ISSN 2477-1686  

 Vol. 11 No. 38 Juli 2025

Pola Asuh Otoriter: Patuh tapi Terluka?

Oleh:
Khairul Amar
Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara

Pola asuh adalah pola interaksi yang dijalankan orang tua dalam mendidik anak, yang memberi dampak langsung terhadap perkembangan psikologis mereka. Salah satu gaya yang cukup sering ditemui adalah pola asuh otoriter, yang ditandai dengan kontrol mutlak, komunikasi satu arah, serta tuntutan agar anak patuh sepenuhnya terhadap aturan tanpa adanya ruang dialog (Yuliyanti et al., 2020). Pendekatan ini cenderung mengutamakan hukuman sebagai sarana untuk membentuk perilaku anak.

Mengacu pada teori pembelajaran sosial, anak-anak cenderung meniru apa yang mereka lihat dari lingkungan terdekat, terutama orang tua (Morrison, 2016). Jika orang tua memperlakukan anak dengan pendekatan otoriter, maka anak belajar bahwa relasi antarmanusia dibangun atas dasar dominasi, bukan pengertian atau empati. Hal ini kemudian membentuk moralitas yang lebih dilandasi rasa takut terhadap hukuman ketimbang kesadaran nilai (Qurrotu Ayun, 2017). Meski terkadang dianggap ampuh untuk menciptakan kedisiplinan, dampak jangka panjang dari pola asuh ini justru mengarah pada ketidakstabilan emosional. Anak mungkin terlihat patuh di permukaan, namun dalam dirinya menyimpan perasaan tidak aman, rendahnya rasa percaya diri, dan kesulitan mengatur emosi (Mano & Soetjiningsih, 2022). Tidak sedikit pula yang menunjukkan perilaku agresif pasif, atau justru menarik diri secara sosial.

Di bidang akademik, pendekatan otoriter juga terbukti menghambat eksplorasi anak. Anak-anak dari keluarga otoriter sering kali belajar dengan rasa cemas, enggan bertanya, dan takut membuat kesalahan. Akibatnya, mereka tidak berkembang secara optimal dalam berpikir kritis atau menunjukkan kreativitas (Afif & Kaharuddin, 2015). Tekanan ini juga berdampak pada kemampuan sosial anak, terutama saat harus beradaptasi dengan lingkungan yang lebih terbuka dan egaliter, seperti di sekolah. Dalam fase perkembangan yang semakin kompleks saat ini, di mana teknologi digital mendominasi kehidupan anak, pendekatan otoriter terbukti semakin tidak relevan. Menurut Rahmat (2018), anak-anak digital native membutuhkan bimbingan yang memberi ruang berpikir dan berekspresi, tanpa melepaskan nilai-nilai batasan. Pengasuhan yang terlalu kaku justru membuat mereka tidak mampu menyeleksi informasi secara kritis. 

Sebagai alternatif, pola asuh demokratis menjadi pendekatan yang lebih efektif dan adaptif. Di dalam pola ini, anak tetap diarahkan, tetapi juga diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat. Melalui dialog dan penjelasan yang rasional, anak belajar memahami nilai di balik aturan, bukan sekadar menaatinya karena takut (Morrison, 2016). Pola ini juga mendorong tumbuhnya rasa tanggung jawab dan kemampuan membuat keputusan secara mandiri.

Orang tua dalam konteks ini bertindak sebagai mitra pertumbuhan, bukan otoritas absolut. Saat anak merasa didengar dan dihargai, mereka lebih terbuka untuk menerima masukan dan bimbingan. Hal ini menciptakan landasan psikologis yang sehat bagi anak dalam membentuk identitas diri serta berinteraksi secara positif dengan lingkungan sosial. Pola asuh otoriter mungkin masih dianggap efektif untuk membentuk ketaatan, tetapi kenyataannya sering kali mengabaikan aspek-aspek penting dalam pembentukan karakter anak yang sehat secara emosional dan sosial. Sebaliknya, pendekatan yang lebih terbuka, komunikatif, dan reflektif terbukti mampu menumbuhkan anak-anak yang tidak hanya patuh, tetapi juga matang secara psikologis dan siap menghadapi tantangan kehidupan modern. 

Referensi:

Afif, A., & Kaharuddin, F. (2015). Perilaku belajar peserta didik ditinjau dari pola  asuh otoriter orang tua. Jurnal Pendidikan Dasar Islam, 2(2), 287–300.

Mano, H. J. A., & Soetjiningsih, C. H. (2022). Pola asuh otoriter dan kecerdasan emosi remaja di Jayapura. Jurnal Ilmiah Bimbingan Konseling Undiksha, 13(1), 6–18. https://doi.org/10.23887/jibk.v13i1.42441

Morrison, G. S. (2016). Early childhood education today (13th ed.). Pearson  Education.

Qurrotu Ayun. (2017). Pengaruh pola asuh otoriter terhadap pembentukan moralitas anak. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 6(1), 34–45

Rahmat, S. T. (2018). Pola asuh yang efektif untuk mendidik anak di era digital. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, 10(2), 143–161. https://doi.org/10.36928/jpkm.v10i2.166

Yuliyanti, D., Dewi, K. T., & Lestari, W. (2020). Pengaruh pola asuh otoriter  terhadap perkembangan sosial anak usia dini. Jurnal Obsesi: Jurnal  Pendidikan Anak Usia Dini, 4(1), 356–362.  https://doi.org/10.31004/obsesi.v4i1.319