ISSN 2477-1686

 

Vol.6 No. 07 April 2020

 

Fenomena Panic Buying: Ketika Masyarakat Kehilangan Kontrol Diri dalam Menghadapi

Pandemi Covid-19

 

Oleh

Windi Aulia Pratiwi dan Putri Pusvitasari

Fakultas Psikologi, Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

 

Dalam beberapa minggu terakhir dunia sedang diguncang dengan adanya wabah covid-19. Covid-19 sendiri telah ditetapkan oleh WHO (World Health Organization) sebagai pandemi global. Hal tersebut dibarengi dengan wabah covid-19 dibeberapa negara yang menyebar luas dengan cepat dan mengalami lonjakan yang tinggi dalam waktu dekat, salah satunya Indonesia. Dilansir dari kompas.com, (3/3/2020) pemerintah mengumumkan dua kasus positif covid-19 pertama kali pada tanggal 2 Maret 2020. Pengumuman ini tentunya membuat masyarakat Indonesia panik dan ketakutan, karena seperti yang diketahui bahwa covid-19 menurut WHO (World Health Organization) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan. Covid-19 ini merupakan jenis virus baru yang ditemukan pertama kali di Wuhan, Tiongkok, bulan Desember 2019. Covid-19 dapat menyebar dari orang ke orang melalui percikan-percikan dari hidung atau mulut yang keluar saat orang yang terjangkit covid-19 batuk atau mengeluarkan napas. Lalu percikan-percikan itu jatuh ke benda-benda dan permukaan-permukaan yang ada disekitar.  Orang yang menyentuh benda atau permukaan tersebut kemudian menyentuh mata, hidung, atau mulutnya, maka dapat terjangkit covid-19. Oleh karena itu, masyarakat dianjurkan untuk menjaga jarak sekitar satu meter dari orang yang sakit, sering mencuci tangan,  hindari menyentuh mata, mulut maupun hidung dalam kondisi tangan yang kotor, tetap tinggal di rumah jika merasa kurang sehat dan tentunya tetap mengikuti informasi terbaru terkait perkembangan dan penelitian covid-19 melalui website resmi.

Pasca diumumkannya kasus positif covid-19, pemerintah menerapkan aturan lockdown atau membatasi perpindahan orang, membatasi kerumunan orang dan membatasi gerakan orang demi keselamatan bersama. Dilansir dari detik.com (28/3/2020), lockdown di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. Lockdown atau karantina wilayah ini bertujuan untuk mencegah penyebaran covid-19 pada masyarakat. Namun hal ini justru membuat masyarakat cenderung panik dengan keadaan, khawatir secara berlebihan sehingga kehilangan kontrol diri mereka, serta mengikuti perilaku kelompok karena kekhawatiran yang berlebihan tanpa memikirkan dampak terhadap situasi dan masyarakat lainnya. Terutama terkait dengan kebutuhan masker, tisu, dan handsanitizer  sebagai pencegahan terkait covid-19. Hal inilah yang mendorong masyarakat melakukan panic buying, membeli barang secara berlebihan dan bahkan menimbunnya karena takut kehabisan.

Fonomena panic buying akhir-akhir ini sering saya lihat dalam lingkungan masyarakat, seperti halnya dari pengalaman saya kemarin saat mencari masker dan vitamin C sebagai bentuk pencegahan diri saat akan keluar rumah. Saya bertanya kebeberapa toko maupun supermarket, ternyata persediaan  masker dan vitamin C sudah habis terjual. Bahkan saat tersedia pun, kedua produk tersebut dijual dengan harga yang cukup tinggi. Sama halnya ketika teman saya mencari handsanitizer dibeberapa toko sudah habis terjual. Harga jual di toko online pun melonjak secara drastis. Oleh karena itu sebagai alternatif, teman saya memutuskan untuk meracik handsanitizer sendiri dengan bahan seadanya. Sebagian orang mungkin telah membeli kedua produk ini dalam jumlah yang banyak, bisa jadi  sebagai persediaan jangka panjang, namun bisa jadi pula ditimbun untuk dijual kembali dengan harga yang tinggi. Hal yang sangat miris untuk dilakukan pada saat situasi seperti ini.

Dilansir dari kompas.com (3/3/2020), seorang psikolog klinis di Hongkong menjelaskan terkait panic buying kepada South China Morning Post, bahwa ada banyak faktor dari covid-19 yang membuat seseorang bisa merasa kehilangan kontrol. Hal ini bermula saat masyarakat banyak yang terinfeksi covid-19 juga tingginya angka kematian maupun mulai ditutupnya fasilitas umum terkait kebijkan lockdown  yang diterapkan pemerintah. Dan untuk mendapatkan kontrol kembali masyarakat melakukan panic buying agar merasa apa yang bisa mereka lakukan. Menurut Munandar (2006),  kontrol diri yaitu kemampuan untuk mengendalikan atau mengontrol tingkah laku yang termasuk dalam salah satu sifat kepribadian yang mempengaruhi seseorang dalam membeli atau menggunakan barang dan jasa. Sejatinya individu yang memiliki kontrol diri tinggi sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Adanya kontrol diri menjadikan individu dapat memandu, mengarahkan dan mengatur perilakunya dengan kuat yang pada akhirnya menuju kepada konsekuensi yang positif, (Golfried & Mebaum dalam Haryani & Herwanto, 2015).

Situasi ini membuat masyarakat tidak lagi memiliki kendali atas lingkungannya dengan berbelanja sebanyak-banyaknya terhadap beberapa barang berikut yaitu masker, tisu, vitamin c, maupun handsanitizer. Dengan berbelanja barang-barang tersebut masyarakat akan merasa memiliki kendali, merasa tenang dan memiliki rasa memegang kontrol. Tanpa mereka sadari belanja yang berlebihan akan mengakibatkan orang lain tidak memiliki akses terhadap barang tersebut sehingga menimbulkan kelangkaan, kenaikan harga, bahkan inflasi yang dapat merugikan semua orang. Padahal jika masyarakat bisa lebih menahan diri untuk berbelanja secukupnya dan seperlunya, maka kondisi pasar akan stabil dan harga pun tetap normal seperti biasa. Kemudian seperti yang kita ketahui juga ada beberapa masyarakat maupun tenaga medis yang lebih membutuhkan.  Perilaku panic buying sejatinya kembali lagi kepada kontrol diri yang dimiliki seseorang dalam menghadapi situasi tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Averill (Nurhaini, 2018), yang menyebutkan beberapa aspek kontrol diri, salah satunya adalah kontrol kognitif (cognitif control). Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak dinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan. Apabila kontrol kognitif individu baik, maka kontrol dirinya akan cenderung baik pula. Oleh karena itu, kontrol kognitif sangat dibutuhkan dalam diri individu agar lebih tenang menyikapi kondisi pandemic covid-19 saat ini.

 

 

 

 

 

Referensi:

 

Haryani, I., & Herwanto, J. (2015). Hubungan konformitas dan kontrol diri dengan perilaku konsumtif terhadap produk kosmetik pada Mahasiswi. Jurnal Psikologi,11(1), 5-11.

 

Munandar, A. S. (2006). Psikologi indisutri dan organisasi. Jakarta: UI-Press

 

Nurhaini, D. (2018). Pengaruh konsep diri dan kontrol diri dengan perilaku konsumtif terhadap Gadget Remaja SMAN 1 Tanah Grogot. ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id,6(1), 212-223

 

Velarosdela, R., & Ramli, R. (2020,3,3). Penjelasan psikologi dibalik panic buying akibat virus corona. Diakses dari: Kompas.com-https://sains.kompas.com/read/2020/03/03/070500323/penjelasan-psikologi-di-balik-panic-buying-akibat-virus-corona

 

Yunita, N. (2020/28/3). Memahami Arti Lockdown, Covid-19, dan Pandemi. Diakses dari: https://news.detik.com/berita/d-4956587/memahami-lagi-arti-lockdown-covid-19-dan-pandemi