ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 16 Agustus 2022

Si Idham Yang Melakukan Dobrakan Untuk Pengembangan Keilmuan Psikologi

 

Oleh:

Eko A Meinarno

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

 

Dulu

Saya ingat sekali, sekitar tahun 2007-2008 waktu mulai kenal (dan dekat) dengan Idham waktu kami menjadi tim peneliti Universitas Indonesia (UI) untuk penelitian rumah susun Budha Tzu Chi, Cengkareng. Riset ini di bawah komando almarhum Prof. Sarlito W. Sarwono. Di samping menjadi peneliti, saat itu saya sudah menjadi staf dosen di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

 

Tahun-tahun berikutnya kami berteman sebagai teman ngobrol yang sejatinya saling meledek atas pengetahuan masing-masing dari kami. Saling ledek, bukan untuk saling merendahkan, tapi untuk “menantang” pemahaman kami dari satu konsep atau teori psikologi. Cara seperti ini masih kami lakukan sampai sekarang. 

 

Saat menjadi staf peneliti di Lembaga Penelitian Psikologi (LPPsi) UI, ia mengajak saya untuk membuat penelitian tentang kepemimpinan Jawa. Bayangkan, penelitian tentang orang Jawa oleh seorang berlatar budaya Minang! Jadi tanpa disadari ini indikasi Idham berani melewati sekat-sekat kesukuan dengan basis pikir ilmu psikologi. Yang tak kalah menarik adalah di sela-sela kesibukannya masih bisa menulis novel Api di Nusantara.

 

Kini

Masuk tahun 2012, Idham dan saya diajak diskusi untuk memulai memajukan penelitian psikologi di Indonesia secara kolaboratif. Idham secara khusus bahkan diajak rapat dengan Prof. Dr. Sarlito W Sarwono untuk mewujudkan langkah dengan mendirikan Jurnal Psikologi Ulayat (JPU). Di masa depan (2014) dilanjutkan dengan membentuk Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara (KPIN https://k-pin.org/sejarah/).

 

Sekitar tahun 2012-2015 ia melanjutkan studi doktoral di Eropa, tepatnya di Johannes Kepler University of Linz (JKU), Austria. Siapa menduga, dalam studinya, ia malah mengenalkan konsep metaprejudice/metaprasangka (https://psycnet.apa.org/doiLanding?doi=10.1037%2Fpac0000068). Satu konsep yang bisa jadi dapat menjelaskan gejala interaksi sosial masyarakat kita dalam bingkai psikologi sosial. Dan yang patut dibanggakan adalah konsep ini diterima dalam arena kajian psikologi sosial di dunia (lihat di pencarian google cendekia tentang metaprejudice; https://scholar.google.com/citations?user=KqrQXO4AAAAJ&hl=en).  

 

Sepulangnya dari negeri orang, ia menjadi dosen di Universitas Persada Indonesia YAI (yang lebih dikenal sebagai Universitas YAI). Ia menjadi dosen di program Pascasarjana Fakultas Psikologi. Dan jika selama ini kami menjadi mitra/kolega, tahun 2015 saya menjadi mahasiswa Dia.  

 

Idealisme Idham dalam penelitian khususnya dalam bidang psikologi tak terbantahkan. Hal ini yang kemudian diganjar oleh Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara dengan penghargaan “Sarlito Wirawan Sarwono Award” yang pertama, bersama saya (tentunya). 

 

Berbekal tema prasangkanya, ia lakukan banyak penelitian dengan sudut pandang itu. Sejak berada di YAI, ia selalu menelurkan karya-karya berupa artikel jurnal internasional, dan sering mondar-mandir universitas-universitas nasional dan luar negeri untuk memberi ceramah atau pelatihan untuk penulisan ilmiah. Terakhir saya dengar diundang jadi narasumber di Loyola University of Chicago. Acaranya dilakukan secara daring.

 

Saat Panen Tiba: Buahnya Manis

Sepanjang 2017-2020, Idham ini kembali menghasilkan banyak karya. Hal yang perlu diingat adalah bahwa ia tidak mudah melupakan teman. Kekonsistenan menghasilkan karya khususnya di terbitan asing membuahkan prestasi lain yakni menjadi research fellow di CRIC–Oxford University tahun 2019 (http://cric-oxford.org/idhamsyah-eka-putra/). Tidak berhenti di situ ketika masyarakat dunia memasuki pandemi COVID-19 dan dunia cenderung terhenti, Idham tidak berhenti jika tidak dikatakan tak terbendung. Tahun 2021 mendapat undangan khusus dari Prof Armin Geertz (https://pure.au.dk/portal/en/persons/armin-w-geertz(6f593dff-0dc9-4bcf-92d8-161a4e418859) untuk menulis commentary paper mengenai bukunya Harvey Whitehouse “Ritual Animal”. 

 

Di tahun 2022 ini terbit artikel yang melibatkan beberapa orang termasuk saya. Hal ini bentuk dari keinginan kuat untuk membangun semangat kolegial antarkampus. Secara khusus, ide penelitian kami ini salah satu variabelnya adalah variabel dalam disertasi saya yang saat itu dikopromotori oleh Idham. Lalu tiba-tiba, masih di tahun ini muncul berita ia mendapat penghargaan MURI sebagai insan/akademisi Indonesia yang memublikasikan karya ilmiahnya di jurnal-jurnal terindeks Scopus secara konsisten selama rentang waktu 10 tahun. Sepuluh tahun, bukan waktu yang pendek. Di direntang waktu itu, sebagian besar karya ilmiahnya, Idham menjadi penulis pertama/kedua. Bahkan jika dihitung-hitung ada lebih dari 20 karya di jurnal pada golongan Q1/Q2. 

 

Horee!!

 

Penghargaan MURI ini dalam sudut pandang saya bukan sekedar rekor karya yang banyak. Ini adalah buah prestasi dari kekonsistenan dalam meneliti, sensitif pada masalah di sekitar, selalu ingin memberi alternatif jawaban atas masalah (setidaknya secara ilmiah), dan ingat pada orang lain. Penghargaan ini bukan untuk seorang Idham, tapi juga mewakili insan ilmuwan psikologi di Indonesia. Indonesia punya banyak peneliti, dan MURI melihat itu dan mewakilkannya pada Idhamsyah E. Putra, dosen psikologi dari Universitas Persada Indonesia YAI.