ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 19 Oktober 2023

 

Taklukkan Stigma: Program OMA Membawa Perubahan Sikap Positif Terhadap Orang dengan Demensia

 

Oleh:

Nikita Florence1,2, Aurelia P. Deviarini1,2, dan Christiany Suwartono2

1,2Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

2Pusat Studi Masyarakat Berkelanjutan, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

 

Siapa di sini yang memiliki oma dan opa yang masih tinggal bersama di rumah? Atau bahkan dekat dengan oma dan opa nya? Apakah ada dari kalian yang dulu saat kecil sering bermain dan didampingi mereka? Masa-masa yang indah dan menyenangkan, bukan? Rasanya seperti ingin mengulang kembali momen tersebut di mana kita dapat bercanda tawa dengan mereka. Namun tahukah kalian bahwa walaupun mereka sudah menua dan tidak dalam masa prima, kita tetap dapat bermain dan bersenang-senang dengan mereka? Lho, tetapi menggunakan apa?

 

ScrippsOMA (Opening Minds through Arts) merupakan program seni untuk ODD dan lansia yang memiliki penyakit neurokognitif. Misi dari program ini adalah ‘membangun jembatan melintasi batasan usia dan kemampuan kognitif melalui seni’. Program ini bertujuan untuk membangun masyarakat yang menghargai seluruh lapisan, termasuk lansia dan ODD (Orang Dengan Demensia). ScrippsOMA dibuat pada tahun 2007 di Scripps Gerontology Center, Miami University, Ohio oleh Elizabeth Lokon, MSG, Ph.D., atau yang kerap disapa Kak Like. Program ini dibawa ke Indonesia pada tahun 2023 di bawah naungan Fulbright Scholarship dan diakomodasi oleh Pusat Studi Masyarakat Berkelanjutan (PSMB; https://cssc.carrd.co/) yang bekerja sama dengan Fakultas Psikologi dan Kedokteran UNIKA Atma Jaya (Suwartono & Lokon, 2023).

 

Pada 28 - 30 Juli 2023 telah dilakukan Pelatihan Fasilitator Program ScrippsOMA di Rukun Senior Living, Sentul, Bogor, Jawa Barat. Pelatihan ini merupakan kali kedua dilakukan di Indonesia. Program ini diikuti oleh 22 peserta dan dibawakan oleh Kak Like (Elizabeth Lokon), Kak Tika (Tika Wulandari), dan Kak Mira (Mira Balya Amriasih). Dari pelatihan ini, telah dilakukan evaluasi untuk melihat efektivitas pelaksanaan program. Evaluasi dilakukan menggunakan kuesioner Dementia Attitude Scale (DAS) dan Skala Allophilia. DAS digunakan untuk mengukur sikap individu terhadap orang dengan demensia. Ini adalah alat yang digunakan dalam penelitian untuk mengukur tingkat pemahaman, pengetahuan, dan sikap seseorang terhadap orang-orang yang mengalami demensia (O’Connor & McFadden, 2010). Dengan menggunakan DAS, peneliti dapat mengidentifikasi sejauh mana seseorang memahami, menerima, dan memiliki sikap positif terhadap individu yang mengalami gangguan kognitif ini. Kemudian, Skala Allophilia adalah alat pengukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat positifitas atau kehangatan individu terhadap kelompok atau individu yang berbeda daripada mereka sendiri (Alfieri & Marta, 2011). Kedua alat ukur ini, digunakan untuk mengukur perubahan perasaan positif terhadap orang yang memiliki Alzheimer atau Orang Dengan Demensia (ODD).

 

Dari sejumlah 22 peserta pelatihan, kami mengolah 20 data yang lengkap dari peserta pelatihan yang dapat diolah. Analisis data dilakukan menggunakan paired sample t-test untuk melihat perbedaan perubahan perasaan positif terhadap ODD sebelum dan sesudah pelatihan. Hasil uji beda dari DAS didapatkan t(19) = 3.923, p < .01, kemudian Allophilia didapatkan t(19) = 2.904, p < .01. Dari nilai rerata, juga menunjukkan terdapat kenaikan dari hasil sebelum pelatihan mendapatkan skor DAS (M = 105.85, SD = 15.363) dan Allophilia (M = 79.7, SD = 5.841) dibandingkan setelah pelatihan mendapatkan skor DAS (M = 121.7, SD = 10.945) dan Allophilia (M = 85.2, SD = 8.581). Hal ini menandakan adanya perbedaan yang signifikan pada DAS dan Allophilia sebelum dan setelah pelatihan fasilitator program OMA dilaksanakan.

 

 

DAS sendiri mencakup beberapa aspek seperti pengetahuan mengenai ODD dan rasa nyaman berada di sekitar ODD (O'Connor & McFadden, 2010). Jika skor DAS para partisipan cenderung naik, hal ini mengindikasikan perubahan positif dalam sikap mereka terhadap orang-orang dengan demensia. Dengan perkataan lain, setelah adanya pelatihan, para partisipan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang demensia, juga lebih banyak pengetahuan tentang cara berinteraksi dengan orang yang mengalami demensia, atau bahkan mengalami perubahan dalam pandangan mereka yang lebih positif terhadap orang dengan demensia. Sedangkan jika skor pada Allophilia Scale semakin tinggi, maka itu mengindikasikan bahwa para partisipan tersebut memiliki sikap yang semakin positif atau mendukung terhadap kelompok-kelompok yang berbeda secara budaya atau etnis. Ini bisa berarti para partisipan tersebut menjadi lebih terbuka, toleran, atau memiliki lebih banyak simpati terhadap kelompok-kelompok tersebut. Skor yang semakin tinggi pada alat ini biasanya dianggap sebagai tanda bahwa seseorang lebih menerima perbedaan budaya dan etnis, dan mereka mungkin lebih cenderung untuk berinteraksi dengan orang-orang dari latar belakang yang berbeda dengan sikap yang inklusif dan positif. Penemuan ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lokon, Li, dan Kunkel (2018) yang mengatakan bahwa program OMA dapat meningkatkan perasaan kasih sayang, kenyamanan, kekerabatan, keinginan berinteraksi, dan antusiasme terhadap ODD (Lokon, Li, & Kunkel, 2018). Hasil statistik Kenaikan skor yang signifikan ini menunjukkan bahwa pelatihan yang telah dijalankan memberikan dampak positif pada pengetahuan mengenai ODD dan rasa nyaman saat berada di sekitar mereka. Peserta pelatihan lebih paham dengan hal yang terjadi pada ODD dan juga menjadi lebih nyaman berada bersama mereka daripada sebelum mereka mengikuti latihan.

 

Harapannya, program Opening Minds Through Art (OMA) di Indonesia dapat memperluas cakupan dan dampak positif dalam mendorong inklusi dan kreativitas di kalangan lansia ODD. Dengan memanfaatkan seni sebagai sarana ekspresi dan komunikasi, diharapkan OMA dapat menjadi wadah yang semakin luas bagi lansia ODD untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan kreatif dan berhubungan dengan relawan muda. Selain itu, diharapkan program ini dapat mendapatkan dukungan lebih besar dari komunitas lokal, pemerintah, dan lembaga terkait, sehingga dapat terus tumbuh dan memberikan manfaat yang signifikan bagi kesejahteraan lansia ODD di Indonesia.

 

Referensi:

 

Alfieri, S., & Marta, E. (2011, June). Positive attitudes toward the outgroup: Adaptation and validation of the allophilia scale. Testing, Psychometrics, Methodology in Applied Psychology (TPM), 18(2), 99-116.

Lokon, E., Li, Y., & Kunkel, S. (2018). Allophilia: Increasing college students’ “liking” of older adults with dementia through arts-based intergenerational experiences. Gerontology & Geriatrics Education, 1–14. doi:10.1080/02701960.2018.1515740

O'Connor, M. L., & McFadden, S. H. (2010, February 11). Development and Psychometric Validation of the Dementia Attitudes Scale. International Journal of Alzheimer’s Disease, 2012. doi:10.4061/2010/454218

Suwartono, C., & Lokon, E. (2023, Juni 5). Fulbright Brings ScrippsOMA to Indonesia. Buletin KPIN. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/1304-fulbright-brings-scrippsoma-to-indonesia