ISSN 2477-1686
Vol.5 No. 24 Desember 2019
Menjadi Diri yang Baru: Memahami Proses Pindah Agama
Oleh
Vella Fitrisia. A
Fakultas Psikologi, Universitas Tama Jagakarsa
Fenomena pindah agama merupakan suatu peristiwa yang cukup sering kita dengar, walaupun sifatnya pribadi dan transenden namun perpindahan agama sering menimbulkan pro dan kontra di masyarakat dan keluarga, perpindahan agama juga memantik pergolakan batin dalam diri orang yang bersangkutan sebelum mantap berpindah agama karena berpindah agama adalah suatu proses perubahan pemikiran yang berakibat terjadinya kebimbangan dan disorientasi pada jiwa dan pikiran. Jika agama menuntut kepercayaan tanpa keraguan sedikitpun dalam hati terhadap Tuhan, Nabi dan kitab suci, dan dengan segala sangsi sosial yang mengikuti ketika berpindah agama, lalu apa yang menyebabkan seseorang berpindah agama? Bila memperhatikan pernyataan yang terkuak melalui media beberapa tokoh publik atau selebriti yang berpindah agama, terdapat berbagai macam alasan sebagai pemicu perilaku pindah agama, berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan terdapat tiga gambaran besar alasan yang digunakan sebagai dasar berpindah agama yaitu melibatkan dimensi spiritual, alasan pencarian yang bersifat logis, dan terpengaruh lingkungan sosial terdekat individu.
Melengkapi asumsi di atas dan dalam upaya memahami apa yang berkecamuk dalam diri orang yang berpindah agama terdapat dua perspektif untuk memahami fenomena pindah agama ini. Dalam perspektif awal studi atau classic studies mengenai perpindahan agama disebutkan bahwa orang berpindah agama ditandai dengan suatu proses yang tiba-tiba atau bertahap dimana individu secara radikal berubah untuk menjadi lebih baik, faktor psikologis juga dipertimbangkan sebagai salah satu faktor yang menyebabkan seseorang berpindah agama. Sebaliknya, pandangan kontemporer menekankan proses secara bertahap yang disebabkan oleh faktor situasional dan adanya proses rasional yang secara aktif mencari dan berusaha membuat sesuatu yang tidak masuk akal menjadi dapat diterima akal sehat. Untuk menjembatani pandangan klasik dan kontemporer maka ada pendapat lain yang menyatakan bahwa seseorang melakukan pindah agama karena adanya motif yang melatar belakangi yang terbagi menjadi enam tipe yaitu intelektual, mistik, eksperimen atau coba-coba, afektif, kebangkitan rohani, dan paksaan.
Selanjutnya kondisi psikologis juga menjadi faktor penyebab pindah agama seperti ketidak seimbangan emosi misalnya kesedihan, perasaan hati yang tidak enak dan tak menentu, masalah hidup yang dihadapi, dan stress, membuat pindah agama dilihat sebagai salah satu mekanisme coping untuk mengatasi hal tersebut. Memang dalam berbagai penelitian ditemukan bahwa berpindah agama membawa efek kesehatan mental yang meningkat, ditemukan bahwa seseorang yang berpindah agama emosinya berubah menjadi netral atau lebih positif, hidupnya menjadi lebih berarti, dan berkurangnya self-hatred. Disebutkan juga keuntungan lain dari pindah agama yaitu berhenti mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang, tumbuhnya harapan, perasaan memiliki sumber-sumber spiritual dan berkurangnya ketakutan menghadapi kematian (Zinnbauer & Pargament, 1998).
Hal lain yang menarik untuk dicermati dalam fenomena pindah agama yaitu situasi atau kondisi psikologis individu sebelum dan sesudah kejadian perpindahan tersebut. Dalam penelitian disebutkan bahwa self seseorang yang berpindah agama juga ikut berubah, self yang tadinya terbelah karena adanya kebingungan dan kebimbangan mulai menemukan bentuk utuhnya, akan terjadi definisi ulang mengenai self ketika seseorang menganut agama baru. Hal ini ditenggarai karena perpindahan agama merupakan peristiwa besar yang membawa perubahan dalam kehidupan seseorang, dimana salah satu fungsi agama menjadi tuntunan bagaimana manusia menjalani kehidupan, dengan memeluk agama baru maka panduan dan pegangan, serta nilai seseorang dalam menjalani hidup sehari-hari berubah, tata cara ritual ibadah dan ciri khas suatu agama dalam mengatur kehidupan umatnya menjadi perilaku baru yang harus ditaati, kondisi inilah yang menyebabkan persepsi seseorang akan dirinya sendiri berubah.
Seiring dengan berubahnya konsep diri maka identitas sosial juga berubah, akibatnya adalah keangotaan individu dalam suatu kelompok mengalami pergeseran, kemungkinan besar individu akan memilih untuk bergabung dengan kelompok-kelompok yang lekat dengan identitas agama yang baru dianut. Adaptasi yang dilakukan sehubungan dengan hal-hal yang tersebut ternyata juga mampu merubah kepribadian seseorang secara nyata, dengan catatan orang yang pindah agama ini mematuhi peraturan dan menjauhi larangan yang ditetapkan agama yang baru, dan gaya hidup yang dilakukan saat menganut agama baru berbeda dengan kebiasaan gaya hidup yang dilakukan pada saat menganut agama sebelumnya, namun demikian tampaknya perpindahan agama hanya berpengaruh kecil pada elemen Big Five Personality (Iyadurai, 2014; Paloutzian, Richardson & Rambu, 1999).
Referensi:
Iyadurai, J.(2014). Religious conversion: A psycho-spiritual perspective. Transformation: An International Journal of Holistic Mission Studies. 1-5.
Paloutzian, R, F., Richardson, J, T., & Rambo, L, R.(1999). Religious conversion and personality change. Journal of Personality, 67(6), 1047-1079.
Zinnbauer, B, J., & Pargament, K, I. (1998). Spiritual conversion: A study of religious change among college student. Journal of Scientific Study of Religion, 37(1). 161-181.