ISSN 2477-1686
Vol. 11 No. 28 Februari 2025
Fallacy Berpikir dalam Berorganisasi: Perspektif Psikologi Kognitif dan Sosial
Oleh:
Erina Nur Faridha
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA
Dalam dunia organisasi, pengambilan keputusan sering kali dipengaruhi oleh berbagai bias kognitif yang tidak disadari. Kesalahan berpikir atau fallacy dapat menyebabkan organisasi mengambil langkah yang kurang efektif, bahkan berisiko merugikan. Dalam perspektif psikologi, teori kognitif dan sosial memberikan landasan untuk memahami mengapa bias ini terjadi dalam kehidupan berorganisasi.
Fallacy berpikir dalam organisasi dapat dijelaskan melalui dua perspektif utama dalam psikologi: psikologi kognitif dan psikologi sosial.
Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif membahas bagaimana seorang individu memproses sebuah informasi, mengingat, dan mengambil keputusan. Salah satu teori yang menjelaskan proses tersebut adalah Tori Dual-Process (Kahneman, 2011) yang menjelaskan bahwa seorang individu memiliki dua sistem berpikir:
1. Sistem 1 (Intuitif dan Cepat)
Dalam sistem ini dijelaskan bahwa sistem berpikir beroperasi secara otomatis dan berdasarkan pengalaman serta emosi. Sistem ini kerap kali menghasilkan keputusan yang cepat tetapi rentan terhadap bias kognitif
2. Sistem 2 (Analitis dan Lambat)
Dalam sistem ini dijelaskan bahwa sistem berpikir seorang individu berbasis pemikiran yang lebih rasional dan logis. Mesikipun lebih akurat, namun sistem ini memerlukan lebih banyak energi kognitif sehingga jarang digunakan dalam pengambilan keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, apabila seorang individu hanya menggunakan satu sistem saja dalam proses berpikir, maka akan lebih rentan terhdap fallacy berpikir.
Psikologi Sosial
Dalam teori ini membahas bagaimana interaksi sosial memengaruhi perilaku individu atau organisasi. Dalam konteks organisasi, beberapa teori yang mempelajari mengenai fallacy berpikir adalah
1. Teori Identitas Sosial
Dalam (Tajfel & Turner, 1979) menjelaskan bahwa seorang individu cenderung mengelompokkan diri dalam kategori sosial tertentu dan mengadopsi norma serta budaya dalam sebuah organisasi. Dalam sebuah sebuah organisasi, hal ini tentunya menyebabkan bias organisasi (ingroup favoritism), dimana anggota organisasi lebih cenderung mengabaikan kritik dari dalam organisasi dan memperkuat kesalahan berpikir kolektif. Identitas sosial juga memengaruhi loyalitas, sehingga keputusan organisasi sering dipengaruhi oleh rasa keterikatan pada organisasi tertentu, bukan semata-mata oleh data objektif.
2. Teori Dissonansi Kognitif
Festinger (1957) menyatakan bahwa seorang individu cenderung mempertahankan konsistensi dalam keyakinan dan tindakan. Apabila terdapat informasi baru yang bertentangan dengan keyakinan seorang individu tersebut, maka individu tersebut lebih mungkin untuk mengabaikannya daripada mengubah pandangannya, yang memperkuat confirmation bias dan false consensus effect.
Confirmation Bias (Bias Konfirmasi)
Bias konfirmasi terjadi apabila seorang individu hanya mencari, mengingat atau menafsirkan informasi yang mendukung keyakinannya sendiri, serta mengabaikan data yang bertentangan (Nickerson, 1998). Hal ini diperkuat oleh cognitive dissonance (Festinger, 1957), di mana individu menghindari informasi yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan psikologis.
Groupthink (Pemikiran Organisasi)
Janis (1972) dalam teorinya tentang Groupthink menjelaskan bahwa fenomena ini terjadi ketika organisasi lebih mengutamakan harmoni dan konsensus daripada pengambilan keputusan yang rasional. Hal ini sering terjadi dalam lingkungan yang sangat hierarkis atau dalam tim yang sangat kohesif.
Sunk Cost Fallacy (Bias Biaya Hangus)
Bias ini terjadi ketika organisasi terus mempertahankan keputusan yang buruk karena telah menginvestasikan banyak sumber daya dalam proyek tersebut. Prospect Theory (Kahneman & Tversky, 1979) menjelaskan bahwa individu lebih cenderung menghindari kerugian daripada mencari keuntungan, sehingga mereka terus berinvestasi dalam keputusan yang buruk untuk menghindari rasa rugi.
Halo Effect (Efek Halo)
Efek halo dijelaskan dalam Implicit Personality Theory (Nisbett & Wilson, 1977), yang menyatakan bahwa individu cenderung menilai seseorang secara keseluruhan berdasarkan satu aspek positif tertentu, mengabaikan kelemahan lainnya.
False Consensus Effect (Efek Konsensus Palsu)
Ross, Greene, & House (1977) menjelaskan bahwa efek ini terjadi ketika seseorang meyakini bahwa lebih banyak orang setuju dengan pendapatnya daripada yang sebenarnya. Ini berkaitan dengan self-serving bias, di mana individu cenderung melebih-lebihkan kesamaan pandangan mereka dengan orang lain.
Overconfidence Bias (Bias Kepercayaan Diri Berlebihan)
Moore & Healy (2008) menunjukkan bahwa kepercayaan diri yang berlebihan sering kali membuat individu meremehkan risiko dan mengabaikan kemungkinan kesalahan. Bias ini dijelaskan dalam Illusory Superiority, di mana individu melebih-lebihkan kemampuan mereka dibandingkan kenyataan.
Cara Menghindari Fallacy Berpikir dalam Berorganisasi
1. Dorong budaya diskusi terbuka
Dalam hal ini pastikan semua anggota organisasi menyampaikan pendapat dan idenya dalam diskusi
2. Gunakan data yang obyektif
Data yang valid sangat diperlukan dalam mencapai tujuan organisasi sehingga tidak menggunakan intuisi atau opini pribadi dalam membuat keputusan
3. Evaluasi keputusan secara berkala
Evaluasi ide-ide yang telah diambil dalam sebuah keputusan sangat dibutuhkan, sehingga tidak takut untuk mengubah strategi apabila terdapat bukti atau data yang menunjukkan bahwa terdapat pilihan lain yang lebih baik
4. Tidak selalu merasa seperti gelas penuh
Tetap terbuka terhadap pembelajaran baru dan evaluasi ulang keputusan yang sudah dibuat
5. Libatkan perspektif yang beragam
Diskusikan keputusan penting dengan berbagai pihak yang memiliki latar belakang dan sudut pandang yang bermacam akan tetapi masih memahami jalannya sebuah diskusi
Fallacy berpikir dalam organisasi dapat dijelaskan melalui berbagai teori dalam psikologi kognitif dan sosial. Keterbatasan kognitif dan pengaruh sosial memainkan peran besar dalam keputusan organisasi, sering kali mengarah pada kesalahan berpikir yang berdampak negatif. Dengan memahami faktor-faktor yang memengaruhi bias kognitif, organisasi dapat mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan dampak negatifnya dan meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan.
Referensi
Asch, S. E. (1951). Effects of group pressure upon the modification and distortion of judgments. Groups, Leadership and Men, 222-236.
Festinger, L. (1957). A theory of cognitive dissonance. Stanford University Press.
Janis, I. L. (1972). Victims of groupthink: A psychological study of foreign-policy decisions and fiascoes. Houghton Mifflin.
Kahneman, D. (2011). Thinking, fast and slow. Farrar, Straus and Giroux.
Kahneman, D., & Tversky, A. (1979). Prospect theory: An analysis of decision under risk. Econometrica: Journal of the Econometric Society, 263-291.
Moore, D. A., & Healy, P. J. (2008). The trouble with overconfidence. Psychological Review, 115(2), 502–517.
Nickerson, R. S. (1998). Confirmation bias: A ubiquitous phenomenon in many guises. Review of General Psychology, 2(2), 175-220.
Nisbett, R. E., & Wilson, T. D. (1977). The halo effect: Evidence for unconscious alteration of judgments. Journal of Personality and Social Psychology, 35(4), 250–256.
Ross, L., Greene, D., & House, P. (1977). The “false consensus effect”: An egocentric bias in social perception and attribution processes. Journal of Experimental Social Psychology, 13(3), 279-301.
Tajfel, H., & Turner, J. C. (1979). An integrative theory of intergroup conflict. In The Social Psychology of Intergroup Relations (pp. 33-47). Monterey, CA: Brooks/Cole.
