ISSN 2477-1686
Vol.6 No. 01 Januari 2020
Imperfect: Standar Sosial dan Penerimaan Diri
Oleh
Sandra Handayani Sutanto
Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan
Film Imperfect ini mengisahkan tentang kehidupan Rara. Ia adalah anak sulung dari dua bersaudara, dengan kondisi fisik yang amat berbeda dengan kondisi Lulu adiknya. Rara memiliki rambut yang bergelombang, warna kulit yang gelap, berat badan yang jauh dari ideal, ciri fisik yang dimilikinya lebih banyak diwariskan dari ayahnya. Lulu memiliki rambut yang lurus, kulit putih, tubuh yang langsing, dengan muka agak kebarat-baratan yang diwariskan dari ibunya.
Pada awalnya, Rara tidak mempermasalahkan kondisi fisiknya yang berbeda dengan adiknya, hingga pada suatu saat pemilik perusahaan mensyaratkan perubahan fisik untuk melengkapi kapasitas intelektual yang memang dimilikinya, sebagai persyaratan memegang jabatan baru. Rara berusaha keras untuk memenuhi persyaratan tersebut dengan melakukan diet dan transformasi dirinya berhasil. Namun demikian, penampilan fisik yang baru ikut memengaruhi relasinya dengan orang di sekitarnya, termasuk dengan pacar dan sahabatnya. Ia tidak menjadi dirinya sendiri, terbawa dengan tuntutan peran dan kondisi yang baru. Hingga pada suatu titik, Rara menyadari apa yang paling penting buat dirinya adalah jati diri, bukan penampilan luar atau tuntutan dari masyarakat.
Standar sosial
Disadari atau tidak, masyarakat ikut membentuk jati diri kita. Tuntutan masyarakat mulai dari rambut lurus, kulit terang, tubuh langsing memengaruhi bagaimana kita mempersepsikan diri dan penampilan kita. Jika hal tersebut tidak diatasi dengan baik, maka sangat besar kemungkinan untuk berakhir dengan ketidakpuasan terhadap tubuh dan tuntutan untuk menjadi lebih kurus-bagi yang bertubuh gemuk/berisi (Kurniawan, Briawan & Caraka, 2015).
Standar tersebut diberikan masyarakat sejak individu remaja bahkan hingga dewasa. Dalam film Imperfect, ibu dari Rara berkali-kali menegur Rara yang makan terlalu banyak coklat dan makan nasi putih dengan porsi yang banyak pada saat memasuki masa remaja. Dengan makan berlebihan, berat badan Rara semakin bertambah.
Conditions of worth
Carl Rogers—salah satu tokoh Psikologi humanistik--mengatakan bahwa salah satu penghalang untuk memiliki kepribadian yang sehat adalah kondisi keberhargaan individu yang lebih banyak ditentukan oleh faktor di luar dirinya, mulai dari orang tua, kawan sebaya, hingga pasangan yang menerima keberadaan kita dengan syarat, ekspektasi atau kriteria tertentu. Feist, Feist dan Roberts (2013) mengatakan bahwa kondisi keberhargaan akan menghasilkan positive regard yaitu penghargaan yang didapat dari orang lain dengan melakukan suatu hal yang bersyarat, sedangkan jika mengalami kegagalan memenuhi ekspektasi, maka positive regard tidak diberikan. Contoh dalam film Imperfect adalah pada masa kanak-kanak, Rara merasa dirinya lebih diterima oleh ayahnya yang memiliki ciri fisik hampir serupa dengan dirinya. Ayahnya tidak pernah melarangnya makan coklat. Berbanding terbalik dengan ibunya, yang memiliki tuntutan agar Rara menjadi lebih kurus, melarangnya makan coklat dan menjaga pola makan. Ibunya juga terus membandingkan dengan adiknya yang lebih menuruti keinginan ibunya, maka Lulu cenderung lebih mudah diterima dan disayang oleh ibunya. Pada akhirnya, ketika individu memercayai penilaian dari orang lain dan hal tersebut sejalan dengan pandangan yang negatif tentang dirinya, maka perlahan-lahan real self individu tersebut akan menjadi semakin asing dan pandangan eksternal menjadi sesuatu yang di adopsi. Pandangan mengenai kondisi fisik yang gemuk, warna kulit yang lebih gelap, tidak menarik menjadi hal yang dipercaya Rara sejak remaja hingga dewasa, sehingga ia terlihat tidak peduli dengan penampilan fisiknya dan memakan hampir semua jenis makanan dalam jumlah yang banyak.
Unconditional Positive Regard
Joseph (2019) menjelaskan definisi penerimaan diri tanpa syarat yang dimaksud oleh Carl Rogers adalah saat kondisi di mana seseorang menghargai, menyukai dan bersikap hangat terhadap diri mereka tanpa dikondiskan syarat atau ekspektasi orang lain. Ketika kita bisa menerima diri kita apa adanya, maka kehidupan kita akan jauh lebih bahagia. Dengan mengalami kondisi tidak bersyarat maka individu belajar untuk menerima kondisi tidak bersyarat dengan dirinya, belajar untuk memiliki evaluasi diri yang baik, mengetahui arah kehidupannya dan pada akhirnya bertumbuh dan mengembangkan diri dengan lebih baik lagi. Bisa dikatakan bahwa Unconditional Positive Regard merupakan anti tesis dari positive regard.
Di akhir film Imperfect, Rara belajar untuk berdamai dengan dirinya, menerima kelebihan dan kekurangannya, makan makanan yang diinginkan dan tidak terlalu mempermasalahkan kondisi fisiknya. Ia berhasil untuk membebaskan diri dari standar sosial dan menerima dirinya.
Accept yourself, love yourself and keep moving forward.
If you want to fly, you have to give up what weighs you down.
-Roy T Bennet
Referensi :
Feist, J., Feist, G.J., & Roberts, T. (2013). Theories of personality (8th ed.). New York: McGraw-Hill.
Joseph, S. (Apr 17, 2019). Why is unconditional positive regard helpful in therapy? Retrieved from : https://www.psychologytoday.com/intl/blog/what-doesnt-kill-us/201904/why-is-unconditional-positive-regard-helpful-in-therapy
Kurniawan, M.Y., Briawan, D., & Caraka, R.E. (2015). Persepsi tubuh dan gangguan makan pada remaja. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 11, 105-114.