ISSN 2477-1686
Vol. 11 No. 42 September 2025
Implikasi Stres Kerja dan Strategi Koping Stres Lazarus & Folkman
Oleh:
Laurensius Agus Diantoro T.
Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Kehidupan sehari-hari banyak melibatkan aktivitas produktif yang membutuhkan energi untuk menunjang keberlangsungannya. Produktivitas khususnya sangat terlihat pada individu yang bekerja. Dalam sudut pandang demografi, usia produktif berkisar antara usia 15 sampai 64 tahun. Rentang usia yang bervariasi ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi pekerja dalam menyeimbangkan waktu bekerja dan kehidupan personal atau work-life balance (Wirawan & Sukmarani, 2023) sampai meregulasi emosi (Santrock, 2022). Bahkan kota Jakarta menduduki peringkat ke-enam dari 69 negara di dunia sebagai kota dengan tingkat stres kerja yang tinggi (Wright, 2020). Maka dari itu, pemahaman pekerja mengenai stres penting untuk mengetahui strategi yang tepat untuk mengelola stres akibat pekerjaan.
Hans Selye (1956) menjelaskan bahwa stres merupakan respons tubuh terhadap tantangan eksternal. Respons ini muncul sebagai cara tubuh menghadapi stressor (pemicu stres) tanpa memperhitungkan apakah dampaknya positif maupun negatif. Stres dapat terbagi menjadi dua jenis, yaitu eustress dan distress. Eustress adalah stres yang memberikan dampak positif bagi individu, misalnya ketika seseorang memandang stressor sebagai tantangan yang menguntungkan dirinya dan mampu memberikan pengalaman baru (Selye, 1956). Sebaliknya, distress adalah stres yang dipersepsikan merugikan, sehingga menimbulkan dampak negatif bagi individu (Selye, 1956). Persepsi terhadap stres sangat bergantung pada bagaimana seseorang memandang stressor dan implikasinya bagi dirinya Selye. Dalam konteks pekerjaan, kedua jenis stres ini lazim terjadi dan dapat memengaruhi cara individu menghadapi tuntutan pekerjaannya.
Dunia pekerjaan melibatkan banyak hal yang dituntut untuk cepat selesai. Untuk menyelesaikan banyak pekerjaan tersebut terdapat peran, posisi, keahlian, dan spesialisasi pekerja untuk bekerja sesuai porsinya. Dalam dunia korporasi, setiap pekerja mendapatkan porsinya masing-masing untuk mengerjakan tugas yang telah diberikan. Tetapi dalam kenyataannya masih banyak pekerja yang mengalami beban kerja yang berlebih, kebingungan dengan posisi pekerjaan, konflik dengan rekan kerja, hingga ketidakmampuan untuk menyesuaikan waktu bekerja dan waktu pribadi (Aamodt et al., 2016).
Hal-hal tersebut dapat disebut sebagai sumber stres bagi pekerja yang dapat melahirkan stres yang dirasakan pekerja dan menimbulkan banyak implikasi terhadap pekerjaan dan diri pekerja secara personal. Penurunan performa bekerja, kesalahan dalam pekerjaan, hingga beban emosional menjadi dampak negatif yang muncul karena stres yang dialami oleh pekerja (Robins & Coutler, 2016). Lebih dari itu, konflik dengan keluarga, masalah finansial, teganggunya sistem imunitas tubuh, dan kecemasa menjadi dampak negatif dari stres kerja (Aamodt, 2016; Taylor & Stanton, 2019) yang dapat menjalar hingga ke kehidupan personal. Dampak-dampak stres tersebut dapat diminimalisir dengan beberapa cara, salah satunya adalah straregi koping stres.
Koping stres menurut Lazarus & Folkman (1984) adalah proses kognitif dan perilaku yang dinamis untuk mengelola rasa stres yang muncul dan dinilai melebihi kapasitas individu tersebut. Proses yang dialami setiap individu dapat berbeda dan dapat dikelompokkan dikelompokkan menjadi dua jenis koping. Jenis koping pertama adalah problem focused coping yang merupakan cara individu untuk mengatasi stresor dengan cara menyelsaikan masalahnya secara langsung. Terdapat juga individu yang lebih fokus mengelola emosi yang muncul akibat stresor yang dialami yang disebut emotion-focused coping (Cooper & Quick, 2017). Hal penting yang harus diingat adalah tidak ada koping stres yang lebih baik dan lebih buruk. Pemecahan masalah dan pengurangan rasa stres merupakan hal yang harus dilihat lebih penting bagi individu.
Stres memang umum dialami oleh sebagian besar pekerja, namum ada baiknya juga para pekerja memahami stres yang dialami agar dapat menghindari dampak yang merugikan bagi individu maupun orang lain. Selain itu, terdapat hal-hal yang dapat dilakukan pekerja untuk mengelola stres agar dapat beraktivitas lebih baik. Misalnya pekerja dapat meluangkan waktu merawat diri, melakukan aktivitas yang digemari, atau membuat rencana strategis untuk mengurangi stres merupakan contoh koping stres yang dapat diterapkan untuk mengurangi rasa stres yang dirasakan. Memahami kondisi dan keperluan diri juga dapat menjadi langkah awal pekerja dalam manajemen stres yang dirasakan.
Daftar Pustaka:
Aamodt, M., G. (2016). Industrial/ organizational psychology: an applied approach. 8th edition . Boston, MA: Cengage Learning.
Cooper, C. L., & Quick, J. C. (Eds.). (2017). The handbook of stress and health: A guide to research and practice. Wiley Blackwell.
Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal, and coping. New York: Springer Publishing Company.
Robbins, S. P., & Coulter, M. (2018). Management (14th Global ed.). Pearson.
Santrock, J.W. (2022). Essentials of Life-Span Development, 7th ed. New York, NY: McGraw Hill.
Selye, H. (1956). The stress of life. New York: McGraw-Hill.
Wirawan. S., A., R. & Sukmarani. (2023). Hubungan antara work-life balance dengan kepuasan kerja pada karyawan sales. Jurnal Ilmiah Psikologi MANASA, 12(1), 76-78. https://doi.org/10.25170/manasa.v12i1.4484
Wright, M. (30 Januari 2020). Workplace Burnout: Cities Around The World With The Most And Least Stressed Out Employees, 2020. CEOWORLD Magazine.
https://ceoworld.biz/2020/01/30/workplace-burnout-cities-around-the-world-with-the-most-and-least-stressed-out-employees-2020/