ISSN 2477-1686
Vol. 11 No. 32 April 2025
Kepuasan Keluarga (Family Satisfaction) di Lingkungan Urban
Oleh:
Supriyanto, Program Studi Psikologi, Universitas Pembangunan Jaya
Eko A Meinarno, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
Pengantar
Kota atau perkotaan adalah tempat tinggal yang dihuni secara permanen yang penduduknya membentuk kesatuan lebih dari sekedar klen atau keluarga (Suparlan, 2004 dalam Meinarno, Widianto, & Halida, 2015). Dalam perkembangannya kota ini berisi kawasan-kawasan industri yang bersifat ekonomi, sehingga menarik orang untuk datang dan tinggal. Tidak heran jika kemudian kota menjadi sasaran dari urbanisasi dan menjadikan kawasan kota sangat penuh dengan manusia dan membuat kehidupan di dalamnya dinamis.
Kota menawarkan sejumlah kemudahan dan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan bagi individu maupun keluarga. Secara umum fasilitas-fasilitas umum terbaik yang dibutuhkan oleh masyarakat berada di wilayah kota, seperti fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas ekonomi, fasilitas pekerjaan, hingga fasilitas hiburan/rekreasional. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Triana (2023) yang menyatakan bahwa kota sebagai mesin inovasi dan pusat kemakmuran akan meningkatkan peluang bagi masyarakat untuk meraih kesejahteraan dan menjanjikan beragam pekerjaan dengan standar gaji lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan. Dengan berbagai fasilitas pendidikan dan kegiatan ekstrakurikuler yang kaya ragam bagi anak-anak, keluarga urban akan mendapat manfaat dari beragam institusi multibudaya yang menghidupkan kota.
Keluarga sebagai unit terkecil dalam sistem sosial menjadi salah satu isu klasik dalam berbagai bidang ilmu. Keluarga secara klasik disebut sebagai kelompok sosial yang tinggal dalam satu tempat tinggal, memiliki kerja sama ekonomi dan menjalankan fungsi reproduksi (pada individu dewasa yang diperkenankan secara sosial) serta memiliki anak (kandung atau adopsi) (Kottak, 2006; Georgas, 2006, kesemuanya dalam Meinarno, 2010). Mengapa keluarga perlu menjadi perhatian dalam kehidupan perkotaan atau urban? Selain menawarkan peluang untuk meningkatkan status kesejahteraan dan mengubah kehidupan individu dan keluarga menjadi lebih baik, kawasan kota juga memberikan sejumlah ancaman dan tantangan yang tidak kalah seriusnya. Ancaman dan tantangan kehidupan di kota ini tidak terlepas dari karakteristik (nature) dari sebuah kawasan kota itu sendiri, baik karakteristik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Karakteristik lingkungan fisik urban sudah cukup kita ketahui. Misalnya kota itu padat penduduk, sesak, bising, macet, dan polusi (Sarwono, 1992). Sementara karakteristik sosial dari perkotaan adalah kecenderungan individualistik yang tinggi, solidaritas rendah, kompetisi tinggi, irama hidup/pace yang cepat, tuntutan hidup tinggi, angka kriminalitas tinggi, dan biaya hidup yang tinggi (Sarwono, 1992). Kedua jenis karakteristik itu jauh dari cara pikir ideal untuk dapat membangun keluarga. Akan tetapi mau tidak mau, keluarga ada dalam sebuah kota sebagai bagian dari tuntutan zaman.
Konsekuensi dan Tantangan Keluarga di Lingkungan Urban
Secara ideal keluarga itu adalah kelompok yang hangat dan saling mendukung sesama anggotanya. Juga terjadi proses enkulturasi yang bersifat turun-temurun (Widianto, 2010) dan sebagai lapisan pertama dalam pembentukan pribadi manusia memiliki pengaruh terbesar dalam perkembangan individu (Bolang, 2024). Keluarga di perkotaan sangat mungkin tidak lagi menjadi keluarga yang dianggap ideal. Keluarga masa kini khususnya di perkotaan membuat keluarga harus menghadapi kenyataan semisal kedua orang tua bekerja, atau malah ayah yang tidak bekerja (Kinanthi, 2019).
Namun kondisi sosial membuat keadaan ideal itu menurun secara kuantitas dan kualitas. Beberapa hal yang berpotensi atau bahkan muncul secara pasti (dan menjadi konsekuensi dari keluarga hidup di kota) adalah muncul stres dan potensi gangguan mental lain (Kinanthi, 2019), interaksi dan komunikasi di keluarga menurun, kesepian, work-life balance bermasalah, kesejahteraan keluarga menurun, dan tingkat kepuasan keluarga di urban rendah. Dari sekian banyak ancaman dan tantangan yang dihadapi oleh keluarga urban tersebut, pada artikel ini penulis akan lebih fokus membahas tentang kepuasan terhadap keluarga (family satisfaction) serta konflik yang sering dialami oleh anggota keluarga urban, yaitu konflik antara pekerjaan dan kehidupan personal.
Pembahasan
Secara umum, kepuasan yang kita rasakan terhadap hubungan sosial yang kita miliki akan berkaitan erat dengan status kesehatan, proses penyesuaian diri serta kemampuan kita dalam menghadapi situasi stres dalam kehidupan sehari-hari (Sarason & Sarason, seperti dikutip dalam Carver & Jones, 1992). Hubungan sosial yang dimaksud di atas bisa dalam konteks hubungan pertemanan, hubungan dalam pekerjaan atau hubungan dalam sebuah keluarga. Lebih khusus dalam hubungan sosial di keluarga, Zabrieskie dan Ward (2013) menyatakan bahwa kepuasan individu terhadap keluarganya secara langsung dapat berhubungan dengan variabel-variabel kesejahteraan dalam keluarga seperti keterikatan atau kohesi dalam keluarga, proses penyesuaian diri (adaptasi) di keluarga, kualitas komunikasi yang terjalin di keluarga serta keberfungsian suatu keluarga.
Kepuasan keluarga merupakan bentuk kepuasan individu yang berkaitan dengan domain dan permasalahan keluarga, antara lain peran sebagai orangtua, kedekatan dengan keluarga dan permasalahan yang timbul dalam keluarga (Duxbury & Higgins, seperti dikutip dalam Anwar, 2015). Sementara itu, Carver & Jones (1992) mengartikan kepuasan keluarga sebagai tingkat kepuasan seseorang terhadap keluarganya dan hubungan-hubungan yang terjalin di dalamnya (misalnya, hubungan antara orang tua-anak, saudara kandung, dsb.) Menurut Carver dan Jones (1992) kepuasan keluarga perlu dikaji agar kita dapat memahami bagaimana perasaan dan sikap individu terhadap keluarganya, baik dalam keluarga yang normal, maupun pada keluarga yang tidak berfungsi secara normal. Kepuasan keluarga juga membutuhkan keluarga yang teredukasi, khususnya untuk kesehatan mental. Hubungan antar keluarga (dengan saudara selain keluarga batih) yang terbina, akan meningkatkan ikatan sosial-emosional yang berpeluang untuk membangun kompetensi menghadapi masalah kesehatan mental (Kartasasmita, 2016). Salah satu kendala utama yang sering ditemui pada keluarga urban dan berdampak pada kepuasan keluarga yaitu keterbatasan waktu untuk bersama anggota keluarga. Durasi jam kerja orang tua yang lebih panjang, kemacetan jalanan di kota yang menghabiskan banyak waktu, serta kesibukan rutin masing-masing anggota keluarga membuat waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga semakin berkurang. Sebuah studi yang melibatkan 623 orang tua bekerja di Singapura menghasilkan kesimpulan bahwa lima jenis kegiatan yang dihabiskan bersama anggota keluarga (menonton TV, makan bersama, beribadah, menikmati waktu senggang dan melakukan pekerjaan rumah tangga) memberikan dampak secara berbeda terhadap kepuasan keluarga. Dalam studi tersebut ditemukan bahwa menonton TV bersama menjadi kegiatan yang paling besar dampaknya pada kepuasan keluarga dibandingkan empat kegiatan rutin keluarga yang lain (Jones, et al, 2018).
Selain waktu rutin bersama keluarga, tantangan lain keluarga urban dalam meningkatkan kepuasan keluarga yaitu kemampuan dalam mengelola konflik antara kepentingan pekerjaan dan kehidupan personal. Dalam bidang Psikologi, konflik ini dikenal dengan konsep work-life balance. Delecta (2011) mendefinisikan work life balance sebagai kemampuan individu untuk memenuhi komitmen terhadap pekerjaannya serta komitmen pada aktivitas-aktivitas non-pekerjaan dan keluarganya. Pada dasarnya, masalah work-life balance ini dapat terjadi karena individu tidak dapat menyeimbangkan antara tuntutan dan tugas pekerjaan sehari-hari dengan berbagai kebutuhan dalam kehidupan personalnya.
Menciptakan keseimbangan antara kehidupan dalam pekerjaan dan kehidupan personal sangat penting peranannya bagi kesehatan secara keseluruhan baik fisik, mental dan sosial individu. Beberapa dampak pada pekerjaan dan keluarga dapat timbul ketika individu gagal dalam menyeimbangkan tuntutan-tuntutan pekerjaan dengan peran-peran-perannya di keluarga. Dampak ketidakberhasilan menciptakan work-life balance terhadap pekerjaan antara lain: performance dan produktivitas menurun, stres kerja meningkat, keterlibatan di pekerjaan (work engagement) menurun, tingkat kepuasan kerja menurun, dsb. Sementara itu, dampak work-life balance pada ranah keluarga yaitu: dapat menjaga keharmonisan keluarga, anggota keluarga lebih komitmen terhadap peran-peran di rumah tangga, kualitas dan kuantitas komunikasi di keluarga menjadi lebih baik, waktu bersama keluarga (family time) lebih optimal, merasa lebih bahagia dan merasa puas dengan keluarganya.
Studi yang mengaitkan antara work-family conflict dan kepuasan keluarga telah dilakukan oleh beberapa peneliti, baik di luar negeri maupun di Indonesia. Hasil beberapa studi tersebut menyatakan kesimpulan yang konsisten. Rangaswami (2021) menyimpulkan bahwa responden penelitian yang tidak pernah kesulitan dalam menyeimbangkan kehidupan pekerjaan dan tanggung jawab keluarga akan lebih puas terhadap keluarganya dibandingkan dengan subyek penelitian yang gagal mengembangkan work-life balance. Penelitian Utami (2023) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang kuat dan signifikan antara work-life balance dan family satisfaction pada subyek penelitiannya yang berprofesi sebagai perawat. Begitu juga penelitian Utami (2024) pada 381 karyawan yang bekerja di kawasan urban menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dengan arah positif antara work-life balance dan family satisfaction.
Memperkuat dan Meningkatkan Kepuasan Keluarga Urban
Pembahasan pada bagian sebelumnya menunjukkan krusialnya peran kepuasan keluarga terhadap variabel-variabel well-being baik pada level individu maupun keluarga. Oleh karena itu, memperkuat dan meningkatkan kepuasan keluarga dapat menjadi modal dasar untuk menghadapi tantangan dan ancaman dalam menjalani kehidupan di kota. Beberapa faktor berikut dapat mempengaruhi dan meningkatkan kepuasan dalam keluarga kita: waktu luang dengan keluarga, jenis kegiatan-kegiatan rutin dalam keluarga, cara menghabiskan waktu luang dengan keluarga, pengasuhan orang tua, keberfungsian keluarga, pola komunikasi dalam keluarga, serta keintiman dalam keluarga (Rahim, et al., 2013; Akhlak, et al., 2013; Jones, et al., 2018; Bharathi & Arun, 2021). Selain itu, kemampuan untuk menyelaraskan antara tuntutan-tuntutan pekerjaan dengan tanggung jawab dan peran-peran di rumah juga dapat (work-life balance) meningkatkan kepuasan keluarga.
Penutup
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan pada tahun 2050, jumlah populasi dunia yang akan tinggal di kawasan kota akan meningkat sampai 68%, dan 90% dari peningkatan ini disumbangkan oleh negara-negara di kawasan Asia dan Afrika. Arus urbanisasi yang terus melaju tersebut mengindikasikan bahwa di saat ini dan masa depan, kota masih menjadi daya tarik bagi individu untuk memperbaiki peluang dalam kehidupan serta meningkatkan taraf kesejahteraannya. Namun dibalik peluang dan kesempatan yang menjanjikan tersebut, kota juga menyimpan sejumlah tantangan dan hambatan yang tak kalah pahitnya. Beberapa mekanisme bisa kita lakukan untuk beradaptasi dan deal dengan kehidupan dinamis kota, salah satunya yaitu dengan meningkatkan dan memperkuat kepuasan kita terhadap keluarga.
Daftar Pustaka
Akhlak, A., Malik, N.I. & Khan, N.A. (2013). Family communication and family system as the predictors of family satisfaction in adolescents. Science Journal of Psychology, Vol 2013, doi: 10.7237/sjpsych/258.
Anwar, H. (2015). Orientasi peran egaliter, keseimbangan kerja-keluarga dan kepuasan keluarga pada perempuan yang berperan ganda. Talenta, Vol 1, No. 1, 55-62.
Bharathi, M. & Arun, M. (2021). Family intimacy, family satisfaction and psychological well-
being among the youth and middle age. The International Journal of Indian Psychology, Vol 9, No 3, 1241-1251.
Bolang, CMV. (2024). Because Happiness is Homemade: Sebuah Ulasan mengenai Peran Kecerdasan Emosi dan Dukungan Keluarga dalam Mencipta Kebahagiaan. Buletin KPIN. Vol. 10 No. 12 Juni 2024. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/1557-because-happiness-is-homemade-sebuah-ulasan-mengenai-peran-kecerdasan-emosi-dan-dukungan-keluarga-dalam-mencipta-kebahagiaan.
Carver, M.D. & Jones, W.H. (1992). The family satisfaction scale. Social Behavior and Personality, 20 (2), 71-84
Delecta, P. (2011). Work life balance. International Journal of Current Research, 3(4), 186-189.
Jones, B.L., Hill, E.J. & Miller, R.B. (2018). Family routines and family satisfaction in Singapore: work–family fit as a moderator. Asia Pacific Journal of Human Resources. doi:10.1111/1744-7941.12215
Kartasamita, AM. Keluarga dan Kesehatan Mental. Buletin KPIN. Vol.2. No.6, Maret 2016. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/64-keluarga-dan-kesehatan-mental.
Kinanthi, MR. (2019). Keluarga yang Normal, yang Bagaimana? Buletin KPIN. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/411-keluarga-yang-normal-yang-bagaimana.
Meinarno, EA. Konsep dasar keluarga. Dalam Keluarga Indonesia: Aspek dan dinamika zaman. Penyunting Karlinawati Silalahi dan Eko A Meinarno. Rajawali Pers. Depok.
Meinarno, EA., Widianto, B., Halida, R. (2015). Manusia dalam kebudayaan dan masyarakat. Salemba Humanika. Jakarta.
Rahim, M.A., Ishaq, I., Shafie, S.A. & Shafiai, R.M. (2013). Factors influencing family life satisfaction among parents in Malaysia: the structural equation modeling approach. IOSR Journal Of Humanities And Social Science (IOSR-JHSS), Vol 17, No 4, 78-85.
Rangaswami, A. (2021). Work-Life balance and satisfaction with family life: a methodological analysis. Silicon Valley Sociological Review: Vol. 19, Article 8. Available at: https://scholarcommons.scu.edu/svsr/vol19/iss1/8
Sarwono, SW. (1992). Psikologi lingkungan. Grasindo.
Triana, N. (2023). Biaya hidup tinggi menggerus kebahagiaan keluarga di perkotaan. Diakses dari harian Kompas: https://www.kompas.id/baca/opini/2023/12/16/biaya-hidup-tinggi-menggerus-kebahagiaan-keluarga-di-perkotaan
Utami, C.H. (2023). Hubungan Antara Work-life Balance dengan Family Satisfaction pada Perawat Wanita Sudah Menikah di Rumah Sakit UNS. Skripsi Program Studi Psikologi, Fakultaas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret.
Utami, A.P. (2024). Hubungan Work-Life Balance dan Family Satisfaction pada Karyawan yang Berkeluarga di Lingkungan Urban. Skripsi Program Studi Psikologi, Fakultas Humaniora dan Bisnis, Universitas Pembangunan Jaya.
Widianto, B. (2010). Keluarga dan ekulturasi anak. Dalam Keluarga Indonesia: Aspek dan dinamika zaman. Penyunting Karlinawati Silalahi dan Eko A Meinarno. Rajawali Pers. Depok.
Zabrieskie, R. B. & Ward, P.J. (2013). Satisfaction with family life scale. Marriage and Family Review, 49, 446-463