ISSN 2477-1686
Vol.5 No. 21 November 2019
Creative Task Performance Pada Advokat
Oleh
Frida Medina Hayuputri
Fakultas Psikologi, Universitas Persada Indonesia YAI
Kemampuan Berpikir Kreatif Profesi Advokat
Saat ini kreativitas dan inovasi memiliki peran yang sangat penting. Dalam dunia kerja, kreativitas dibutuhkan untuk menciptakan suatu inovasi yang berkaitan dengan situasi kerja. Perilaku kreatif yang dimiliki oleh individu, yang berhubungan dengan situasi kerja yang dapat menghasilkan suatu inovasi, oleh beberapa peneliti disebut creative task performance. Dari definisi-definisi yang disampaikan oleh beberapa peneliti seperti Toplyn dan Maguire (1991), Buchanan (1998), serta Shibata dan Suzuki (2004), dapat ditangkap suatu makna yang hampir sama, yaitu suatu kreasi pengetahuan, ataupun perilaku kreatif di dalam situasi kerja, di mana fokusnya adalah untuk menghasilkan inovasi, menambahkan nilai, mengeksplorasi, dan menciptakan pengetahuan baru, yang lebih baik daripada menggunakan secara terus menerus sumber pengetahuan yang sudah lama ada.
Biro hukum yang biasa disebut dengan kantor hukum (law office) ataupun firma hukum (law firm), merupakan salah satu dari sekian banyak organisasi jasa yang saat ini sedang trend. Biro hukum merupakan perkembangan mutakhir bagi profesi advokat, di mana para advokat bergabung dan bekerjasama dalam satu kantor dan mengorganisasikan dirinya menjadi usaha modern (Nasution, 2008).
Mungkin sebagian orang beranggapan bahwa profesi advokat tidak memerlukan kreativitas dalam pekerjaannya, karena semua hal di dalam pekerjaannya sudah diatur di dalam Undang-undang. Padahal pada kenyataannya tidak demikian, kemampuan utama yang harus dimiliki oleh advokat adalah kemampuan berpikir kreatif dan lateral, maksudnya adalah advokat dituntut agar selalu berpikir kreatif di dalam mencari solusi bagi permasalahan klien, namun tetap dalam konteks yang legal atau tidak melanggar hukum.
Advokat memiliki tugas untuk menyediakan jasa hukum bagi kliennya, dengan menekankan pada pelayanan yang berkualitas dan efisien. Advokat dituntut untuk selalu menampilkan performa yang kreatif, responsif, dan efisien, serta harus menggunakan segenap sumber daya yang dimiliki untuk menemukan solusi kebutuhan bagi kliennya secara cepat dan tepat. Advokat juga dituntut untuk selalu berada di puncak inovasi, memiliki misi untuk mengerti bisnis klien, evaluasi permasalahan hukum, dan mengembangkan dengan cara yang kreatif untuk membangun dan melindungi nilai capaian dari setiap kliennya.
Sebagai contoh, ketika advokat dihadapkan pada keadaan untuk menganalisa suatu kontrak perjanjan yang menyangkut kegiatan bisnis kliennya, maka disinilah peran advokat mengusahakan suatu penilaian terhadap klausula-klausula yang dimasukkan dalam kontrak perjanjian, apakah kontrak tersebut tidak merugikan kepentingan bisnis kliennya, maka konsekuensinya adalah advokat harus kreatif dan inovatif.
Dengan demikian, biro hukum yang terdiri dari advokat-advokat kreatif, akan lebih disukai oleh klien, dan lebih mampu untuk bertahan dalam persaingan bisnis. Untuk dapat memenuhi semua tuntutan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa creative task performance merupakan bagian terpenting dari aktivitas kerja advokat.
Aspek-aspek Creative Task Performance
Torrance (1998) mengemukakan mengenai lima aspek creative task performance individu, yaitu:
1. Kelancaran (fluency) adalah kemampuan untuk memproduksi banyak gagasan (ide) yang keluar dari pemikiran individu secara cepat.
2. Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan untuk mengajukan bermacam-macam jalan pemecahan terhadap masalah, kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda, mencari alternatif yang berbeda, dan meninggalkan cara berpikir lama serta menggantikannya dengan cara berpikir yang baru.
3. Keaslian (originality) adalah kemampuan untuk melahirkan gagasan-gagasan asli sebagai hasil pemikiran sendiri dan tidak klise (unik dan inovatif).
4. Penguraian (elaboration) adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terperinci, kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan merinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi menjadi lebih menarik.
5. Perumusan kembali (redefinition) adalah kemampuan untuk mengkaji kembali suatu persoalan melalui cara dan perspektif yang berbeda dengan cara yang sudah lazim.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa para advokat diharapkan mampu mengembangkan cara kerja yang kreatif dan tentunya dengan cara yang benar dan sesuai kaidah hukum yang berlaku, tidak dengan memutarbalikkan yang salah menjadi benar, dan yang benar menjadi salah, karena advokat merupakan profesi yang terhormat (officium nobile).
Referensi:
Buchanan, L. B. (1998). The impact of big five personality characteristics on group cohession and creative task performance. Disertasi doktoral, tidak diterbitkan. Virginia Pollytechnic Institute and State University, Blacksburg Virginia.
Nasution, Adnan B. (2008). Undang-undang advokat tonggak sejarah perjuangan profesi advokat. Jurnal Varia Advokat, 3, 28-33.
Shibata, S., & Suzuki, N. (2004). Effects of an indoor plant on creative task performance and mood. Scandinavian Journal of Psychology, 45, 373–381.
Toplyn, G., & Maguire, W. (1991). The differential effect of noise on creative task performance. Creativity Research Journal, 4, 337-347.
Torrance, E. P. (1998). Torrance tests of creative thinking. Bensenville, IL: Scholastic Testing Service.