ISSN 2477-1686
Vol.5 No. 3 Februari 2019
Koalisi: Strategi Memperkuat Kelompok
Oleh
Yunita Fitriani dan Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo
Mahasiswa dan Dosen Program Studi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya
Koalisi adalah salah satu cara sebuah kelompok yang mencoba untuk mempengaruhi orang-orang di luar kelompoknya dengan menggabungkan sumber daya dan kekuatan kelompoknya sendiri (McShane & Von Glinow, 2010). Koalisi merupakan salah satu taktik pengaruh yang digunakan untuk mengubah posisi orang lain. Contoh dari hal tersebut adalah menjadikan seseorang lain menjadi berubah atau bahkan menjadi lebih kuat. Koalisi termasuk ke dalam faktor pendukung untuk mempengaruhi seseorang.
Contoh berikut ini fokus pada koalisi yang di kancah politik, dengan tujuan untuk membuat suatu partai politik menjadi lebih kuat. Adapun yang dimaksud dengan partai politik adalah organisasi politik yang berisi anggota partai, kader partai, dan pejabat-pejabat politik (Kartini, 2017). Dalam ranah politik, koalisi merupakan gabungan dua partai atau lebih yang memiliki tujuan untuk membentuk secara bersama satu pemerintahan (Masdiyan, 2017). Koalisi partai politik dapat dimaknai dengan upaya penggabungan kelompok individu yang saling berinteraksi dan sengaja dibentuk secara independen dari struktur organisasi formal. Koalisi sendiri terdiri dari keanggotaan yang dipersepsikan saling menguntungkan, berorientasi kepada isu atau masalah, memfokuskan pada tujuan di luar koalisi, serta memerlukan aksi bersama para anggota (Arendt dalam Masdiyan, 2017). Jadi, dapat disimpulkan bahwa koalisi mendukung sebuah partai politik untuk menjadi lebih kuat dan berani maju untuk melakukan perubahan di dalam masyarakat.
Koalisi berpengaruh dalam berbagai cara. Pertama, koalisi membantu partai politik untuk mengumpulkan kekuatan dan sumber daya. Dengan demikian, koalisi berpotensi memiliki pengaruh lebih besar. Kedua, koalisi menciptakan isu yang akan mendapat perhatian karena memiliki dukungan yang luas. Ketiga, koalisi adalah kelompok yang menganjurkan seperangkat norma dan perilaku baru. Jika koalisi memiliki keanggotaan dari berbagai organisasi, seseorang atau kelompok, maka para anggotanya mengidentifikasi keanggotaan tersebut. Orang yang dipengaruhi diharapkan akan menerima gagasan yang diusulkan oleh koalisi.
Secara teoritis, koalisi partai hanya akan berjalan bila kesepakatan tersebut dibangun di atas landasan pemikiran yang layak dan realistis. Jadi, ketika koalisi sudah berjalan untuk mempengaruhi atau mendukung, maka seseorang atau sebuah kelompok yang akan didukung secara otomatis akan menjalankan tugasnya untuk melakukan perubahan yang diminta. Perubahan yang diminta dapat berupa perubahan yang positif maupun negatif - tergantung dari bagaimana peran yang mempengaruhi dan peran orang yang dipengaruhi. Mereka akan terus berjalan sesuai rencana sampai masa kerja sama di antara mereka sudah tidak berlaku lagi atau dapat dikatakan masa kerja sama mereka telah habis.
Contoh koalisi yang terjadi di dalam partai politik ialah kasus pasangan Suharsono-Halim pada Pilkada di Kabupaten Bantul tahun 2015. Sebagian besar faktor penentu kemenangan datang dari bentuk koalisi yang dibangun oleh partai politik pendukung dan pengusung pasangan (Masdiyan, 2017). Dapat disimpulkan bahwa dukungan koalisi dapat membentuk perubahan yang akan dilaksanakan oleh pasangan Suharsono-Halim. Contoh lain dari menurut Batubara (2018) adalah tentang formasi koalisi partai politik yang mendukung Jokowi pada pesta demokrasi 2019. Koalisi tersebut menjadikan dukungan terhadap Jokowi menjadi lebih kuat – yang terdiri dari Nasdem, PDIP, Golkar, Hanura, dan PPP. Satu contoh lagi dari Sutrisno (2017) menunjukan bahwa Pemilihan Gubernur Jawa Barat memungkinkan adanya koalisi dengan tiga kutub. Contoh-contoh di atas menunjukan bahwa koalisi yang terjadi di dalam partai politik mendukung sebuah kelompok untuk maju dan melakukan perubahan. Jadi, koalisi tetap pada tugasnya sebagai sebuah cara untuk mempengaruhi dan mendukung sebuah kelompok atau seseorang di luar dari kelompok koalisi tersebut.
Partai politik berkoalisi dengan tujuan untuk mendukung dan juga memperkuat modal politik yang nantinya akan mereka pergunakan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa koalisi memang salah satu cara yang akan berguna untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok dalam melakukan perubahan. Dalam politik, koalisi dapat ditujukan sebagai faktor pendukung untuk menjadikan sebuah kelompok lebih kuat dan berani melangkah maju untuk melakukan perubahan.
Referensi
Batubara, P. (2018). Nasdem: dukungan PDIP perkuat formasi koalisi Jokowi di Pilpres 2019. Okezone News. Diakses pada tanggal 13 Maret 2018 dari https://news.okezone.com/read/2018/02/23/337/1863921/nasdem-dukungan-pdip-perkuat-formasi-koalisi-jokowi-di-pilpres-2019
Kartini, D. S. (2017). Rekruitmen calon kepala daerah oleh partai gerindra. Jurnal Ilmu Pemerintahan, 1(1). Diakses dari https://www.researchgate.net/publication/318559084_REKRUITMEN_CALON_KEPALA_DAERAH_OLEH_PARTAI_GERINDRA
Masdiyan, P. (2017). Faktor kemenangan koalisi Suharsono-Halim dalam pemenangan pemilu kepala daerah kabupaten Bantul tahun 2015. Tesis. Diakses dari http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/8518
McShane, S. L., & Glinow, M. A. V. (2010). Organizational Behavior (5th edition). Newyork: McGraw Hill.
Sutrisno, E. D. (2017). Peta jelang Pilgub Jabar: ada 3 kutub koalisi, belum ada calon aman. DetikNews. Diakses pada tanggal 13 Maret 2018 dari https://news.detik.com/berita/d-3535687/peta-jelang-pilgub-jabar-ada-3-kutub-koalisi-belum-ada-calon-aman