ISSN 2477-1686
Vol. 7 No. 13 Juli 2021
Bunuh Diri Pada Usia Remaja Terus Meningkat, Mengapa Bisa Terjadi?
Oleh:
Gavina Tamara, Nanda Ayu Putri, Nabila Febriannisa
dan Laila Meiliyandrie Indah Wardani
Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana
Pada remaja tingkat bunuh diri merupakan kematian nomor dua tertinggi yaitu pada usia 15-29 tahun, denganbanyaknya perubahan yang terjadi pada remaja seperti dari perubahan hormon, fisik hingga lingkungansosialnya. Namun, banyak sekali faktor yang muncul yang dialami remaja, misalnya kekhawatiran yang berlebihan, kecemasan, masalah keluarga, atau faktor dari teman sebaya. Dengan adanya masalah yang timbul dan apabila terus menerus dipendam akan semakin menimbulkan stress yang berat sehingga akanmencapai titik yang paling tinggi yaitu akan terjadinya depresi berat (Tobing & Mandasari, 2020). Ditambahdengan situasi dan keadaannya kurang baik, sehingga dengan permasalahan-permasalahan tersebut yang tidak dapat diatasi atau ditangani dengan baik maka yang paling fatal akan timbulah bunuh diri. Dengankurangnya dukungan dari keluarga atau bahkan dari teman sebayanya juga sangat berpengaruh terhadapbunuh diri tersebut. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan bunuh diri yaitu dari faktor psikologis, darilingkungan sosialnya, dan juga faktor biologis.
Mengapa Bunuh Diri pada Kalangan Remaja Semakin Meningkat?
Mengingat masa muda adalah masa dimana muncul banyak periode dalam kehidupan, seperti masa dimanakita harus mencari jati diri kita sebenarnya dan menjaga ketidakstabilan emosi dan psikologis yang ada dalamdiri. Selain hal yang di sebutkan sebelumnya bahwa perilaku bunuh diri dikatakan sangat banyak ditemukan kejadiannya pada anak yang baru menginjak usia remaja. Hal tersebut terjadi karena pada saat kita menginjak usia remaja kita memiliki “tanggungan” lebih besar atas diri kita sendiri. Perilaku bunuh diri pada remaja terjadikarena remaja tidak dapat menyelesaikan tugas perkembangan sesuai dengan tahapan usianya. Dapat kesimpulan yang menjelaskan bahwa Indonesia termasuk kedalam negara bunuh diri seperti Jepang dan Cina, kesimpulan tersebut diambil dari data WHO tahun 2005 dan dalam data tersebut juga dijelaskan kurang lebihnya 50.000 ribu orang melakukan bunuh diri di setiap tahunnya (Nugroho, 2012).
Dari sebuah data hasil analisis secara langsung bunuh diri pada kalangan remaja terjadi karena seringmunculnya pemikiran pada remaja yang mengatakan bahwa hidup adalah kehidupan yang tidak berharga yang dimulai dari pikiran sekilas hingga akhirnya benar-benar melakukannya. Kemudian dari penelitian yang dilakukan oleh Khandan low et al (2012, Aulia, Yulastri, & Sasmita, 2019) bunuh diri terjadi karena tidakterselesaikannya suatu masalah sehingga menimbulkan stres. Di lain sumber juga kami mendapatkan data penyebab bunuh diri pada kalangan remaja yang dibuat oleh Page, dkk (2006, Aulia, Yulastri, & Sasmita, 2019) bunuh diri terjadi karena adanya kekacauan dan kebingungan selama proses pencapaian kemandirianremaja, hal tersebut disebabkan karena kurangnya peran orang tua di dalamnya. Hal lain yang menyebabkanterjadinya bunuh diri pada kalangan remaja disebutkan bahwa faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi, dimana remaja yang berada di lingkungan sosial baik maupun buruk sama-sama memiliki ide bunuh diri yang tinggi.
Seperti Apa Bunuh Diri pada Remaja dari Sudut Pandang Teori Ekologi Bronfenbrenner?
Urie Bronfenbrenner (1917-2005) menyatakan bahwa Teori Ekologi menjelaskan fungsi dari beberapa peran lingkungan yang sangat berperan dalam perkembangan manusia mengenai proses interaksi, termasuk pada saat masa remaja (Gamayanti, 2014). Teori Ekologi berkaitan dengan bunuh diri pada remaja yang akan dianalisis melalui lima sistem dalam teori ekologi Bronfenbrenner (Gamayanti, 2014), yaitu sebagai berikut:
1. Mikrosistem memiliki peran yang sangat berhubungan dekat dengan masa remaja terutama terhadap usaha bunuh diri.
a. Riwayat Keluarga
Ditinjau dari latar belakang keluarga yang memiliki hubungan yang bermasalah memberikan dampak besar bagi remaja dalam menyelesaikan masalah.
b. Keluarga Bermasalah
Faktor komunikasi dan hubungan antara orang tua dengan anak menjadi pengaruh paling resiko dalam usaha bunuh diri pada remaja, terutama kemampuannya dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
c. Teman Sebaya
Faktor remaja yang melakukan usaha bunuh diri terjadi akibat adanya konflik di dalam kelompoknya, masalah asmara dan hubungan yang tidak baik antar teman.
d. Sekolah
Stres akademik dan hambatan hubungan sosial di sekolah menjadi faktor usaha bunuh diri pada remaja karena mereka sulit menyesuaikan diri dengan berbagai permasalahan.
2. Mesosistem merupakan sistem yang terdiri dari hubungan antara beberapa lingkungan langsung dari mikrosistem. Di dalam mesosistem ini mengenai bagaimana remaja melakukan interaksi dalam berbagai situasi yang berbeda. Apabila remaja tidak menjalin hubungan yang sehat dalam membangun emosional di dalam rumah akan berdampak di sekolah berupa kegagalan yang berpengaruh pada harga diri bahkan kepercayaan diri, sehingga timbul terjadinya depresi yang dapat mengakibatkan bunuh diri pada remaja.
3. Eksosistem merupakan sistem yang berkaitan dengan situasi lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan remaja secara tidak langsung. Di dalam eksosistem yang sangat berpengaruh terhadap perilaku usaha bunuh diri pada remaja adalah media. Melalui beberapa media seperti, koran, televisi maupun sosial media memberikan dampak besar terhadap tindakan bunuh diri pada remaja, beberapa hal tersebut ikut berperan dalam meningkatnya jumlah bunuh diri pada usia remaja. Kini, kejadian bunuh diri sangat mudah dijumpai dan ditemukan serta banyak orang atau media yang mempublikasikan secara luas. Seperti yang sering kita lihat pada media televisi, banyak artis melakukan tindakan bunuh diri sebagai cara terakhir dalam menyelesaikan masalahnya. Dikarenakan masa remaja masih mencari identitas diri maka, hal tersebut dijadikan ide bagi remaja dalam menyelesaikan masalah atau tekanan yang sedang dihadapi.
4. Makrosistem merupakan sistem yang berkaitan dengan lingkungan ideologi dan nilai-nilai budaya. Dengan menggali infromasi yang berkaitan dengan budaya, peran makrosistem yang melatarbelakangi terjadinya tindakan bunuh diri. Pada remaja nilai budaya sangatlah erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal itulah yang akhirnya menimbulkan pemikiran remaja yang menurutnya baik untuk dilakukan ketika sedang dalam keadaan yang rumit dan penuh tekanan. Di masa remaja yang sedang mengalami perubahan dalam kognitif dan emosional yang mudah berubah, sangat memerlukan arahan dan peran orang tua dalam menghadapi tekanan. Remaja perlu di edukasi tentang bagaimana cara menghadapi keadaan yang sulit dan tertekan yang dimana akhirnya membuat remaja stres. Jika remaja tidak mampu menyelesaikan masalahnya dengan baik dan memicu depresi maka, usaha bunuh diri pun terjadi.
5. Kronosistem merupakan sistem yang berkaitan dengan transisi seluruh waktu, dalam pengertian dampak waktu pada seluruh sistem dan seluruh proses perkembangan remaja. Contohnya adalah perceraian merupakan suatu transisi. Perceraian memberikan efek negatif pada anak terutama ketika anak sedang berada di masa remaja, perubahan kognitif dan emosional mudah berubah dan mudah terpengaruh jika tidak ada komunikasi yang baik dengan orang tuanya. Perceraian dapat mengakibatkan usaha bunuh diri pada remaja karena interaksi keluarga menjadi tidak baik bahkan buruk dan hal ini akan berpengaruh terhadap usaha bunuh diri jika remaja tidak mendapatkan pengertian yang baik dan tidak dapat menerima keadaan keluarganya yang akhirnya membuat remaja menjadi depresi.
Lalu, Apa yang Sebenarnya Remaja Butuhkan?
Perkembangan remaja dimulai ketika anak belajar menguasai keterampilan dan kemampuan dalammemahami interaksi yang dinamis dan kompleks dimulai dari keluarga hingga lingkungan sekitarnya.Perkembangan remaja ini menjadi penting terhadap pembentukan kepribadiannya dalam menghadapi situasiatau keadaan yang tertekan ketika beranjak masa dewasa, terutama keterampilan dan kemampuannya dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu, masa remaja sangatlah penting dengan cara saling berinteraksi di lingkungan melalui misalnya dari perhatian, kasih sayang, rasa aman, pengakuan serta penghargaan dapatmemberikan peluang bagi remaja, hal tersebut bertujuan agar remaja dapat mengekspresikan dirinya sesuaidengan hal yang ia butuhkan dimasa perkembangannya tersebut dalam proses pencarian identitas diri. Sehingga, krisis pencarian identitas diri dapat terselesaikan dengan semestinya dan terhindar dari usahabunuh diri pada remaja.
Referensi:
Aulia, N., Yulastri., & Sasmita, H. (2019). Analisis Hubungan Faktor Risiko Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja. Jurnal Keperawatan, 11(4), 307-314. https://doi.org/10.32583/keperawatan.v11i4.534
Gamayanti, W. (2014). Usaha Bunuh Diri Berdasarkan Teori Ekologi Bronfrenbenner. Jurnal Ilmiah Psikologi, 1(2), 204-230. https://doi.org/10.15575/psy.v1i2.478
Nugroho, W. B. (2012). Pemuda, Bunuh Diri dan Resiliensi: Penguatan Resiliensi sebagai Pereduksi Angka Bunuh Diri di Kalangan Pemuda Indonesia. JURNAL STUDI PEMUDA, I(1), 31-45. https://doi.org/10.22146/studipemudaugm.32074
Tobing, D. L., & Mandasari, L. (2020). Tingkat Depresi Dengan Ide Bunuh Diri Pada Remaja. Indonesian Jurnal Of Health Development, 2(1), 1-7.