ISSN 2477-1686
Vol. 11 No. 40 Agustus 2025
Dharma Anak Sulung dalam Sunyi: Nilai Budaya dalam Pengasuhan Keluarga
Oleh:
Sg. Adelia Pramesti Dananjaya & Tience Debora Valentina
Program Studi Sarjana Psikologi, Universitas Udayana
Anak sulung memegang peranan penting dalam dinamika keluarga. Pasalnya, anak sulung kerap menjadi penentu keputusan keluarga dibanding saudara kandung yang lebih muda (Su dkk., 2014), karena dipandang sebagai individu yang memiliki pengalaman hidup yang lebih banyak daripada saudara lainnya, sehingga orang tua memberikan tanggung jawab kepada anak sulung dan diyakini mampu memenuhi harapan orang tua (Untariana & Sugito, 2022). Menurut Tam dkk. (2012), nilai keluarga dan budaya turut membentuk nilai pribadi individu, termasuk memaknai tanggung jawab pengasuhan. Sejak kecil, anak sulung sudah diarahkan untuk bertanggung jawab dalam membantu orang tua, menjaga adik, hingga mengambil alih pengasuhan untuk anggota keluarga, padahal tanggung jawab tersebut belum semestinya dilakukan oleh anak seusianya.
Dalam budaya kolektif seperti di Bali memiliki persepsi tugas pengasuhan wajar dilakukan oleh seluruh anggota keluarga tanpa terkecuali. Persepsi ini menjadikan anak sulung yang masih berada dalam usia muda tidak menyadari bahwa mereka menjalani tanggung jawab yang berat, yang dipandang oleh budaya individualistik sebagai suatu beban. Cho dkk. (2024) menjelaskan bahwa pengasuhan keluarga Asia-Amerika merupakan tuntutan budaya yang memicu ketidakberdayaan, sehingga memunculkan dampak psikologis. Akan tetapi, anak sulung dalam keluarga Bali menganggap pengasuhan keluarga bukan sebagai beban, melainkan bagian dari dharma yang dijalani dengan tulus ikhlas.
Sejatinya, dharma dipahami sebagai prinsip moral yang menjadi pedoman kehidupan individu, yang meliputi kewajiban moral, spiritual, dan etika untuk memeroleh keseimbangan sekaligus hidup yang harmonis (Utami & Andayani, 2024). Dalam konteks keluarga Bali, dharma termanifestasi dalam perilaku sehari-hari, termasuk dalam konteks pengasuhan. Anak sulung menyadari bahwa tanggung jawab pengasuhan diturunkan secara alami. Hal ini membentuk pemahaman peran anak sulung yang terlibat aktif dalam menjaga keberlangsungan keluarga. Sejalan dengan Feist dkk. (2017), yang mengungkapkan bahwa manusia tidak hanya menyadari lingkungannya, namun menyadari sebagai bagian dari lingkungan tersebut. Hal ini menjelaskan kesadaran diri anak sulung yang merasa harus ikut serta bertanggung jawab sebagai bagian dari keluarga. Lebih lanjut, nilai budaya Bali seperti tat twam asi juga direpresentasikan sebagai cinta kasih sesama umat manusia (Diah, 2022). Ini menjadikan pengasuhan yang dilakukan anak sulung sebagai bentuk tanggung jawab moral dalam keluarga, sebab mengambil tanggung jawab pengasuhan bukan karena keterpaksaan, melainkan tumbuh melalui internalisasi ajaran dharma.
Dharma yang dijalani dalam wujud pengasuhan menjadikan anak sulung merasa dewasa lebih cepat. Anak sulung memaknai pendewasaan diri sebagai suatu yang berguna untuk pengembangan diri di masa depan. Penelitian dari Nizar dkk. (2022), menemukan bahwa anak yang menjalani tugas pengasuhan kepada keluarga merasa mendapatkan pengalaman yang berharga. Terlebih lagi, menjadi tumpuan adik serta mampu meringankan beban orang tua juga dirasa sebagai hal yang membanggakan. Prayitno (2009) juga menjelaskan bahwa pendewasaan diri menjadi syarat dalam mencapai perkembangan alamiah yang optimal. Pendewasaan diri terbentuk dari interaksi sosial dalam jangka waktu yang panjang. Berdasarkan pendekatan symbolic interaction oleh Blumer (1969), individu bertindak berdasarkan pemaknaan pada peran sosial melalui interaksi dalam lingkungan sosialnya. Hal ini mencerminkan pengasuhan pada anak sulung muncul secara bertahap melalui keterlibatan dalam tugas domestik keluarga, sehingga proses tersebut terinternalisasi menjadi bagian dari identitas diri anak sulung yang melekat dengan nilai dharma.
Anak sulung menerima tanggung jawab pengasuhan sebagai bagian dari perjalanan hidup, walaupun dijalani dalam kesunyian. Hal ini dikarenakan mereka tidak mengeluh maupun tidak meminta balasan di kemudian hari atas segala pengorbanannya untuk keluarga. Anak sulung jarang mengekspresikan perasaannya dengan terbuka, karena menjalankan dharma menjadikan mereka menjadi pribadi yang kuat dan tangguh sebagai aktualisasi nilai moral kepada keluarga.
Referensi:
Blumer, H. (1969). Symbolic interactionism: Perspective and method. Prentice Hall.
Cho, S., Glebova, T., Seshadri, G., & Hsieh, A. (2024). A phenomenological study of parentification experiences of Asian American young adults. Contemporary Family Therapy (2025), 47, 275-287. https://doi.org/10.1007/s10591-024-09723-x
Diah, N. K. B. (2022). Konsep moral ajaran tat twam asi dan implementasinya dalam pendidikan karakter anak. Metta: Jurnal Ilmu Multidisiplin, 2(4). 341-354.
Feist, J., Feist, G. J., & Roberts, T. (2017). Theories of personality (8th ed, Book-2, R. A. Hadwitia Dewi Pertiwi). Salemba Humanika.
Nizar, K. N. B. A. H., Joe, O. S., Kin, T. G., & Khalaf, Z. F. (2022). Adult children as caregivers: Preliminary study on the experiences and coping strategies of adult children as primary caregivers of parents with alzheimer’s disease in Malaysia. Global Journal of Health Science, 14(12), 18-27. https://doi.org/10.5539/gjhs.v14n12p18
Prayitno, (2009). Dasar teori dan praksis pendidikan. Grasindo.
Su, C. T., McMahan, R. D., Williams, B. A., Sharma, R. K., & Sudore, R. L. (2014). Family matters: Effects of birth order, culture, and family dynamics on surrogate decision making. Journal Am Geriatr Soc, 62(1), 175-182. https://doi.org/10.1111/jgs.12610
Tam, K. P., Lee, S. L., Kim, Y. H., Li, Y., & Chao, M. M. (2012). Intersubjective model of value transmission: Parents using perceived norms as reference when socializing children. Personality and Social Psychology Bulletin, 38(8), 1041-1052. https:/doi.org/10.1177/0146167212443896
Untariana, A. F. & Sugito, S. (2022). Pola pengasuhan bagi anak berdasarkan urutan kelahiran. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(6), 6940-6950. https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i6.2359
Utami, K. B. P., & Andayani, N. K. S. (2024). Korelasi antara kesehatan mental dan ajaran dharma dalam agama hindu. Pramana: Jurnal Hasil Penelitian, 4(2), 124-133.
