ISSN 2477-1686
Vol. 11 No. 27 Februari 2025
Program Unggulan Makan Bergizi Gratis, Antara Kebutuhan atau Popularitas
Oleh:
Sri Hayati
Fakultas Psikologi, Universitas Bosowa
Pengantar
Pagi itu, sejumlah anak-anak SMP Negeri 1 Makassar, Sulawesi Selatan, berbaris rapi mengikut upacara bendera. Terlihat pula beberapa guru sibuk mengatur bangku kelas untuk menyambut makanan yang dibawa penyedia Makan Gratis Bergizi (MBG), program prioritas dari Presiden RI Prabowo Subianto. Seusai upacara, anak-anak diarahkan masuk ke beberapa kelas dan diberikan pengarahan, selanjutnya menyantap makanan bergizi yang disiapkan oleh penyedia. Pada wadah itu ada nasi, telur, ayam, sayur, tahu, tempe, dan susu. "Makanannya enak, saya suka," ucap Dewi Sastri, siswi SMP Negeri setempat, ketika berbincang dengan Antara (Fatir, M.D., 2025). Potret ini hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia, namun muncul pertanyaan dalam hati apakah pemerintah mampu secara berkelanjutan menjalankan program makan bergizi gratis? dan apakah siswa membutuhkan program tersebut untuk saat ini?
Antara kebutuhan atau polularitas
Penentuan suatu program kerja secara tidak langsung menjadi gambaran pemerintah dalam mengambil keputusan, apalagi program kerja yang dianggap unggulan. Pengambilan keputusan merupakan reaksi atas sebuah masalah yang terjadi. Menurut defenisinya keputusan adalah pilihan yang dibuat berdasarkan beberapa alternatif dan masalah merupakan kesenjangan antara situasi yang terjadi dengan situasi yang ideal (Robbins & Judge, 2018). Dengan demikian sebelum menentukan suatu solusi, hal mendasar yang perlu dilakukan adalah menentukan masalah utama yang harus segera ditangani. Suatu masalah dengan masalah yang lain mungkin saja berkorelasi, namun penting untuk menemukan masalah inti, sebab kemampuan mengidentifikasi suatu masalah inti secara tidak langsung dapat mengatasi masalah-masalah cabang. Namun apabila kurang akurat dalam menentukan masalah utama, maka solusi yang ditawarkanpun menjadi kurang efektif untuk mengatasi permasalahan yang ada.
Fenomena permasalahan di Indonesia sangat kompleks, salah satunya di bidang pendidikan, terdapat banyak problematika mulai dari hulu ke hilir baik input, proses, maupun output. Menarik untuk mengulas salah satu fenomena output pendidikan saat ini, yang mana berdasarkan hasil diskusi dengan sesama dosen baik dari pendidikan tinggi negeri maupun swasta ternyata banyak mahasiswa baru yang diterima setiap tahun tidak dapat memahami inti suatu bacaan dan mengalami kesulitan untuk menuangkan ide menjadi suatu tulisan. Sementara kompetensi pemahaman dan menulis merupakan kompetensi dasar yang seharusnya sudah matang di tingkat SMA. Alih-alih menuntut mahasiswa untuk mampu menganalisis, untuk memahamipun masih perlu dilatih. Masalah ini jika ditelusuri akan memanjang sampai ke tingkat dasar, dan akan menghasilkan cabang-cabang masalah yang tidak akan tuntas jika dibahas dalam tulisan ini. Karenanya ini hanyalah penggambaran kecil bahwa jika terdapat permasalahan di bagian output, maka permasalahan ini bisa jadi disebabkan oleh masalah-masalah yang ada di bagian sebelumnya pada proses dan input. Sehingga akan menjadi bijaksana untuk menelusuri akar permasalahan, bukan hanya berhenti pada masalah cabang.
Berdasarkan hal ini muncullah pertanyaan jika program makan bergizi gratis sebenarnya untuk menyelesaikan masalah yang mana? Apakah memang terdapat data bahwa siswa-siswi di Indonesia mengalami kekurangan gizi sehingga berdampak pada rendahnya prestasi akademik? Penentuan program kerja unggulan menjadi cerminan model pengambilan keputusan pemerintah dalam mengatasi masalah.
Model Pengambilan Keputusan
Dalam teori organisasi (Robbins & Judge, 2018), terdapat tiga jenis pengambilan keputusan yaitu model pengambil keputusan rasional, pengambilan keputusan rasional terbatas dan pengambilan keputusan intuitif. Pengambilan keputusan rasional terdiri atas enam tahap yang meliputi; mendefenisikan masalah, identifikasi kriteria keputusan, mengalokasikan bobot pada kriteria, mengembangkan alternatif, mengevaluasi alternatif, dan memilih alternatif terbaik. Model ini efektif dalam kasus-kasus terdapat pemahaman yang baik tentang masalah tersebut dan cukup waktu untuk berdiskusi dan melakukan brainstorming dan akhirnya mengurangi tingkat risiko, namun model ini tidak efektif dalam kasus-kasus yang memiliki keterbatasan waktu atau pemahaman tentang masalah yang terjadi (Taherdoost & Madanchian, 2023). Proses tersebut nampak ribet, namun dapat memberikan hasil yang optimal terutama untuk menyusun visi, misi dan program kerja jangka panjang organisasi yang besar dengan kompleksitas masalah yang lebih luas.
Model kedua adalah pengambilan keputusan rasional terbatas, yaitu mengambil keputusan dengan membangun model yang disederhanakan yang mengeluarkan fitur-fitur esensial dari masalah tanpa menangkap semua kompleksitasnya. Contoh sederhananya seorang siswa SMA akan mendaftar kuliah di Indonesia, ia tidak akan mendatangi semua kampus-kampus potensial yang ada di Indonesia, ia hanya akan membatasi memilih beberapa kampus potensial yang dianggapnya sesuai dengan minatnya, kampus tersebut ia bandingkan, ia evaluasi, dan kemudian menentukan untuk mendaftar. Model kedua ini dapat dilakukan dalam kondisi keterbatasan informasi yang dibutuhkan dalam mengambil keputusan. Dapat dikatakan bahwa fokusnya adalah pada penanganan masalah daripada mencari situasi yang paling ideal. Oleh karena itu, model ini dapat menjadi solusi yang tepat untuk membuat keputusan segera bagi tim dengan waktu terbatas untuk membahas dan melakukan curah pendapat mengenai situasi yang terjadi (Taherdoost, & Madanchian, 2023).
Model ketiga adalah pengambilan keputusan intuitif yaitu pengambilan keputusan tanpa sadar, diciptakan dari pengalaman yang diperoleh, berpegang pada asosiasi holistik, yang mengaitkan potongan-potongan informasi yang tidak sama, cenderung cepat dan melibatkan emosi. Model ini dapat dilakukan dalam situasi yang mendesak dan memiliki keterbatasan informasi, biaya, dan hal lainnya sehingga tidak tersedia waktu untuk melakukan proses analisis rasional. Contoh model pengambilan keputusan intuitif sering dilakukan oleh dokter dalam menangani pasien, atau pada saat menghadapi situasi yang mengancam. Berikut gambaran model pengambilan keputusan yang sering digunakan:
Gambar 1. Model Pengambilan Keputusan
Harapan
Ketiga model pengambilan keputusan ini dapat digunakan sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Model rasionalitas utuh cocok diterapkan dalam menyusun strategi dan program kerja jangka panjang, model rasionalitas terbatas dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang memiliki keterbatasan informasi dan sumber daya, dan model intuitif dapat diterapkan untuk masalah-masalah yang sifatnya mendesak dan memiliki keterbatasan waktu dan informasi. Harapan penulis bahwa program makan bergizi gratis lahir dari proses pengambilan keputusan rasional sehingga pelaksanaannya betul-betul dapat menyelesaikan masalah-masalah utama pendidikan yang terjadi di Indonesia saat ini, sehingga program tersebut memang menjadi kebutuhan bukan hanya untuk popularitas pemerintah.
Referensi:
Fatir, M.D. (2025, Januari 29). Makan Bergizi Gratis Cerminan Ajaran Islam. Antara News. https://www.antaranews.com/berita/4613210/makan-bergizi-gratis-bergizi-cerminan-ajaran-islam.
Robbins, S.P., & Judge, T.A. (2018). Perilaku Organisasi. Salemba Empat.
Taherdoost, H., & Madanchian, M. (2024). Decision making: Models, processes, techniques. Cloud Computing and Data Science, 1-14.