ISSN 2477-1686 

 

Vol. 10 No. 04  Februari 2024

 

Meniti Lorong Gelap Schizoaffective: Perjalanan Menuju Cahaya Pulih

 

Oleh:

Alfira Fitria Anjani, Sela Apriliani, & Ellyana Dwi Farisandy
Program Studi Psikologi, Universitas Pembangunan Jaya

 

Schizoaffective disorder merupakan sebuah lorong gelap yang menghubungkan dua kondisi psikologis yang kompleks yaitu schizophrenia dan gangguan mood serta menjadi salah satu kasus yang cukup jarang terjadi di dunia. Sebuah penelitian di Finlandia memperkirakan bahwa tiga dari setiap 1.000 orang dapat mengembangkan schizoaffective disorder dalam hidup mereka. Namun, cukup sulit untuk bisa diketahui secara pasti jumlah orang yang menderita gangguan ini. Hal tersebut dikarenakan gejalanya yang tumpang tindih dengan gangguan yang lainnya sehingga sulit untuk bisa menegakkan diagnosa dari gangguan tersebut (Schizoaffective Disorder, 2023).

 

Menurut National Alliance on Mental Illness (NAMI), semua jenis kelamin mengalami schizoaffective disorder pada tingkat yang sama, namun laki-laki sering kali mengalami penyakit ini pada usia yang lebih dini (Schizoaffective Disorder vs. Bipolar Disorder, 2023). Schizoaffective disorder memiliki prevalensi seumur hidup sekitar 0,3% dari populasi umum. Gangguan ini ditandai dengan kesulitan yang terjadi secara terus-menerus untuk beradaptasi dengan berbagai tuntutan kehidupan yang dimiliki oleh orang dewasa (Nevid et al., 2018). Pada tahun 2012, WHO menunjukkan data bahwa dari 9% pasien schizoaffective disorder, hanya 0,2% yang dirawat di rumah sakit jiwa (Dwiranto et al., 2021).

 

Schizoaffective disorder sering juga didefinisikan sebagai “mixed bag” karena mencakup perilaku psikotik yang terkait dengan schizophrenia yang terjadi bersamaan dengan major mood disorder (major depressive episode atau manic episode). Schizoaffective disorder dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe depresi dan tipe bipolar (Moawad, 2023). Schizoaffective disorder dengan tipe depresi hanya berlaku apabila terdapat serangan depresi berat. Sedangkan, schizoaffective disorder dengan tipe bipolar ini dapat berlaku apabila sudah terjadinya manic episode dalam gangguan ini. Walaupun begitu, gejala depresi juga tetap dapat terjadi (Moawad, 2023). Pada gangguan ini, delusi atau halusinasi terjadi selama setidaknya dua minggu tanpa adanya major mood disorder (Nevid et al., 2018).

 

FAKTOR RISIKO SCHIZOAFFECTIVE DISORDER

Faktor risiko schizoaffective disorder melibatkan serangkaian elemen kompleks yang mencerminkan perpaduan pengaruh genetik, biologis, dan lingkungan. Riwayat keluarga yang terpengaruh oleh gangguan psikotik atau mood menjadi satu dari beberapa faktor risiko yang menyoroti peran genetik dalam perkembangan kondisi ini. Sebagaimana Laursen et al. (2005), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa riwayat keluarga dengan gangguan mental, seperti schizophrenia dan gangguan bipolar, dapat meningkatkan 1,84% risiko terkena schizoaffective disorder.

 

 

DAMPAK SCHIZOAFFECTIVE DISORDER

Schizoaffective disorder dapat menyebabkan episode psikosis dan suasana hati yang tidak stabil sehingga dapat mengganggu perawatan dirinya. Gangguan ini juga menimbulkan kesulitan bagi para penderitanya untuk dapat berinteraksi dengan orang lain dan seringkali mengganggu kemampuan mereka untuk bekerja dan memikul tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari (Moawad, 2023). Berikut merupakan beberapa dampak dari schizoaffective disorder, yaitu:

 

1.  Mereka dengan schizoaffective disorder biasanya juga diikuti dengan adanya halusinasi dan juga delusi yang bertemakan paranoia atau penganiayaan. Selain itu, halusinasi dan delusi ini juga menyebabkan mereka dengan gangguan ini memiliki kemungkinan untuk membicarakan berbagai hal yang tidak rasional (Moawad, 2023).

 

2.  Schizoaffective disorder dapat membuat penderitanya menarik diri atau mengisolasi dirinya dari orang lain maupun lingkungannya dalam jangka waktu yang lama (Moawad, 2023).

 

3.  Individu yang hidup dengan schizoaffective disorder mungkin mengalami episode berkurangnya perawatan diri, sehingga terkadang memiliki penampilan yang sulit untuk bisa diterima oleh orang lain. Hal tersebut dapat menimbulkan bahaya dan juga penolakan dari orang lain maupun lingkungan sekitarnya (Moawad, 2023).

 

Hal-hal tersebut dapat meningkatkan risiko para penderita schizoaffective disorder untuk melukai diri sendiri (self-harm), menjadi tunawisma (homelessness), dan masalah kesehatan yang tidak diobat (Moawad, 2023).

 

PERJALANAN MENUJU PULIH

Perjalanan menuju pulih tentunya memerlukan ketekunan, dukungan, pemahaman, serta perawatan yang tepat. Dengan begitu, cahaya yang lebih terang menuju pemulihan bisa di dapatkan. Adapun perjalanan menuju pulih yang dapat dilakukan, yaitu:

 

1.  Gejala schizoaffective disorder seperti halusinasi, delusi, dan perubahan suasana hati yang ekstrem menciptakan kebingungan tentang kenyataan bagi individu. Maka dari itu, langkah pertama menuju pulih yaitu dengan memahami gejala secara mendalam agar perawatan yang tepat dapat diberikan.

 

2.  Langkah selanjutnya, yaitu membimbing individu untuk melalui lorong gelap menuju pulih dengan memastikan pemilihan perawatan yang sesuai.

 

3.  Selanjutnya, terapi kognitif menjadi langkah krusial dalam membantu individu mengenali dan menangani pemikiran distorsi serta perubahan suasana hati yang dapat mempengaruhi fungsi sehari-hari. Rahmayani dan Syisnawati (2018) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa terapi kognitif mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan mengontrol pikiran negatif pada klien schizophrenia.

 

4.  Dukungan sosial dari keluarga, teman, dan orang terdekat merupakan cahaya diujung lorong gelap. Penerimaan, pemahaman, dan dukungan emosional dapat memainkan peran besar dalam pemulihan individu dengan schizoaffective disorder. Sebagaimana Hartanto dalam Dwiranto (2021) menyebutkan bahwa dukungan dari orang terdekat menjadi faktor utama yang berkontribusi dalam proses pemulihan.

 

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa schizoaffective disorder merupakan sebuah lorong gelap yang menghubungkan dua kondisi psikologis yang kompleks yaitu schizophrenia dan gangguan mood serta menjadi salah satu kasus yang cukup jarang terjadi dan sulit untuk didiagnosa. Baik biologis, psikologis, pun sosial dapat menjadi faktor risiko dalam mengembangkan schizoaffective disorder. Adapun dampak yang ditimbulkan mulai dari kesulitan dalam berinteraksi sosial hingga risiko self-harm atau bahkan homelessness. Oleh karena itu, individu dengan schizoaffective disorder perlu melalui lorong gelap yang panjang untuk dapat pulih. Meskipun melibatkan perjalanan melalui lorong gelap, ada harapan dan cahaya pemulihan yang dapat dicapai dengan dukungan yang tepat dan pemahaman yang mendalam dengan menggarisbawahi betapa pentingnya mendapatkan dukungan positif dan penerimaan tanpa syarat. Teruntuk kita semua, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional dan memberikan dukungan emosional kepada individu dengan schizoaffective disorder. Hal tersebut karena pemahaman yang mendalam serta rencana perawatan yang komprehensif dan tepat dapat menjadi kunci utama menuju perjalanan pemulihan yang lebih baik.     

 

Referensi:

 

Dwiranto, U., Rachmawati, N., & Sutedjo. (2021). Study of perceptual sensory disorders : A case study of schizoaffective patient. Health Media, 2(2), 11–16. https://doi.org/10.55756/hm.v2i2.61

Laursen, T. M., Labouriau, R., Licht, R. W., Bertelsen, A., Munk-Olsen, T., & Mortensen, P. B. (2005). Family history of psychiatric illness as a risk factor for schizoaffective disorder: A Danish register-based cohort study. Archives of General Psychiatry, 62(8), 841–848. https://doi.org/10.1001/archpsyc.62.8.841

Moawad, H. (2023). What is schizoaffective disorder? Verywell Health. https://www.verywellhealth.com/schizoaffective-disorder-5073740

Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2018). Mood Disorders and Suicide. Abnormal Psychology in a Changing World (10th ed). Pearson Education. www.pearson.com/permissions.

Rahmayani, A., & Syisnawati. (2018). Mengontrol pikiran negatif klien skizofrenia dengan terapi kognitif. Journal of Islamic Nursing, 3(1), 46–54. https://doi.org/https://doi.org/10.24252/join.v3i1.5475

Schizoaffective disorder. (2023). Cleveland Clinic. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/21544-schizoaffective-disorder

Schizoaffective disorder vs. bipolar disorder. (2023). MedicalNewsToday. https://www.medicalnewstoday.com/articles/schizoaffective-disorder-vs-bipolar