ISSN 2477-1686  

   Vol.5 No. 16 Agustus 2019

Resiliensi Dalam Situasi Kehidupan Sehari-hari

Oleh

Erdina Indrawati

Fakultas Psikologi, Universitas Psikologi Indonesia  Y.A.I

 

Kehidupan individu sehari-hari tidak akan terlepas dari berbagai kesulitan dalam menghadapi perubahan budaya, gaya hidup, lingkungan dan yang lainnya. Kesulitan dapat terjadi pada waktu dan tempat yang terkadang sulit untuk diprediksikan. Pada situasi tertentu saat kesulitan tidak dapat dihindari, individu yang memiliki resiliensi dapat mengatasi berbagai permasalahan kehidupan dengan cara yang dimilikinya. Individu akan mampu mengambil keputusan dalam kondisi yang sulit secara cepat. Keberadaan resiliensi akan mengubah permasalahan menjadi sebuah tantangan, kegagalan menjadi kesuksesan, ketidakberdayaan menjadi kekuatan. Resiliensi adalah suatu kemampuan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan setiap orang. Hal ini disebabkan karena kehidupan manusia diwarnai oleh kondisi yang tidak selalu menyenangkan. Kondisi yang tidak selalu menyenangkan ini menantang manusia untuk mengatasinya, untuk belajar darinya, dan bahkan untuk berubah karenanya (Desmita, 2009). Resiliensi dalam  psikologi merupakan kapasitas positif pada manusia dalam menghadapi stres dan kesulitan. Resiliensi merupakan proses sukses beradaptasi kepada pengalaman hidup yang menantang.

 

Siebert (2005) memaparkan bahwa yang di maksud dengan resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dengan baik perubahan hidup pada level yang tinggi, menjaga kesehatan di bawah kondisi penuh tekanan, bangkit dari keterpurukan, mengatasi kemalangan, merubah cara hidup ketika cara yang lama dirasa tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada dan menghadapi permasalahan tanpa melakukan kekerasan.

 

Bagaimana individu bereaksi ketika menghadapi kesulitan yang tak terduga?

 

1.    Individu yang sehat dan resilien memiliki kepribadian yang tahan uji, tahan stres dan dapat mengambil hikmah dari pengalaman yang tidak  menyenangkan.

  1. Individu yang resilien dapat mengatasi kesulitan dan dapat berkembang di bawah tekanan hidup (tak mempan dari kesulitan).

3.    Orang-orang yang sangat tinggi resiliensinya pulih dari pengalaman traumatik dengan lebih kuat, lebih baik dan lebih bijaksana.

4.    Ketika tersakiti atau mengalami distres, individu yang resilien mencari cara untuk “membalikkan” keadaan. Reaksi individu  adalah mencari pelajaran, bukan bereaksi sebagai korban atau menyalahkan.

 

Sumber-sumber resiliensi menurut Grotberg (1999), antara lain:

  1. Faktor “I am

Kekuatan yang berasal dari dalam diri:

a.    Perasaan dicintai

b.    Mencintai, empati, altruistic

c.    Percaya diri

d.    Mandiri dan bertanggung jawab

e.    Harapan dan keyakinan pada yang mahakuasa

 

  1. Faktor “I have

Dukungan eksternal dan sumberdaya untuk meningkatkan resiliensi.

Sebelum anak sadar diri (I am) atau apa yang dapat dilakukan (I can), ia butuh faktor-faktor “I have”.

Sumber-sumber dukungan luar (I have) adalah:

a.    Trusting relationship

b.    Struktur dan aturan dalam keluarga / rumah

c.    Role Models

d.    Dorongan untuk mandiri

e.    Akses kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, keaman

 

  1. Faktor “I can

Kompetensi sosial dan interpersonal

a.    Berkomunikasi

b.    Memecahkan masalah

c.    Pengelolaan perasaan dan dorongan

d.    Mengukur temperamen diri dan orang lain

e.    Mencari trusting relationship

 

Lebih lanjut, Grotberg (1999), memaparkan kualitas-kualitas yang dimiliki orang yang resilien, yaitu:

  1. Ingintahu besar (Apa yang lain ya?)
  2. Selalu belajar dari pengalaman (Apa pelajaran dari kejadian ini?)
  3. Cepat beradaptasi, fleksibel mental dan emosional.
  4. Punya kepercayaan diri yang kuat (saya suka diri saya)
  5. Punya hubungan antar manusia yang erat (saling kasih, bersahabat)
  6. Jujur mengungkapkan perasaan
  7. Optimis (pasti ada caranya supaya jadi lebih baik)
  8. Berempati (Bagaimana rasanya kalau jadi mereka?)
  9. Berintuisi (Apa yang ingin dikatakan badan saya?)
  10. Mempertahankan diri (Fight back)
  11. Mampu merubah nasib buruk menjadi baik
  12. Makin lama makin baik / kuat (makin kompeten, enjoy life, tegar)

 

 

Mengacu pada paparan di atas, berikut ini merupakan tips/cara membangun Resiliensi dalam situasi kehidupan sehari-hari, antara lain:

  1. Menjaga hubungan baik dengan keluarga, teman atau kerabat.
  2. Hindari melihat krisis dan kejadian yang buruk sebagai masalah yang tak mungkin dihadapi.
  3. Menerima keadaan yang tak mungkin diubah.
  4. Mengembangkan sasaran yang realistis dan terus berusaha mencapainya.
  5. Mengambil action yang mantap dalam situasi tak menguntungkan.
  6. Selalu melihat kesempatan penemuan diri setelah mengalami kesulitan / kehilangan.
  7. Mengembangkan percaya diri.
  8. Melihat keadaan stres secara lebih positif.
  9. Miliki harapan dan memvisualisasikan apa yang diinginkan.
  10. Mengurus kesehatan fisik dan psikis, memperhatikan perasaan & kebutuhan diri sendiri serta melakukan aktivitas-aktivitas yang “enjoyable”.
  11. Belajar dari masa lalu untuk menjadi lebih baik dikemudian hari.
  12. Bersikap fleksibel.
  13. Meningkatkan spiritualitas.

 

Perlu diingat bahwa pikiran dan kebiasaan bisa menjadi hambatan, atau sebaliknya dapat menjadi jembatan ke masa depan yang lebih baik dan perjuangan untuk pulih dari kesulitan akan membawa pada pengembangan kekuatan dan kemampuan yang mungkin sempat terpikir tak mungkin ada.

 

 

Referensi:

 

Desmita. (2009). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 

Grotberg, EH. (1999). Tapping your inner strength: How to find the resilience to deal with anything. Oakland, CA: New Harbinger Publications, Inc

 

Siebert, A (2005). The resiliency advantage: master change, thrive underpressure, and bounce back from setbacks. California: Berret Koehler Publisher, Inc

 

.