ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 10 Mei 2023

 

Anorexia Nervosa Pada Remaja

 

Oleh:

Alexandra Putri Witanto

Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

 

Pada zaman ini kesadaran akan kesehatan mental sudah semakin tinggi. Terdapat berbagai jenis gangguan mental dan juga berbagai macam faktor yang menyebabkan gangguan mental tersebut. Salah satu kalangan masyarakat yaitu remaja. Menurut WHO (2014) remaja memiliki kisaran usia 10 hingga 19 tahun. Dalam penelitian Virgandiri et.al (2020) menyatakan bahwa masa remaja merupakan tahapan penting, karena pada masa ini tingkat kepedulian terhadap citra diri cukup tinggi. Salah satu gangguan mental yang dapat dialami oleh remaja yaitu eating disorder. Eating disorder merupakan kelompok gangguan mental yang ditandai dengan gangguan pola makan yang berhubungan dengan pikiran dan emosi (DSM-5, 2013). Terdapat lima spesifikasi eating disorder, yaitu anorexia nervosa, bulimia nervosa, binge eating disorder, avoidant/restrictive food intake disorder, dan other specified feeding or eating disorder. Pada artikel kali ini saya akan membahas mengenai anorexia nervosa. Penelitian atau data mengenai anorexia nervosa di Indonesia masih sedikit. Anorexia Nervosa menurut DSM-5 (2013) merupakan gangguan mental yang menyebabkan pola makan yang tidak sehat, ditandai membatasi asupan energi secara terus menerus yang menyebabkan berta badan rendah, dan memiliki ketakutan yang ekstrim pada kenaikan berat badan atau perubahan bentuk badan. Tiga gejala pada Anorexia Nervosa, yaitu:

 

a.  Membatasi asupan energi yang terus menerus menyebabkan berat badan sangat rendah, kurang dari normal minimal yang diharapkan untuk usia, jenis kelamin, lintas perkembangan, dan kesehatan fisik.

 

b.  Ketakutan yang intens untuk menambah berat badan atau menjadi gemuk, perilaku terus menerus yang menggangu penambahan berat badan, meskipun orang tersebut kekurangan berta badan.

 

c.   Gangguan dalam cara seseorang mengalami berat atau bentuk tubuh,  pengaruh berat atau bentuk tubuh yang tidak semstinya pada evaluasi diri, atau penolakan terhadap keseriusan dari berat badan rendah sendiri (DSM-5, 2013).

 

Untuk mendapatkan diagnosis, gajala-gejala ini harus ditunjukkan selama tiga bulan atau lebih.

 

Anorexia nervosa dengan tipe binge-eating atau purging yaitu makan berlebihan, memuntahkan makanannya dengan obat atau induksi manual. Beberapa individu dengan tipe ini tidak makan berlebihan, namun secara teratur buang air besar setelah mengkonsumsi makanan dalam jumlah kecil (DSM-5, 2013). Gangguan mental anorexia nervosa dapat disebabkan beberapa faktor seperti faktor genetik, lingkungan, dan psikologis. Secara genetik relasi pertama dari penderita anorexia nervosa lebih rentan mengidap anorexia nervosa juga. Relasi pertama juga rentan terkena depresi dan bipolar (DSM-5, 2013). Lingkungan dapat disebabkan budaya atau sejarah yang mendukung badan yang lebih ramping. Penelitian Yani et.al (2023) menunjukkan bahwa persepsi tubuh berhubungan secara signifikan dengan eating disorder. Sebanyak 86,8% dari 190 remaja putri berusia 14-18 tahun beresiko terhadap eating disorder. Salah satu pengaruh persepsi tubuh yaitu teman sebaya, 90% remaja putri yang memiliki status gizi normal menurunkan berat badan pada 46,4% remaja dan menimbulkan persepsi tubuh negatif sebanyak 39,8% (Yani et.al, 2023). Akses internet yang mudah, juga membuat remaja sering melihat orang-orang mempromosikan obat atau treatment untuk menguruskan ukuran pinggang (Siregar, 2013). Menurut Azzhara & Dhanny (2021) Anorexia nervosa dapat disebabkan karena tekanan sosial, seperti bullying atau masalah dalam keluarga dan pertemanan. Selain itu dapat disebabkan karena kurang menghargai diri sendiri, dan citra diri yang negatif. Individu atau remaja yang mengalami anxiety atau menampilkan perilaku obsesi lebih beresiko mengalami anorexia nervosa.

 

Secara umum, eating disorder dapat berdampak pada individu secara fisik, psikologis, dan sosial. Pada remaja proses pertumbuhan menjadi terhambat karena kekurangan gizi. Imunitas tubuh berkurang, badan yang lemah, tulang menjadi rapuh, dn terutama pada wanita menghambat proses menstruasi. Zat gizi yang tidak seimbang menyebabkan organ-organ kesulitan melakukan fungsi sehingga menghalangi metabolisme hingga gangguan kesehatan yang serius (Azzahara & Dhanny, 2021). Penggunaan laksatif yang merupakan pencahar dapat mengurangi nutrisi dan air dalam tubuh, pernggunaan jangka panjang dapat menyebabkan gangguan pencernaan permanen (Krisnani et.al, 2017). Secara psikologis, ebberapa pendertita anorexia nervosa juga mengalami obsessive compulsive disorder (OCD) (DSM-5, 2013). Penderita juga menjadi kurang percaya diri hingga menarik diri dari lingkungan sosial. Penderita dapat melakukan cognitive-behavioural therapy (CBT) dengan tujuan mengubah perilaku dengan mengubah pemikiran irrasional menjadi rasional (Siregar, 2013). Diharapkan mengubah citra diri yang negatif sehingga menanggulangi anorexia nervosa. Selain itu juga dapat dilakukan focus group disscussion (FGD) yang dilakukan dalam suatu grup dengan permasalahan yang sama dan saling menceritakan persepsi masing-masing dengan dampingan profesional (Paramita & Kristiana, 2013). Penderita juga perlu untuk bertemu ahli gizi untuk mengetahui bagaimaan cara menambah berat badan dan mengetahui dampak dari pola makanan kepada tubuhnya.

 

Referensi:

 

Azzahara, N. F., & Dhanny, D. R. (2021). Hubungan psikososial Dan Status Gizi Pada remaja Wanita Dengan anoreksia nervosa. Muhammadiyah Journal of Midwifery, 2(1), 1. https://doi.org/10.24853/myjm.2.1.1-9

Krisnani, H., Santoso, M. B., & Putri, D. (2018). Gangguan Makan anorexia nervosa Dan Bulimia Nervosa Pada remaja. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(3), 399. https://doi.org/10.24198/jppm.v4i3.18618

Paramita, A. & Kristiana, L. (2013). Teknik Focus Group Discussion dalam Penelitian Kualitatif (Focus Group Discussion Tehnique in Qualitative Research). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 16(2), 117-127. https://core.ac.uk/download/pdf/233111569.pdf

Siregar, Elna Y. "Penerapan Cognitive Behavior Therapy (CBT) Terhadap Pengurangan Durasi Bermain Games Pada Individu Yang Mengalami Games Addiction." Jurnal Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim, vol. 9, no. 1, 1 Jun. 2013, pp. 17-24, doi:10.24014/jp.v9i1.136.

Virgandiri, S., Lestari, D. R., & Zwagery, R. V. (2020). Relationship of body image with eating disorder in female adolescent. Journal of Nursing Science Update (JNSU), 8(1), 53–59. https://doi.org/10.21776/ub.jik.2020.008.01.8

Yani, M. V., Pratiwi, M. S., Agustini, M. P., Yuliyatni, P. C., & Supadmanaba, I. G. (2022). Hubungan Kejadian eating disorder Dengan status gizi remaja Putri di Denpasar, Bali. Intisari Sains Medis, 13(3), 664–669. https://doi.org/10.15562/ism.v13i3.717