ISSN 2477-1686
Vol.6 No. 08 April 2020
Psychological Self-Help dalam Menghadapi Pandemi Covid-19
Oleh
Sheilla Varadhila Peristianto
Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Situasi pandemi Covid-19 yang terjadi belakangan ini berimbas pada berbagai aspek kehidupan manusia. Hampir semua lapisan masyarakat, baik individual, sekelompok orang, serta sampai masyarakat dalam lingkup lebih luas mengalami kerentanan secara fisiologis maupun psikologis. Kondisi fisiologis, rentan akan tertular virus Covid-19 dengan dengan memunculkan berbagai simtom atau gejala fisik. Sedangkan kondisi psikologis erat kaitannya dengan penurunan kesehatan mental (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Perasaan takut, tertekan, tidak tenang, panik, bahkan cemas dan stres sekalipun muncul sebagai reaksi emosi yang menandai bahwa kesehatan mental sedang melemah. Cemas adalah suatu istilah yang menggambarkan reaksi psikologis dengan karakteristik berupa rasa takut, keprihatinan terhadap masa tertentu, dan kekhawatiran berkepanjangan (Starcevic, 2005). Shalev, Yehuda, dan McFarlane (2000) stres merupakan respon psikologis dan fisiologis yang normal terhadap peristiwa yang menghasilkan rasa ancaman, kesedihan, dan ketidakseimbangan pada manusia. Dalam situasi pandemi, seseorang menjadi rentan mengalami reaksi cemas dan stres, terutama ketika mendapat pengetahuan yang keliru mengenai segala informasi Covid-19 maka jelas berdampak munculnya reaksi-reaksi emosi tersebut.
Dalam rangka tetap menjaga kesehatan mental maka dapat dilakukan Psychological Self-Help atau dalam bahasa Indonesia adalah Rencana Pertolongan Psikologis Diri (Tucker-Ladd, 2018). WHO (2013) pertolongan diri merupakan segala usaha yang dapat dilakukan oleh individu maupun kelompok masyarakat dengan maksud mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan, dan memulihkan kesehatan yang dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan profesional. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemeliharaan diri adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kesehatan baik secara fisik maupun mental.
Terdapat beberapa Psychological Self-Help yang dapat dilakukan secara pribadi berkenaan dengan situasi Covid-19, antara lain:
1) Mencari informasi dari sumber yang terpercaya. Banyak pemberitaan mengenai Covid-19 dari berbagai sumber yang terkadang sulit dibedakan informasi benar maupun tidaknya, hampir semuanya menyerupai. Pemberitaan-pemberitaan dari berbagai pihak tidak bertanggung jawab yang terlalu berlebihan tidak didasari data-data akurat justru memunculkan perasaan takut, tidak tenang, dan panik, serta khawatir. Oleh sebab itu yang dapat dilakukan adalah mencari informasi terkini mengenai Covid-19 dari sumber yang dapat dipercaya, misal dari situs web resmi yang telah disediakan oleh pemerintah.
2) Membatasi akses internet. Mau tidak mau internet menjadi sebuah teknologi yang mempengaruhi segala aspek kehidupan, terutama dalam Pandemi Covid-19 saat ini. Semua sektor mulai dari bidang ekonomi, pendidikan dan pekerjaan tertentu dilakukan dengan sistem online oleh sebab itu internet semakin menjadi kebutuhan utama. Namun karena dengan mengakses internet dapat ‘memancing’ para penggunanya untuk memperoleh informasi yang tidak benar berkenaan dengan Covid-19 maka perlu membuat tujuan pribadi ketika hendak mengakses internet. Misal tuliskan, “Hari ini saya akan mengakses internet dengan tujuan untuk melakukan rapat secara online”, “Hari ini saya akan mengakses internet untuk mengakses materi yang diberikan oleh guru ataupun dosen”, “Hari ini saya mengakses internet untuk mencari tugas-tugas”. Maka jika tujuan telah tercapai, dapat dengan segera menutup akses internet tersebut.
3) Olah rasa atau mengelola perasaan (Garnefski & Kraaij, 2006). Menerima bahwa saat ini dalam kondisi cemas sehingga menerima segala bentuk reaksi yang dimunculkan karena cemas. Terimalah kekhawatiran kita dan terimalah perasaan panik kita. Hal ini menjadikan kita lebih menyadari bahwa tanda fisik yang kita munculkan saat khawatir misal dada terasa sesak, nafas terengah-engah, ataupun nyeri adalah tanda fisik yang dimunculkan oleh reaksi emosi, bukan karena Covid-19. Maka perlu diterima dengan menanamkan pengaruh positifnya bagi kehidupan kita. Akibat dari cemas maka kita dapat mengubah hidup menjadi lebih positif, misalnya lebih menerapkan pola hidup bersih sehat, rajin berolahraga, makan dengan gizi seimbang, dan lebih mendekatkan diri pada Tuhan. Oleh sebab itu tidak ada alasan untuk merasa takut, tidak tenang, ataupun panik, justru situasi ini membuat kita merasa lebih bersyukur atas segala kehidupan yang diberikan oleh Tuhan.
4) Menyusun rutinitas harian. Cara yang selanjutnya adalah dengan menyusun rutinitas yang akan dilakukan setiap harinya mulai pagi hingga malam hari, lebih baik jika dituliskan. Misal, pagi hari saya hendak beribadah, memasak, berolahraga, mengakses internet untuk mengerjakan tugas; siang hari saya hendak beristirahat, bermain dengan anak dan anggota keluarga yang lain di taman rumah; sore hari saya hendak mencoba menu masakan baru, bermain bersama keluarga di rumah; malam hari saya beribadah dan membantu anak mengerjakan tugas. Aktivitas yang disusun membuat perasaan menjadi lebih tenang dan berharga (Klima & Rena, 2008).
5) Atur pernapasan (Schaffer, 2000). Selakan waktu untuk melakukan relaksasi pada diri sendiri, cara mudah adalah dengan teknik relaksasi pernapasan. Lakukan saat pagi hari dan malam hari menjelang tidur. Teknik relaksasi bermanfaat untuk mengurangi stres (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2017). Langkah mudah relaksasi pernapasan yang dapat dilakukan yaitu a) Duduk dengan posisi yang santai dan nyaman. Lalu membayangkan hal yang menyenangkan dengan mata terpejam. b) Ikhlas dan sabar mensyukuri nikmat dari Tuhan. c) Menarik nafas dari hidung, menahannya dalam 3 hitungan, lalu menghembuskan nafas dari mulut. Bayangkan seolah beban pikiran telah dilepaskan. Ulangi langkah (c) sebanyak 3 kali.
Referensi:
Garnefski, N., Kraaj, V., & Spinhoven, Ph. (2001). Negative life Events, Cognitive Emotion Regulation and Depression. Personality and Individual Differences. Vol. 30, 1311-1327.
Kemenkes RI. (2017). Profil Kesehatan Indonesia 2016. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Kementrian Kesehatan RI. (2018). Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta: Kemenkes RI.
Klima, T., & Rena, L. (2008). Children’s Peer Relations and Their Psychological Adjusment. Jurnal Merrill-Palmer Quarterly. Vol. 54, No.2, 151-178
Organization WH. (2013). A Global Brief on Hypertension: Silent Killer, Global Public Health Crises (World Health Day 2013). Geneva: WHO.
Schaffer. (2000). Pencegahan Infeksi dan Praktek yang Aman. Jakarta: EGC.
Shalev, A. Y., Yehuda, R., & McFarlane, A. C. (2013). International Handbook of Human Response to Trauma: Springer Series on Stress and Coping.
Starcevic, Vladan. (2005), Anxiety Disorders in Adult: A Clinical Guide. Australia: Oxford University Press.
Tucker-Ladd, C. (2018). Psychological Self-Help Handbook: Psychological Self-Help.