ISSN 2477-1686

Vol.2. No.2. Januari 2016

 

Ditta Febrieta

Fakultas Psikologi

Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Kebahagiaan menjadi masalah yang penting selama masa perkembangan di dalam kehidupan manusia. Tidak ada yang menyangkal bahwa kebahagiaan merupakan salah satu hal yang diidamkan (Headey & Wearing, 1992). Individu yang bahagia akan mampu beradaptasi dengan baik dan cenderung lebih sukses dalam berbagai bidang, seperti sosial, kesehatan, pemecahan masalah, dan lainnya (Eid & Larsen, 2008). Namun, ketidakbahagiaan yang dirasakan oleh individu dalam masa kehidupannya akan meninggalkan jejak pada diri yang bersangkutan sehingga dapat mempengaruhi sikap dalam berhubungan dengan orang lain dan dapat mengacaukan kemampuan individu dalam menyesuaikan diri secara personal maupun sosial (Hurlock, 1999). 

Psikologi Positif

Ketika sisi negatif lebih sering diulas dibandingkan sisi positif, kebahagiaan semakin menarik untuk diperbincangkan (Demir, 2009) di dalam hidup manusia. Konsep kebahagiaan muncul dari perkembangan aliran psikologi positif (Eid & Larsen, 2008). Seligman berpendapat bahwa munculnya psikologi positif menyadarkan peran psikologi dalam membuat hidup individu lebih bermakna, meningkatkan keberfungsian diri dan juga meningkatkan kebahagiaan (Schiffrin & Nelson, 2010).

Berbagai definisi serta pendekatan konsep untuk membahas kebahagiaan pun mulai bermunculan (Eid & Larsen, 2008). Perbandingan demografi seperti usia, jenis kelamin, budaya; kepribadian; jaringan sosial seperti dukungan sosial, persahabatan, dan keluarga; status sosial serta kepuasan hidup menjadi pertimbangan hal yang membuat individu merasa bahagia (Headey & Wearing, 1992).

Dalam beberapa penelitian, kata kebahagiaan sering digunakan secara bergantian dengan subjective well-being. Namun, secara teoritis kebahagiaan merupakan sub dimensi dari well-being (Headey & Wearing, 1992) dan merupakan salah satu aspek dari subjective well-being (Samman, 2007). Diener (2009) dan Argyle (2001) mendefinisikan kebahagiaan sebagai bentuk evaluasi afektif dan kognitif individu yang mencakup kepuasan hidup secara keseluruhan, adanya afek positif, dan tidak adanya afek negatif. Sedangkan Snyder dan Lopez (2007) mendefinisikan kebahagiaan sebagai emosi positif yang dinilai secara subjektif sehingga setiap individu merasakan kebahagiaan dengan cara yang berbeda tergantung pada sudut pandangnya masing-masing.

Eudaimona & Hedonis

Penggambaran mengenai konsep kebahagiaan secara garis besar dapat digambarkan melalui dua konsep dari Yunani kuno yaitu eudaimonia dan hedonis (Eid & Larsen, 2008; Miller, 2010; Hallam, Olsson, O’Connor, Hawkins, Toumbourou, Bowes, Sanson, McGee, 2013). Konsep eudaimonia sering merujuk pada definisi kebahagiaan (White, 2006) yang berfokus pada pencapaian kebahagiaan dengan menjalani hidup dengan baik dan memenuhi potensinya (aktualisasi diri) sebagai manusia (Franklin, 2010; Uchida, Takahashi, & Kawahara, 2013). Sementara konsep hedonis memandang bahwa kebahagiaan individu berfokus pada emosi positif (Eid & Larsen, 2008) yang diidentifikasikan dengan adanya kesenangan (White, 2006; Demir, 2007; Demir & Ozdemir, 2010; Uchida, Takahashi, & Kawahara, 2013) yang seringkali merujuk pada kenikmatan ketika menikmati minuman, makanan, dan aktivitas lainnya.

Pada setiap tingkatan usia pun ada saat-saat yang membahagiakan maupun yang tidak membahagiakan di dalam hidupnya (Hurlock, 1999). Penelitian mengenai usia dan kebahagiaan belum secara spesifik terlibat dalam ranah psikologi. Namun dalam hal ini, usia menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan (Compton, 2005; Eid & Larsen, 2008; Fukuda, 2013; Veenhoven, 2008b). Fukuda (2013) berpendapat bahwa pada usia 18 – 55 tahun kebahagiaan individu tampak menurun, dan kemudian kembali meningkat pada usia 56 – 69 tahun, lalu mulai stabil pada usia 70–79 tahun. Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Fritjers dan Beatton (2012), ahli ekonomi tersebut mengatakan bahwa pengaruh usia terhadap kebahagiaan tampak sebagai pola berbentuk U. Pola tersebut memetakan bahwa perasaan bahagia yang stabil terjadi pada usia 20 hingga 55 tahun dan mulai meningkat perasaan bahagiaanya hingga puncak usia 67 tahun, kemudian terjadi penurunan yang drastis di usia 75 tahunan yang terjadi karena efek stres akibat penurunan kesehatan.

Kebahagiaan dan Kepuasan Hidup

Beberapa faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pada individu antara lain adalah kepuasan hidup (Demir, 2009; Demir & Davidson, 2013; Demir & Ozdemir, 2010), religiusitas (Alavi, 2007; Eid & Larsen, 2008; Franklin, 2010; Fukuda, 2013), gaya atribusi yang positif (Furnham & Cheng, 2001), kesehatan (Eid & Larsen, 2008; Veenhoven, 2008a), kecerdasan emosi (Fatt & Howe, 2003; Furnham & Christoforou, 2007; Gupta, 2011; Hallam, et al., 2013) pencapaian akademik (Lu & Hu, 2005; Fukuda, 2013), rekreasi (Lyubomirsky & Tkach, 2006), uang (White, 2006; Eid & Larsen, 2008; Franklin, 2010), barang-barang berharga seperti perhiasan, trofi, mobil mewah, dan lainnya (Franklin, 2010), status sosio-ekonomi dan adanya dukungan sosial juga berkorelasi dengan kebahagiaan individu (Oshio, Umeda, & Kawakami, 2013), menjalin hubungan sosial (Headey & Wearing, 1992; Eid & Larsen, 2008; Franklin, 2010; Demir & Ozdemir, 2010; Demir & Davidson, 2013).

 

Referensi

Alavi, H. R. (2007). Correlatives of happiness in the university students of Iran (A religious approach). Journal of Religion and Health, 46, 480–499. doi:10.1007/s10943-007-9115-4

Argyle, M. (2001). The psychology of happiness. New York: Routledge.

Compton, W. C. (2005). An introduction to positive psychology. Belmont, CA: Thomson Wadsworth

Demir, M. (2007). Close friendships and happiness among young adults (Doctoral dissertation). Available from Proquest Dissertations & Theses database. (UMI No. 3279736).

Demir, M. (2009). Close relationships and happiness among emerging adults. Journal of Happiness Studies, 11, 293–313. doi:10.1007/s10902-009-9141-x

Demir, M., & Davidson, I. (2013). Toward a better understanding of the relationship between friendship and happiness: Perceived responses to capitalization attempts, feelings of mattering, and satisfaction of basic psychological needs in same-sex best friendships as predictors of happines. Journal of Happiness Studies, 14, 525–550. doi:10.1007/s10902-012-9341-7

Demir, M., & Ozdemir, M. (2010). Friendship, need satisfaction and happiness. Journal of Happiness Studies, 11, 243–259. doi:10.1007/s10902-009-9138-5

Eid, M., & Larsen, R. J. (2008). The science of subjctive well-being. New York: The Guilford Press.

Fatt, J. P., & Howe, I. C. (2003). Emotional intelligence of foreign and local university students in Singapore: Implications for managers. Journal Of Business And Psychology, 17(3), 345-367.

Franklin, S. S. (2010). The psychology of happiness: A good human life. New York: Cambridge.

Fritjers, P., & Beatton, T. (2012). The mystery of the u-shaped relationship between happiness and age. Journal of Economic Behavior and Organization, 82, 525 - 542.

Fukuda, K. (2013). A happiness study using age-period-cohort framework. Journal of Happiness Studies, 14, 135–153. doi:10.1007/s10902-011-9320-4

Furnham, A., & Cheng, H. (2001). Attributional style and personality as predictors of happiness and mental health. Journal of Happiness Studies, 2, 307–327.

Furnham, A., & Christoforou, I. (2007). Personality traits, emotional intelligence, and multiple happiness. North American Journal of Psychology, 9, 439-462.

Gupta, G. (2011). Emotional intelligence as predictor of happiness among professional and non-professional students. Journal of Psychosocial Research, 6(2), 221-229.

Hallam, W. T., Olsson, C. A., O’Connor, M., Hawkins, M., Toumbourou, J. W., Bowes, G., . . . Sanson, A. (2013). Association between adolescent eudaimonic behaviours and emotional competence in young adulthood. Journal of Happiness Studies. doi:10.1007/s10902-013-9469-0

Headey, B., & Wearing, A. (1992). Understanding happiness: A theory of subjective . Australia: Longman Cheshire.

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (5th ed.). Dalam R. M. Sijabat (Ed.) Jakarta: Penerbit Erlangga.

Lyubomirsky, S., Sheldon, K., & Schkade, D. (2005). Pursuing happiness: The architecture of sustainable change. Review of General Psychology, 9(2), 111–131. doi:10.1037/1089-2680.9.2.111

McMahon, D. M. (2008). The pursuit happiness in history. Dalam M. Eid, & R. J. Larsen (Eds.), The science of subjective well-being (hl.80). New York: The Guilford Press

Miller, J. (2010). A distinction regarding happiness in ancient philosophy. Journal of Social Reasearch, 77, 2, 595-624.

Samman, E. (2007). Psychological and subjective well being: A proposal for internationally comparable indicators. Oxford: Ophi Working Paper Series.

Schiffrin, H. H., & Nelson, S. K. (2010). Stressed and happy? Investigating the relationship between happiness and perceived stress. Journal of Happiness Studies, 11, 33–39. doi:10.1007/s10902-008-9104-7

Snyder, C. R., & Lopez, S. J. (2007). Positive psychology: The scientific and practical explorations of human strength. California: Sage Publications, Inc.

Uchida, Y., Takahashi, Y., & Kawahara, K. (2013). Changes in hedonic and eudaimonic well-being after a severe nationwide disaster: The case of the great East Japan earthquake. Journal of Happiness Studies. doi:10.1007/s10902-013-9463-6

Veenhoven, R. (2008a). Healthy happiness: Effects of happiness on physical health and the consequences for preventive health care. Journal of Happiness Studies, 9, 449–469. doi:10.1007/s10902-006-9042-1

Veenhoven, R. (2008b). Sociological theories of subjective well-being. Dalam M. Eid, & R. J. Larsen (Eds.), The science of subjective well-being. New York: The Guilford Press

White, N. P. (2006). A briefhistory of happiness. Oxford: Blackwell Publishing.