerjaan mereka, dan bagaimana pengaruh peralatan dan desain sistem pada kinerja seseorang dan pada akhirnya karakteristik organisasi yang mempengaruhi keamanan terkait perilaku di tempat kerja (Naufalrachman, 2020). Ada dua belas faktor yang dikembangkan oleh Gordon Dupont yang dimana kedua belas faktor ini disebut sebagai “dirty dozen”. Kedua belas faktor ini diadopsi oleh industri penerbangan untuk membahas human error dalam perawatan pesawat (FAA, 2018). Kedua belas faktor tersebut yaitu lack of communication (kurangnya komunikasi), complacency (kepuasan), lack of knowledge (kurangnya pengetahuan), distraction (gangguan), lack of teamwork (kurangnya kerjasama), fatigue (kelelahan), lack of resources (kurangnya sumber daya), pressure (tekanan), lack of assertiveness (kurangnya ketegasan), stresslack of awareness (kurangnya kesadaran), dan norms (norma). 

Berdasarkan faktor “dirty dozen” tersebut, bisa kita lihat bahwa di dalam faktor-faktor tersebut terdapat aspek psikologis. Aspek psikologis tersebut berupa fatigue (kelelahan), dimana ini seringkali dikaitkan dengan perasaan lelah dan  menurunnya kemampuan individu dalam mempertahankan kinerja karena terganggunya siklus biologis tubuh. Distraction (gangguan), dimana individu akan kesulitan menjaga fokus dan produktivitasnya. Lack of assertiveness (kurangnya ketegasan), dimana individu tersebut kurang memiliki kemampuan mengatakan perasaan dan pikirannya. Stress, dimana ini merupakan respon tubuh yang bersifat non-fisik terhadap setiap tuntutan beban individu. Lack of awareness (kurangnya kesadaran), dimana individu gagal dalam mengenali kondisi dan situasi di sekitarnya. Kemudian complacency (kepuasan), dimana merupakan kegagalan untuk mendeteksi kesalahan atau waktu respons yang lambat dalam mendeteksi kesalahan (Merrit, et al, 2019).

 

Peran psikologi dalam sistem penerbangan berhubungan dengan konsep dan teori psikologi yang bisa mendukung dan menambah informasi tentang perilaku manusia dalam operasi penerbangan. Sehingga, urgensi psikologi dalam penerbangan yaitu sebagai upaya pencegahan kecelakaan sampai penyelidikan kecelakaan. Psikologi mengulas sebab-sebab potensial terjadinya kecelakaan penerbangan dalam rangka pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya incident dan accident. Psikologi mengajukan pertanyaan-pertanyaan apakah peristiwa sebelumnya, kognitif internal struktur, keterampilan, pengetahuan, kemampuan, preferensi, sikap, persepsi mempengaruhi perilaku manusia? Selain itu ilmu psikologi menyediakan mekanisme untuk menemukan jawaban melalui penelitian. 

 

Hal ini memungkinkan untuk memahami dan memprediksi perilaku manusia termasuk pilot. Dalam dunia penerbangan ada yang namanya psikologi penerbangan yang merupakan studi tentang individu yang terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan penerbangan. Tujuan psikologi penerbangan yaitu untuk memahami dan untuk memprediksi perilaku individu dalam lingkungan penerbangan. Hal itu memiliki manfaat yang sangat besar dalam dunia penerbangan karena dapat memprediksi secara akurat bagaimana pilot akan berperilaku melalui pembacaan instrument. 

 

Dengan begitu psikologi penerbangan dapat mengurangi kesalahan pilot dengan merancang instrumen yang lebih mudah ditafsirkan dan tidak mengarah terhadap reaksi yang salah. Selain itu, sebelum melakukan penerbangan, pilot akan di tes terlebih dahulu apakah kondisinya layak melakukan penerbangan atau tidak. Dari beberapa hal yang diterangkan diatas, dapat kita ketahui bahwa psikologi dalam penerbanan memiliki peran yang sangat penting dalam mengurangi kesalahan manusia (Human Error).

 

 

Referensi:

 

Rahmawati, R., Martono., Pangesti, R. D., & Mahbub, J. (2021). Persentase Jumlah Model Transportasi Udara di Indonesia Pada Masa Pandemi Covid Tahun 2020. Bangun Rekaprima, 07(2), 62-70.

 

Naufalrachman, Arif. 2020. Analisis Human Factors Pada Mekanik Aircraft Maintenance. Skripsi thesis. Universitas Airlangga. Diakses dari https://repository.unair.ac.id/98369/

 

FAA. (2018). Aviation Maintenance Technician Handbook - General. Oklahoma City: U.S. Departement of Transportation.

 

Merrit, S. M. et al. (2019). Automation-Induced Complacency Potential: Development and Validation of a New Scale. Front. Psychol, 1-13.

 

Saleh, A. S. (2018). Pengantar Psikologi. Sulawesi: Aksara Timur.