ISSN 2477-1686  

Vol. 11 No. 27 Februari 2025

 

Mengapa Kita Tidak Selalu Menolong?

Oleh:

Lillyana Dian Anggraeni

Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana

Hidup manusia dipenuhi dengan situasi di mana kita dapat memilih untuk menolong atau tidak. Kita sering dihadapkan pada momen-momen kecil hingga besar yang membutuhkan keputusan untuk membantu sesama. Contohnya, saat melihat seseorang kesulitan membawa barang belanjaan di tangga atau ketika menemukan seseorang terjatuh di jalan. Meskipun ini tampak seperti tindakan yang sederhana, kadang-kadang kita merasa ragu untuk bertindak. Ada kalanya kita memilih untuk mengabaikan karena merasa tidak ada yang mendesak atau karena takut salah dalam bertindak. Mengapa hal ini terjadi? Artikel ini akan membahas beberapa alasan mengapa manusia tidak selalu memberikan pertolongan, berdasarkan penelitian dalam psikologi sosial dan perilaku prososial.

Apa Itu Perilaku Prososial?

Perilaku prososial merujuk pada tindakan yang dilakukan dengan tujuan membantu atau memberikan manfaat bagi orang lain (Tartila & Aulia, 2021). Motif di balik perilaku ini bervariasi, mulai dari empati murni hingga keuntungan pribadi. Namun, dalam situasi nyata, keputusan untuk membantu tidak selalu sederhana.

Motif Dasar di Balik Perilaku Prososial

Menurut teori evolusi dalam Aronson et al. (2021), terdapat tiga faktor utama yang menjelaskan perilaku prososial. Pertama, Kin Selection atau seleksi kerabat, di mana individu cenderung membantu kerabat genetik individu karena perilaku ini dapat meningkatkan peluang kelangsungan gen individu. Kedua, norma timbal balik, yaitu harapan bahwa dengan membantu orang lain, individu tersebut juga akan mendapatkan bantuan di masa depan. Ketiga, pemilihan kelompok, yang mengemukakan bahwa kelompok dengan anggota yang cenderung altruistik memiliki peluang bertahan lebih besar dibandingkan kelompok yang anggotanya kurang altruistik.

Perilaku prososial juga dapat dijelaskan melalui teori pertukaran sosial. Menurut teori ini, orang membantu untuk memaksimalkan imbalan sosial dan meminimalkan biaya. Misalnya, seseorang mungkin membantu karena ingin dipandang baik oleh masyarakat atau untuk merasa lebih baik tentang diri individu sendiri. Empati dan altruisme memainkan peran penting dalam perilaku prososial (Cahyo, 2024). Ketika seseorang benar-benar merasakan apa yang dirasakan orang lain, individu lebih cenderung untuk menolong dengan motif murni, tanpa mempertimbangkan keuntungan pribadi. Hipotesis empati-altruisme menyatakan bahwa empati dapat mendorong tindakan altruistik, meskipun ada risiko atau kerugian bagi si penolong. Selain itu, beberapa kualitas pribadi juga memengaruhi keputusan untuk membantu. Individu dengan kepribadian altruistik cenderung lebih mudah untuk menolong orang lain, meskipun faktor situasional juga berperan penting. Gender juga mempengaruhi, di mana laki-laki lebih cenderung untuk membantu dengan cara heroik atau ksatria, sementara perempuan lebih sering membantu dalam hubungan yang lebih dekat dan jangka panjang. Budaya juga turut memengaruhi keputusan seseorang untuk membantu, dengan orang yang cenderung lebih banyak membantu anggota kelompoknya (in-group) dibandingkan dengan kelompok luar (out-group), terutama jika individu merasa empati terhadap anggota kelompok tersebut.

Situasi yang Mempengaruhi Keputusan untuk Menolong

Ada beberapa situasi yang mempengaruhi Keputusan untuk menolong menurut Aronson et al. (2021). Penelitian menunjukkan bahwa orang yang tinggal di daerah pedesaan lebih cenderung menolong dibandingkan individu yang tinggal di perkotaan. Hal ini mungkin terkait dengan beban seseorang yang tinggal di perkotaan, yang menyatakan bahwa orang yang tinggal di kota besar sering merasa kewalahan dengan banyaknya distraksi yang ada, sehingga individu lebih cenderung untuk menarik diri dan kurang memperhatikan orang lain. Selain itu, fenomena yang dikenal dengan efek penonton (bystander effect) juga menjadi alasan mengapa orang tidak selalu menolong. Ketika banyak orang menyaksikan suatu kejadian, tanggung jawab untuk membantu tersebar di antara individu, sehingga setiap individu merasa kurang bertanggung jawab untuk bertindak. Faktor lain yang mempengaruhi keputusan untuk menolong adalah mobilitas residensial, di mana orang yang telah lama tinggal di suatu tempat cenderung lebih terhubung dengan komunitas individu dan merasa lebih bertanggung jawab untuk membantu, dibandingkan dengan individu yang baru pindah ke lingkungan tersebut.

Bagaimana Kita Dapat Meningkatkan Perilaku Prososial?

Untuk meningkatkan perilaku prososial, ada beberapa langkah dapat diambil. Pertama, meningkatkan kesadaran dengan mengajarkan orang tentang hambatan untuk menolong, seperti efek penonton, dapat membantu individu memahami bahwa tanggung jawab untuk bertindak dalam situasi darurat seringkali tersebar di antara banyak orang, membuat masing-masing merasa kurang bertanggung jawab. Selain itu, organisasi yang ingin mendorong partisipasi dalam kegiatan sukarela harus memastikan bahwa orang merasa individu memilih untuk membantu secara sukarela, bukan karena kewajiban, karena ini dapat meningkatkan kepuasan dan membuat individu lebih mungkin untuk terus berkontribusi di masa depan. Media juga dapat berperan dalam mempengaruhi perilaku prososial, seperti dengan bermain video game yang mendukung interaksi positif atau mendengarkan lagu dengan lirik yang menginspirasi, yang dapat memotivasi seseorang untuk lebih sering membantu orang lain (Aronson et al., 2021)

Kesimpulan

Meski membantu orang lain adalah hal yang mulia, keputusan untuk menolong tidak selalu mudah. Banyak faktor yang memengaruhi perilaku prososial, baik dari dalam diri individu maupun dari lingkungan sosial. Dengan memahami faktor-faktor ini, kita dapat lebih sadar akan keputusan kita untuk membantu, sekaligus menciptakan lingkungan yang lebih mendukung perilaku prososial di Masyarakat.

Referensi:

Aronson, E., Wilson, T. D., & Sommers, S. R. (2021). Social psychology (10th ed.). Pearson.

Cahyo, A. A. R. (2024). Altruisme dalam Novel Permulaan Sebuah Musim Baru di Suriname Karya Koko Hendri Lubis (Perspektif Psikologi Sosial). Lingua Rima: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia13(1).

Tartila, M. F., & Aulia, L. A. A. (2021). Kecerdasan Interpersonal dan Perilaku Prososial. Jurnal Psikologi: Jurnal Ilmiah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan8(1), 53-66.