ISSN 2477-1686

Vol.6 No. 05 Maret 2020

Sejahterakan Hidup di Tengah Bencana COVID-19

dengan Musik

 

Oleh

Christ Billy Aryanto

Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta

 

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Belajar dari pengalaman flu burung atau H1N1 influenza, hasil penelitian di Amerika menunjukkan bahwa pandemik flu burung pada tahun 2009-2010 menimbulkan kecemasan, khususnya karena cemas akan kesehatan pribadi, ketakutan akan penularan penyakit, dan sensitivitas terhadap hal-hal menjijikkan (Wheaton, Abramowitz, Berman, Fabricant, & Olatunji, 2012). Sedangkan kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi negatif dan hal tersebut dapat memengaruhi kesejahteraan hidup seseorang (Watson, 2009). Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menjaga kualitas hidup seseorang baik secara fisik maupun mental. Dalam hal ini, musik dapat digunakan untuk memengaruhi emosi maupun kognitif serta juga fisik seseorang khususnya jika digunakan untuk terapi (Djohan, 2009). Apa saja yang bisa menjadi kontribusi musik bagi kualitas hidup seseorang?

 

Musik dapat digunakan untuk meningkatkan subjective well-being

Salah satu kebijakan untuk mengurangi penyebaran COVID-19 yang disampaikan oleh presiden Joko Widodo adalah meminta masyarakat untuk melakukan aktivitas di dalam rumah dan menghindari kerumuman orang atau yang dikenal dengan istilah social distancing (Putsanra, 2020). Kebahagiaan tetap perlu dijaga meskipun terisolasi di dalam rumah dan aktivitas yang berhubungan dengan musik dapat membantu. Dalam istilah psikologi, kebahagiaan biasa disebut sebagai subjective well-being yang merupakan evaluasi seseorang terhadap kepuasan hidup dan emosinya, apakah memiliki emosi yang positif atau negatif (Diener, Lucas, & Oishi, 2005).

Hasil penelitian dari Weinberg dan Joseph (2017) menunjukkan bahwa ada hubungan antara penggunaan musik dalam kehidupan sehari-hari dan subjective well-being. Bagi orang yang bisa bermain musik, hasil penelitian menunjukkan hubungan positif antara memainkan alat musik dan subjective well-being secara umum, serta hubungan positif antara mendengarkan musik dan emosi positif (Aryanto, 2017). Bagi orang yang tidak bermain musik atau awam musik, diketahui bahwa menari sambil mendengarkan musik dan menonton konser memiliki hubungan yang positif dengan subjective well-being (Weinberg & Joseph, 2017). Mengingat tidak memungkinkan menonton konser secara langsung, maka menonton rekaman konser yang ada di internet bisa menjadi alternatif ketika sedang berada di rumah. Hal yang perlu dicatat adalah kegiatan bermusik yang aktif (bermain musik, bernyanyi, menari dengan musik) akan lebih memengaruhi subjective well-being dibandingkan dengan kegiatan musik yang pasif (mendengarkan musik) (Weinberg & Joseph, 2017).

 

Musik dapat membantu fokus untuk bekerja

Dampak dari kebijakan social distancing yang diterapkan oleh pemerintah adalah banyaknya kantor yang meminta pegawainya bekerja di rumah atau dikenal dengan istilah work from home (Tribunnews.com, 2020). Ketika bekerja, maka seseorang perlu untuk mengerahkan kemampuan kognitifnya agar lebih efektif dalam bekerja. Musik bisa membantu untuk meningkatkan fungsi kognitif seseorang, namun musik tidak memengaruhi fungsi kognitif secara langsung. Diketahui bahwa pengaruh musik ke fungsi kognitif dimediasi oleh suasana hati dan fokus seseorang yang dikenal dengan mood and arousal hypothesis (He, Wong, & Hui, 2017).

Caranya agar fungsi kognitif bisa meningkat dengan pendekatan mood and arousal hypothesis adalah dengan mendengarkan musik beberapa menit sebelum melakukan tugas yang memerlukan kemampuan kognitif, misalnya 10 menit sebelum bekerja (Schellenberg & Weiss, 2013). Tidak ada jenis musik tertentu yang harus didengarkan, yang penting adalah mendengarkan musik yang disukai oleh pendengarnya. Bila berkaca pada hasil penelitian sebelumnya, tidak disarankan untuk bekerja sambil mendengarkan musik karena otak harus memproses lebih dari satu informasi (pekerjaan dan musik) sehingga musik malah akan menjadi distraksi (Doyle & Furnham, 2012).

 

Musik dapat membantu meningkatkan kesehatan fisik

Berkaitan dengan kualitas hidup seseorang, kesehatan fisik pun juga perlu dijaga selain kesehatan mental seseorang. Musik juga bisa berkontribusi pada kesehatan fisik seseorang. Hasil penelitian dari Chanda dan Levitin (2013) menunjukkan bahwa musik bisa meningkatkan kesehatan karena dapat mengaktifkan hormon-hormon di dalam tubuh yang berhubungan dengan peningkatan rasa puas, penurunan stress, serta peningkatan imun seperti dopamin, kortisol, serotonin, dan oksitosin. Diketahui bahwa seseorang yang berolahraga sambil mendengarkan musik akan memiliki stamina dan motivasi yang lebih baik dibandingkan yang tidak mendengarkan musik, sehingga orang tersebut dapat berolahraga lebih lama dan berdampak baik pada kesehatannya (Chanda & Levitin, 2013).

Olahraga sambil mendengarkan musik tetap bisa dilakukan di rumah, seperti senam atau aerobic sambil mendengarkan musik. Disarankan untuk mendengarkan musik yang keras dan bertempo cepat, karena hasil penelitian pada pengguna treadmill menunjukkan bahwa musik yang keras dan bertempo cepat membuat seseorang berlari lebih cepat dan detak jantung lebih cepat (Edworthy & Waring, 2006). Sehingga olahraga akan menjadi lebih efektif.

 

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dipaparkan, bisa ditarik kesimpulan bahwa musik bisa menjaga kualitas hidup seseorang baik secara psikologis maupun secara fisik. Kegiatan-kegiatan yang membutuhkan musik dapat dilakukan di rumah, sehingga tetap bisa mematuhi kebijakan social distancing yang telah dibuat oleh pemerintah. Disarankan untuk melakukan kegiatan musik yang aktif seperti menari dan senam karena dapat lebih memengaruhi kesejahteraan hidup. Tetapi tidak menutup kemungkinan untuk melakukan kegiatan musik yang pasif seperti mendengarkan musik karena juga bisa meningkatkan emosi positif kepada pendengarnya.

 

Referensi:

Aryanto, C. B. (2017). Indonesian musicians’ music engagement and subjective well-

being. The 6th Asian psychological association convention, 177-183.

Chanda, M. L., & Levitin, D. J. (2013). The neurochemistry of music. Trends in Cognitive Sciences, 17(4), 179–191. https://doi.org/10.1016/j.tics.2013.02.007

Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (2005). Subjective well-being: The science of happiness and life satisfaction. In Snyder, C. R., & Lopez, S. J. (Eds.), Handbook of positive psychology. (pp 63-73). New York: Oxford University Press, Inc.

Djohan (2009). Psikologi musik (edisi ketiga). Yogyakarta: Best Publishers.

Doyle, M., & Furnham, A. (2012). The distracting effects of music on the cognitive test performance of creative and non-creative individuals. Thinking Skills and Creativity, 7(1), 1–7.

Edworthy, J., & Waring, H. (2006). The effects of music tempo and loudness level on treadmill exercise. Ergonomics49(15), 1597-1610.

He, W. J., Wong, W. C., & Hui, A. N. N. (2017). Emotional reactions mediate the effect of music listening on creative thinking: perspective of the arousal-and-mood hypothesis. Frontiers in psychology8, 1680.

Putsanra, D. P. (2020, 16 Maret). Apa itu social distancing dan karantina diri untuk cegah corona. Tirto.id. https://tirto.id/apa-itu-social-distancing-dan-karantina-diri-untuk-cegah-corona-eFr9

Schellenberg, G. E., & Weiss, M. W. (2013). Music and cognitive abilities. In D. Deutsch (Ed.), The psychology of music (3rd ed.) (pp. 499 – 550). London: Elsevier.

Tribunnews.com. Kebijakan Work From Home di Tengah Wabah Corona Dinilai Positif untuk Karyawan dan Perusahaan. https://www.tribunnews.com/bisnis/2020/03/18/kebijakan-work-from-home-di-tengah-wabah-corona-dinilai-positif-untuk-karyawan-dan-perusahaan

Watson, D. (2009). Positive affectivity: The disposition to experience pleasurable emotional states. In Snyder, C. R., & Lopez, S. J. (Eds.), Handbook of positive psychology. (pp 106-119). New York: Oxford University Press, Inc.

Weinberg, M. K., & Joseph, D. (2017). If you’re happy and you know it: Music engagement and subjective wellbeing. Psychology of Music45(2), 257-267.

Wheaton, M. G., Abramowitz, J. S., Berman, N. C., Fabricant, L. E., & Olatunji, B. O. (2012). Psychological predictors of anxiety in response to the H1N1 (swine flu) pandemic. Cognitive Therapy and Research36(3), 210-218.