ISSN 2477-1686

Vol.2. No.24, Desember 2016

In Memoriam Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono: Tangan yang Mempersatukan

Clara Moningka

( PJ Acara Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara)

Dulu saya hanya membaca buku Psikologi Sosial karangan Prof. Sarlito, tidak menyangka bahwa suatu hari akan berinteraksi langsung dan bekerja bersamanya. Bukan hal itu yang sebenarnya membuat saya merasa bangga dapat berinteraksi dengan seorang psikolog kawakan di Indonesia, namun rasa kagum, haru, bagaimana ia mempersatukan kami yang berbeda-beda; dari berbagai Fakultas Psikologi untuk bekerjasama memajukan Psikologi di Indonesia. 

Saya teringat sekitar 2 tahun yang lalu, ketika menerima undangan dari beliau untuk datang dan membicarakan mengenai jurnal bersama dan kerjasama lain. Bagaimana dengan semangat beliau mengajak kita; khususnya yang lebih muda untuk menciptakan wadah kerjasama  yang memudahkan publikasi, penelitian dan lain sebagainya.  Tidak lama dan tidak berbasa-basi, wadah tersebut didirikan Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara (KPIN), begitu cintanya beliau dengan Indonesia, sehingga mengajak kami memberikan apa yang terbaik dari keilmuwan kami untuk kemajuan psikologi di Indonesia. Ajakan tersebut adalah untuk semua insan psikologi Indonesia; tidak terbatas hanya dari Universitas tempat beliau pernah mengajar, atau dengan orang-orang yang sudah dekat dengannya. Bayangkan, bagaimana dengan usianya yang sudah tidak muda, Prof masih bersemangat mengikuti rapat-rapat KPIN (bahkan lebih rajin dari saya) dan dengan rendah hati merangkul kami.

Usia konsorsium ini memang masih muda, namun dengan semangat dan dukungan dari Prof. Sarlito, kami berhasil melalui banyak hal dan menghasilkan karya yang berguna. Dimulai dari jurnal bersama, Jurnal Psikologi Ulayat, buletin Psikologi, acara Call for Paper  di Temilnas IPS (2015), kemudian diikuti acara-acara lain, sesi berbagi keilmuwan, sampai ikut membantu terselenggaranya APsyaA 2017 di Indonesia. Sayangnya sebelum APsyA berlangsung, Prof  harus menghadap sang kuasa. Kerja keras tersebut tetap kami lanjutkan dibantu Universitas Negeri Malang, dan berkolaborasi dengan penerbit dunia. Jujur saja, rasa duka masih mewarnai kami saat ini. Kami kehilangan sosok seorang Bapak yang rendah hati dan mau mendorong anaknya untuk maju.Sampai seorang teman sempat bertanya,”Siapa lagi yang mau merangkul kaum muda seperti kita?”.Ia mau memimpin kami, menjadi motivator, dan juga memberikan kesempatan bagi kami untuk maju.

Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani:  Bagi saya Prof Sarlito memiliki paket lengkapnya. Beliau memberikan contoh yang baik dengan datang tepat waktu, selalu menyempatkan waktu untuk menulis di malam hari hampir setiap hari (duh malunya saya), masih aktif membaca di usianya dan juga menjadi ilmuwan yang netral dan objektif.  Banyak orang yang cenderung mencemooh beliau ketika bersedia menjadi saksi ahli pada kasus penistaan agama yang sedang marak. Saya yakin beliau tidak pernah bermaksud untuk berat sebelah atau memihak golongan tertentu. Prof hanya mencoba melihat dari perspektif yang netral, perspektif ilmuwan Psikologi, profesionalitas dan integritas yang bagi saya “wow” sekali. Prof. Sarlito salah satu orang yang tidak takut melawan arus namun tetap dalam koridor yang benar.

Bagi saya, bukan sekedar bertemu Sarlito Wirawan atau sekedar bekerjasama di Konsorsium; mengadakan acara, menambah kolega, menulis untuk publikasi untuk kepentingan umat atau akreditasi instansi, konsorsium ini juga merupakan “keluarga baru” bagi saya.  Keluarga dari berbagai suku, agama, ataupun pandangan, yang awalnya kolega menjadi pertemanan yang konstruktif dan mendukung. Pertemanan yang penuh toleransi dan juga saling berbagi.  Keindahan persahabatan dan kerjasama yang selama ini diimpikan Prof. Sarlito.   Kami tidak akan pernah melupakan tangan-mu yang mempersatukan kami. Semoga Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara terus berkarya seperti sang “Bapak” yang sudah mendahului kita. Seperti seorang Bapak yang baik pula, tangan-tangan penerusmu akan berusaha memajukan konsorsium ini ikut menjadi tangan yang mempersatukan. Sampai bertemu lagi Profesor Sarlito.