ISSN 2477-1686
Vol. 10 No. 20 Oktober 2024
Pengaruh Intervensi Seni Terhadap Peningkatan Perasaan Positif Mahasiswa Kedokteran Terhadap Pasien Paliatif
Grace Noviana Yapto1,2, Sheila Valensia1,2, Jullyanny Waty Wijaya3, dan Christiany Suwartono1,2
1Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
2Center for the Study of Sustainable Community, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
3Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Perawatan paliatif adalah pendekatan medis yang bertujuan untuk memberikan kenyamanan dan kualitas hidup terbaik bagi pasien yang menghadapi penyakit serius, khususnya pada tahap lanjut. Fokus utama dari perawatan ini adalah memberikan dukungan holistik yang mencakup aspek fisik, emosional, sosial, dan spiritual bagi pasien dan keluarganya. Di tengah tantangan yang dihadapi oleh pasien dalam situasi kritis, penting untuk mengintegrasikan pendekatan yang lebih manusiawi guna membantu mereka menghadapi masa-masa sulit dengan martabat dan kasih sayang. Mahasiswa kedokteran yang sedang belajar tentang perawatan paliatif perlu dilatih tidak hanya dalam hal penanganan medis, tetapi juga dalam hal empati, kepedulian, dan penghargaan terhadap martabat pasien. Salah satu pendekatan yang dapat mendukung ini adalah melalui kegiatan seni yang melibatkan interaksi dengan pasien. Seni menawarkan medium yang kuat untuk mengekspresikan emosi dan menciptakan hubungan yang lebih mendalam antara mahasiswa dan pasien. Hasil studi Kaimal, Ray, dan Muniz (2016) menemukan bahwa hanya dengan terlibat dalam aktivitas seni selama 45 menit dapat mengurangi stres seseorang. Melalui intervensi seni, mahasiswa kedokteran pun tidak hanya belajar tentang seni itu sendiri, tetapi juga tentang bagaimana membangun hubungan yang lebih baik dengan pasien paliatif.
Studi ini mengevaluasi dampak kegiatan seni terhadap kesejahteraan emosional dan sosial mahasiswa yang terlibat dalam perawatan paliatif, serta mengungkap bagaimana seni mampu memperkuat ikatan dan mengurangi rasa kesepian. Pendekatan inilah yang diterapkan di pendidikan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya (FKIK UAJ). Pada semester akhir, terdapat mata kuliah Blok Perawatan Paliatif. Salah satu tujuan dari kuliah Blok Perawatan Paliatif adalah agar mahasiswa memahami berbagai macam terapi perawatan paliatif. Terapi dalam perawatan paliatif terdiri dari terapi farmakologis dan terapi non-farmakalogis. Untuk terapi non-farmakologis yang dilakukan oleh mahasiswa adalah intervensi seni, dalam hal ini membuat gambar abstrak. Seni memiliki kekuatan untuk menyentuh emosi dan menciptakan koneksi mendalam, baik bagi pasien maupun bagi mereka yang merawatnya. Keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan ini diharapkan dapat mengajarkan mereka untuk memahami pentingnya menjaga martabat pasien dalam setiap langkah perawatan yang mereka berikan.
Kami mengumpulkan data dari mahasiswa tersebut untuk mengevaluasi dampak intervensi seni dalam pelayanan paliatif melalui pemberian pre-test dan post-test. Sebanyak 40 mahasiswa berpartisipasi dalam penelitian ini dan mengisi pre-test sebelum melakukan kegiatan seni dengan pasien paliatif. Kegiatan seni dilakukan di beberapa tempat perawatan paliatif, yaitu: Nursing Home Wulan 247 di Bekasi, Rumah Harapan Indonesia di Jakarta, Cancer Information & Support Center (CISC) di Jakarta. Para mahasiswa tersebut berpartisipasi dalam kegiatan seni bersama pasien paliatif selama dua pertemuan. Setelah kedua pertemuan tersebut, mahasiswa mengisi post-test. Penilaian dilakukan menggunakan alat ukur Skala Allophilia (Alfieri & Marta, 2011; Pittinsky, Rosenthal, & Montoya, 2011). Allophilia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sikap positif seseorang terhadap kelompok lain. Berasal dari bahasa Yunani yang berarti "menyukai orang lain," konsep allophilia menunjukkan perasaan yang lebih dari sekadar toleransi terhadap kelompok luar atau outgroup (Pittinsky, 2010).
Hasil dari skor post (M = 86.17, SD = 9.89) lebih tinggi dari skor pre (M = 79.28, SD = 9.84) dari pengukuran Allophilia mahasiswa. Adanya kegiatan seni bersama mahasiswa dengan pasien paliatif, membawa peningkatan allophilia yang berarti adanya peningkatan sikap positif, empati, dan apresiasi yang tulus dari mahasiswa terhadap kelompok pasien paliatif. Lebih lanjut, hasil analisis menunjukkan t(39) = 5.25, p < .001, Cohen's d = .83.
Gambar 1. Perbandingan Nilai Pre-Test dan Post-Test dari skor Allophilia dari mahasiswa
Hasil penelitian yang menunjukkan peningkatan allophilia pada mahasiswa setelah terlibat dalam kegiatan seni bersama pasien paliatif memberikan wawasan penting terkait peran terapi non-farmakologis dalam pendidikan kedokteran. Temuan ini juga menggarisbawahi bahwa keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan seni tidak hanya membantu mereka memahami pasien secara lebih mendalam, tetapi juga memperkuat ikatan emosional dan sosial antara mahasiswa dan pasien, yang pada gilirannya meningkatkan kualitas perawatan yang diberikan.
Kegiatan seni yang diterapkan dalam Blok Perawatan Paliatif di FKIK UAJ merupakan pendekatan yang inovatif dan manusiawi. Dalam konteks ini, seni menawarkan lebih dari sekadar hiburan atau pengalihan perhatian bagi pasien; seni menjadi medium yang kuat untuk membangun koneksi antara mahasiswa dan pasien. Seni bisa menembus batas-batas komunikasi tradisional, terutama bagi pasien yang mungkin mengalami kesulitan berkomunikasi secara verbal karena kondisi penyakit mereka. Kegiatan ini memberikan kesempatan bagi pasien untuk merasa didengar dan dihargai, serta memungkinkan mahasiswa untuk belajar cara merespons kebutuhan emosional dan psikologis pasien secara lebih penuh perhatian.
Saat ini, kegiatan seni mungkin hanya berupa sesi pembuatan gambar abstrak, namun program ini dapat diperluas dengan memperkenalkan berbagai bentuk seni lainnya seperti musik, teater, atau kerajinan tangan. Setiap bentuk seni memiliki potensi untuk menciptakan koneksi yang berbeda dengan pasien, serta memberikan manfaat terapeutik yang unik. Melalui pendekatan ini, mahasiswa kedokteran akan tumbuh menjadi tenaga medis yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga mampu memberikan perawatan yang berfokus pada kemanusiaan. Dengan keterlibatan mereka dalam kegiatan seni, mahasiswa belajar untuk memahami bahwa perawatan yang mereka berikan tidak hanya tentang mengobati penyakit, tetapi juga tentang menjaga martabat pasien di setiap langkah perawatan. Keterampilan dan sikap yang mereka kembangkan selama pendidikan ini akan menjadi fondasi yang kuat bagi mereka saat mereka memasuki dunia kerja sebagai dokter yang peduli dan empatik.
Alfieri, S., & Marta, E. (2011). Positive Attitudes Toward The Outgroup: Adaptation and Validtation of The Allophilia Scale. TPM, 18(2), 99-116. https://www.tpmap.org/wp-content/uploads/2014/11/18.2.3.pdf
Kaimal, G., Ray, K., & Muniz, J. (2016). Reduction of Cortisol Levels and Participants' Responses Following Art Making. Art Therapy, 33(2), 74-80. https://doi.org/10.1080/07421656.2016.1166832
Pittinsky, T. L. (2010). A two-dimensional theory of intergroup leadership: The case of national diversity. American Psychologist, 65, 194-200.
Pittinsky, T. L., Rosenthal, S. A., & Montoya R. M. (2011). Measuring positive attitudes toward outgroups:Development and validation of the Allophilia Scale. In L. Tropp & R. Mallett (Eds.), Beyond prejudice reduction: Pathways to positive intergroup relations (pp.41-60). Washington, DC: American Psychological Association.