ISSN 2477-1686
Vol.3. No.11, November 2017
Kekuatan untuk memberi dan Kebahagiaan
Sandra Handayani Sutanto
Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan
Bill Gates melalui Yayasan Bill dan Melinda Gates telah menyumbangkan uang hingga US$ 28 milyar hingga tahun 2016, dengan peruntukan untuk pertanian, kesehatan, pendidikan dan lain-lain (Suhendra, 2016). Begitu pula yang dilakukan oleh Mark Zuckerberg yang menyumbangkan uang senilai US$ 45 milyar saat kelahiran anak pertamanya. Sebaliknya, jika diminta merefleksikan pengalaman pribadi, hampir bisa dipastikan bahwa kita pernah menemui orang-orang tertentu yang sangat enggan untuk berbagi-dan kita berikan label pelit. Hal ini mengundang pertanyaan, mengapa ada individu yang mau memberikan sedemikian banyak namun ada individu lain yang sangat berat untuk memberi?
Memberi sebagai Tingkah laku prososial
Eisenberg dan Mussen (dalam Theresia, 2013) mendefinisikan perilaku prososial sebagai perilaku sukarela yang bertujuan untuk menolong atau memberikan keuntungan kepada orang lain atau sekelompok orang. Perilaku prososial dilakukan dengan sukarela dan bukan dengan paksaan. Altruistik merupakan salah satu bagian dari tingkah laku prososial (Eisenberg & Mussen, 1989). Altruistik didefinisikan sebagai kegiatan sukarela yang ditujukan untuk menguntungkan orang lain, didorong oleh motivasi intrinsik seperti simpati dan perhatian terhadap orang lain. Bentuk altruistik meliputi tindakan seperti menyumbang, atau kegiatan lain yang bertujuan untuk mengurangi ketidakadilan, misalnya memberi.
Alasan dan manfaat memberi
Mengapa memberi? Ada banyak alasan yang mencoba menjelaskan mengapa kita memberi. Grant (dalam Balch, 2014) menjelaskan memberi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kebahagiaan dan kinerja di tempat kerja.
Post (2011) menjelaskan bahwa dengan memberi maka pemberi akan mengurangi stressnya. Alasan lain untuk memberi adalah meningkatkan kesehatan dan kesejahteran, memperbarui rasa optimisme untuk hal-hal yang akan terjadi, membantu untuk terkoneksi dengan tempat/sanak keluarga/teman-teman. Selain itu, memberi mampu menghasilkan sukacita dan rasa keberhargaan diri dari orang yang memberi. Saat dalam suasana hati yang baik--setelah memberi—individu akan lebih merasakan pikiran yang positif, dan orang-orang yang positif cenderung untuk menjadi pelaku yang positif (Myers, 2013)
Memberi dan kebahagiaan
Apa hubungannya memberi dan kebahagiaan? Post (2011) mengatakan saat kita memberi/menolong serta berfokus pada orang lain, kita menemukan hal yang esensial dalam hidup yaitu kebahagiaan.
Kebahagiaan yang bertahan lama adalah ketika individu bisa berkontribusi terhadap hidup orang lain. Sebaliknya, ketika individu terfokus dengan dirinya dan kemarahannya, maka ia kehilangan sukacita dalam hidup. David Myers, penulis buku The Pursuit of Happiness (dalam Snyder & Lopez, 2007) menyarankan beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kebahagiaan, salah satu dengan memfokuskan perhatian untuk hal-hal di luar diri kita, dengan menggapai orang-orang yang membutuhkan. Kebahagiaan dan memberi memiliki hubungan timbal balik. Orang-orang yang berbahagia cenderung untuk memberi, sebaliknya tindakan memberi juga menimbulkan perasaan senang/bahagia.
Apa yang harus diberi?
Setelah muncul keinginan untuk memberi, apa wujud pemberian kita kepada orang lain? Ada macam-macam hal yang bisa kita berikan mulai dari keahlian (Grant dalam Balch, 2014) , waktu, tenaga, hingga yang bersifat konkrit seperti uang atau barang. Mungkin kita tidak harus menjadi milyuner untuk memberi kepada orang lain, mulai dari hal yang sederhana seperti memberikan perhatian, waktu, dan tenaga bagi orang lain di sekeliling kita sehinggapada akhirnya akanberdampak dalam kehidupan individu yang kita tolong, juga menimbulkan kenahagiaan pada si pemberi.
If there is one great secret to a resilient life of growth, well being and good health, it is in never giving up of giving. –Stephen G. Post
Referensi :
Balch. O. (March 26, 2014). Why the act of giving will give you a long way in business. The Guardian. Retrieved from https://www.theguardian.com/sustainable-business/act-of-giving-long-way-business
Eisenberg, N. & Mussen, P.H. (1997). The roots of prosocial behavior in children. New York : Cambridge University Press.
Myers, D,G. (2013). Social psychology. New York : McGraw Hill.
Post, S.G (20110. The hidden gift of giving : How the power of giving, compassion, and hope can get us through hard times. San Fransisco : Jossey-Bass.
Suhendra, Z, (January 12, 2016). Kisah orang terkaya paling dermawan sepanjang sejarah. Retrieved from http://bisnis.liputan6.com/read/2409892/kisah-orang-terkaya-paling-dermawan-sepanjang-sejarah?p=0
Snyder, C.R., & Lopez, S.J. (2007). Positive psychology : The scientific and practical explorations of human strengths. California : Sage publication.
Theresia, A. (2013). Rancangan intervensi untuk meningkatkan kemampuan prososial melalui kemampuan sosiokognitif anak usia 6 tahun. Thesis. Bandung : Universitas Padjajaran.