ISSN 2477-1686  

 Vol. 11 No. 40 Agustus 2025

Galau Zaman Now vs Gelisah Sufi:

Transformasi Kecemasan Eksistensial Melalui Riyadhah dan Mujahadah

Oleh:

Zacky Gustaman

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka 

Di era digital yang serba cepat ini, fenomena "galau zaman now" telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan generasi muda. Berbeda dengan gelisah yang dialami para sufi dalam perjalanan spiritualnya, galau modern cenderung bersifat superfisial dan temporal. Namun, keduanya memiliki akar yang sama: kecemasan eksistensial manusia dalam mencari makna hidup.

Anatomi Galau Zaman Now

Galau zaman now umumnya dipicu oleh tekanan sosial media, ketidakpastian karir, dan krisis identitas. Menurut Bauman (2000), masyarakat modern hidup dalam "liquid modernity" di mana segala sesuatu berubah dengan cepat dan tidak ada yang permanen. Kondisi ini menciptakan kecemasan yang berbeda dari masa lalu—lebih instan namun kurang mendalam.

Karakteristik galau modern antara lain: obsesif terhadap validasi eksternal, ketergantungan pada teknologi untuk mengatasi kekosongan batin, dan pencarian solusi instan tanpa proses mendalam. "The modern individual is constantly seeking immediate gratification while avoiding the deeper questions of existence" (Taylor, 2007, hal. 473).

Gelisah Sufi: Transformasi Spiritual

Berbeda dengan galau modern, gelisah dalam tradisi sufi (qalaq al-ruh) dipandang sebagai pintu masuk menuju pencerahan spiritual. Ibn Arabi (1165-1240) menjelaskan bahwa kegelisahan batin merupakan tanda bahwa jiwa sedang bersiap untuk transformasi spiritual yang lebih tinggi.

Dalam konteks sufisme, gelisah bukan sekadar emosi negatif yang harus dihindari, melainkan energi yang perlu diarahkan untuk mujahadah (perjuangan melawan nafsu) dan riyadhah (latihan spiritual). Al-Ghazali dalam "Ihya Ulumuddin" menyatakan: "Kegelisahan hati adalah api yang membakar hijab-hijab yang menghalangi pandangan spiritual" (Al-Ghazali, 1058-1111/2010, hal. 342).

Riyadhah dan Mujahadah sebagai Terapi

Riyadhah dan mujahadah menawarkan pendekatan holistik dalam mengatasi kecemasan eksistensial. Riyadhah meliputi praktik-praktik seperti dzikir, meditasi, dan kontemplasi yang melatih konsentrasi dan kesadaran diri. Sementara mujahadah fokus pada perjuangan internal melawan dorongan-dorongan negatif yang menjadi sumber kegelisahan.

Penelitian kontemporer menunjukkan bahwa praktik-praktik spiritual ini memiliki efek psikologis yang signifikan. Sebuah studi oleh Rahman dan Abdullah (2018) menemukan bahwa praktik dzikir rutin dapat menurunkan tingkat kortisol (hormon stres) hingga 35% dalam waktu 8 minggu.

Integrasi Wisdom Tradisional dalam Konteks Modern

Transformasi galau menjadi gelisah produktif membutuhkan reframe perspektif. Jika galau modern cenderung berpusat pada ego dan kepuasan material, gelisah sufi diarahkan untuk transcendence dan kedekatan dengan Yang Ilahi. "True spiritual anxiety leads to genuine self-discovery, while modern anxiety often leads to further confusion" (Nasr, 2019, hal. 127).

Praktik riyadhah dapat diadaptasi dalam kehidupan modern melalui:

  • Mindful meditation yang dikombinasikan dengan dzikir
  • Digital detox sebagai bentuk khalwah (menyendiri) kontemporer
  • Journaling reflektif untuk self-inquiry mendalam
  • Community service sebagai manifestasi cinta universal

Kesimpulan

Galau zaman now dan gelisah sufi, meski berbeda manifestasinya, memiliki potensi transformatif yang sama. Kunci utamanya terletak pada kesediaan untuk menghadapi kegelisahan dengan courage dan wisdom, bukan menghindarinya. Melalui praktik riyadhah dan mujahadah yang konsisten, kecemasan eksistensial dapat bertransformasi menjadi energi spiritual yang membawa pencerahan dan kedamaian batin.

Sebagaimana ditulis oleh Rumi: "Your anxiety is the beginning of your wings." Dalam konteks modern, wings tersebut dapat berupa wisdom, compassion, dan spiritual maturity yang lahir dari proses transformasi yang authentic dan berkelanjutan.

Referensi:

Al-Ghazali, A. H. (2010). Ihya ulumuddin (Edisi terjemahan). Dar al-Minhaj. (Karya asli diterbitkan 1058-1111)

Bauman, Z. (2000). Liquid modernity. Polity Press.

Nasr, S. H. (2019). The heart of Rumi: An invitation to the mystical tradition. Shambhala Publications.

Rahman, M. A., & Abdullah, S. (2018). The psychological effects of dhikr practice on stress reduction: A quantitative study. Journal of Islamic Psychology, 15(2), 78-92.

Taylor, C. (2007). A secular age. Harvard University Press.