ISSN 2477-1686
Vol.4. No.1, Januari 2018
Menjadi Lebih Mampu Menyesuaikan Diri
Oleh:
Selviana
Fakultas Psikologi, Universitas Persada Indonesia YAI
Konflik Penyesuaian Diri Individu
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, individu tak lepas dari lingkungan sosial yang membuatnya harus belajar untuk dapat menyesuaikan dirinya dengan baik. Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai dengan lingkungannya. Namun, pada kenyataannya tidak semua individu mampu menyesuaikan dirinya dengan baik terhadap lingkungan sosialnya. Hal ini membuat individu tersebut mengalami gangguan penyesuaian diri. Kartono (2000) mendefinisikan gangguan penyesuaian diri adalah ketidak mampuan individu untuk mereaksi secara efektif dan harmonis terhadap realitas sosial dan tidak bisa mengadakan relasi sosial yang sehat. Hal ini juga terkait dengan sikap maunya sendiri, sukar mendengarkan nasihat, cenderung membangkang, dan mudah terlibat konflik adalah bentuk gangguan penyesuaian diri secara perilaku (Adjusment Disorder with Disturbance of Conduct)yang bisa menimbulkan banyak kesulitan. Asyanti, Sofiati dan Sudardjo (2002) menjelaskan bahwa gangguan penyesuaian diri adalah kurangnya kemampuan seseorang untuk mereaksi situasi dan relasi dalam kehidupan sosial. Senada dengan hal itu, Sawrey dan Telford (dalam Colhoun & Acocella, 1990) mendefinisikan gangguan penyesuaian diri sebagai masalah dalam interaksi antara individu dengan lingkungannya yang melibatkan sistem behavioral, kognisi dan emosional. Ketiga faktor ini (behavioral, kognisi dan emosional) secara konsisten mempengaruhi perilaku individu (Calhoun & Acocella, 1990). Selanjutnya, DSM-IV mendefinisikan gangguan penyesuaian diri sebagai keadaan sementara yang ditandai dengan munculnya gejala dan terganggunya fungsi individu akibat tekanan pada emosi dan psikis, yang muncul sebagai bagian adaptasi terhadap perubahan hidup yang signifikan, kejadian hidup yang penuh tekanan, penyakit fisik yang serius, atau kemungkinan adanya penyakit yang serius. Stresor bisa hanya melibatkan individual, atau bahkan mempengaruhi komunitas yang lebih luas.
Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Adjusment Disorder with Disturbance of Conduct adalahketidakmampuan individu untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya yang ditandai dengan perilaku yang bertentangan dengan norma sosial.
Etiologi dan Gejala
Berbagai pandangan tentang adjusment disorder with disturbance of conduct antara lain:
a. Pola Asuh yang Permisif
Menurut Adler (dalam Corey, 2003) anak bungsu sering kali merasa dimanjakan yang dalam kasus ini lebih banyak dimanjakan dengan materi dan akibatnya menghadapi risiko tinggi terhadap masalah-masalah kanak-kanaknya, sehingga sering memiliki perasaan inferioritas yang kuat, kekurangan rasa kemandirian dan bergantung pada orang lain. Kecenderungannya bergantung secara maternal kepada orang tua atau orang-orang dari jenis seks yang berlawanan dengan dirinya, membuatnya sukar melakukan hubungan interpersonal dengan orang lain, sehingga cenderung muncul perasaan tidak aman, ragu-ragu dan menolak terhadap kritikan yang menyebabkan seseorang menarik diri dan mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan.
b. Kurangnya kebutuhan akan Kasih Sayang
Maslow (dalam Corey, 2003) menyatakan bahwa setelah terpenuhinya sebagian kebutuhan fisiologis dan rasa amannya, manusia mulai termotivasi oleh kebutuhan untuk dicintai dan mencintai, seperti terwujud dalam dorongan untuk bersahabat, keinginan untuk memiliki pasangan dan keturunan, dan kebutuhan untuk melekat pada sebuah keluarga, lingkungan bertetangga atau berbangsa. Kebutuhan ini juga mencakup aspek hubungan seksual dan hubungan antar pribadi, seperti kebutuhan memberi dan menerima cinta. Seseorang yang kebutuhan cintanya sudah relatif terpenuhi sejak kanak-kanan tidak akan merasa panik saat menolak cinta. Sebaliknya, memiliki keyakinan besar bahwa dirinya akan diterima oleh orang-orang yang memang penting bagi mereka, jadi ketika orang lain menolak dirinya, dia tidak akan merasa hancur.
c. Perubahan Hidup yang Signifikan
DSM-IV mendefinisikan gangguan penyesuaian diri sebagai keadaan sementara yang ditandai dengan munculnya gejala dan terganggunya fungsi individu akibat tekanan pada emosi dan psikis yang muncul sebagai bagian adaptasi terhadap perubahan hidup yang signifikan, kejadian hidup yang penuh tekanan, penyakit fisik yang serius, atau kemungkinan adanya penyakit yang serius.
Adapun gejala Adjusment Disorder with Disturbance of Conduct dalam DSM IV-TR antara lain:
a. Perilaku yang tidak dapat mengikuti aturan.
b. Sembrono, suka membangkang, bertindak sesuka hati.
c. Sulit bersosialisasi dan mudah konflik dengan orang lain.
d. Langkah-langkah Dalam Melakukan Intervensi
Dalam mengatasi masalah Adjusment Disorder with Disturbance of Conduct, maka dapat dilakukan intervensi terapi suportif dengan teknik bimbingan (guidance) yang diberikan dengan langkah-langkah yaitu:
a. Fase awal
Pada fase awal intervensi, terapis lebih banyak mendengarkan permasalahan yang diceritakan oleh klien. Sesekali memberi saran dari hal-hal yang dianggap perlu dan menanggapi cerita klien dengan penuh empati.
b. Fase Tengah
Pada fase in, terapis mulai memberi bimbingan/arahan dan nasehat tentang apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan di lingkungan tempatnya berada, memberikan masukan-masukan sesuai kebutuhan dan permasalahan yang dialami klien. Pade fase ini juga terapis mencari informasi-informasi tentang klien dari lingkungan sekitar/orang-orang terdekatnya, bahkan melakukan home visit ke keluarganya.
c. Fase Akhir
Pada fase ini terapis melakukan terminasi terkait proses intervesi yang telah dilakukan, melihat apakah ada perubahan perilaku yang lebih baik dan lebih adaptif dari diri klien, serta memberikan laporan kepada pihak terkait mengenai proses intervensi yang telah dilakukan.
Referensi
American Psychiatric Assosiasion. (2000). Diagnostic and statistical manual of mental disorders. Washington, DC: Fourth edition-text revision.
Asyanti, S., Sofiati, M., & Sudardjo. (2002). Penyesuaian sosial di sekolah pada
siswa-siswa SLTP penderita asma. Indigenous, 01, 59-69.
Colhoun., & Acocella. (1990). Personal adjustment and mental health. New York: Holt Rinehart dan Winston.
Corey, Gerald. (2003). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: PT. Refika Aditama.
Davidson, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. M. (2006). Psikologi abnormal edisi ke-9. Jakarta: Divisi Buku Perguruan Tinggi: Raja Grafindo Persada.
Fausiah, Fitri., & Widury, Julianti. (2008). Psikologi abnormal klinis dewasa. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Fithriyah, Lailatul., & Jauhar, Mohammad. (2014). Pengantar psikologi klinis. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Gunarsa, Singgih. (2012). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: Penerbit Libri.
Kartono, K. (2005). Kenakalan remaja. Jakarta: Rajawali Pers.