ISSN 2477-1686  

 Vol. 11 No. 27 Februari 2025

Menghadapi Quarter Life Crisis: Bagaimana Gen Z Menginterpretasi Ulang Kesuksesan dan Kesehatan Mental

Oleh:

Silmi Naimah Fadillah & Istiqomah

Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana

Robbins dan Wilner mendefinisikan bahwa quarter life crisis adalah masa ketidakpastian, ketidakstabilan, serta kecemasan akan perubahan besar yang terjadi pada kehidupan. Fenomena ini sangat relevan dengan Gen Z karena mereka berada dalam fase transisi kritis dari pendidikan ke dunia kerja. Dalam fase ini, tekanan untuk mencapai kesuksesan dalam karier dan kehidupan pribadi semakin tinggi, khususnya dengan adanya perbandingan di media sosial. Gen Z juga menghadapi ekspektasi tinggi dari diri sendiri dan masyarakat tentang pencapaian di usia muda, yang menambah beban mental. Keterbukaan terhadap isu kesehatan mental juga membuat fenomena ini lebih terdeteksi dan dibicarakan di kalangan mereka, yang mencari cara baru untuk mengatasi dan menginterpretasi ulang kesuksesan serta kesejahteraan.

Apa itu Quarter Life Crisis?

Quarter life crisis adalah fenomena yang terjadi dikalangan dewasa awal dimana individu menjadi tidak percaya diri/ragu akan kemampuan yang mereka miliki, dan akhirnya individu hilang arah terhadap masa depan, serta individu cenderung membandingkan diri individu yang satu dengan individu yang lainnya, yang dilihat sudah memiliki pencapaian yang baik, dan hal itu membuat individu tersebut menjadi merasa gagal (Tanner et al 2008).  Tanda  lainnya  ketika  seseorang  mengalami quarter-life  crisis dapat  dilihat  dari kategori quarter-life crisis itu sendiri. Adapun kategori tersebut adalah sebagai berikut, (1) the  locked-out  form,  yaitu  ketika  individu  merasa  tidak  mampu  untuk  memiliki  peran sebagai  orang  dewasa;  dan  (2) the  locked-in  form,  yaitu  ketika  individu  merasa  terjebak dalam  perannya  sebagai  orang  dewasa (Herawati & Hidayat, 2020). Individu  yang  mengalami quarter   life   crisis disebabkan   karena adanya incongruence antara ideal  self dan real  self (Karpika & Segel, 2021). Incongruence antara ideal self dan real self merujuk pada ketidakcocokan antara gambaran ideal diri seseorang (ideal self) dan persepsi diri mereka yang sebenarnya (real self). Gen Z mengalami quarter-life crisis lebih intens dibanding generasi sebelumnya karena tekanan dari media sosial, ketidakpastian ekonomi, dan tingginya tuntutan akademis dan profesional. Mereka lebih terbuka mengenai isu kesehatan mental dan sering mencari dukungan di media sosial, sementara generasi sebelumnya lebih fokus pada hubungan pribadi dan keluarga dengan tekanan sosial yang lebih sedikit dari media sosial.

Bagaimana definisi sukses menurut perspektif Gen Z?

Gen Z mendefinisikan sukses tidak hanya dari perspektif kekayaan materi, tetapi lebih kepada kehidupan yang penuh makna, dampak, dan kasih saying. Mereka lebih menekankan pentingnya kesejahteraan emosional dan hubungan yang kuat dengan orang-orang tercinta. Gen Z juga menganggap penting untuk mencapai keseimbangan antara kerja dan hidup pribadi, serta berkontribusi positif pada dunia melalui pekerjaan mereka. Gen Z mendefinisikan sukses lebih berfokus pada kesejahteraan emosional, hubungan yang kuat, dan kontribusi positif pada dunia, sedangkan generasi sebelumnya lebih menekankan pencapaian akademis dan professional. Media sosial dan budaya digital memainkan peran besar dalam membentuk definisi sukses Gen Z dengan menciptakan tekanan untuk memenuhi standar kesuksesan yang tidak realistis dan mempengaruhi persepsi mereka tentang kehidupan dan karier.

Kesehatan mental dan Gen Z

Generasi Z ini sangat terbuka akan kemajuan teknologi dan internet.  Mudahnya  generasi Z dalam mengakses informasi melalui perkembangan peningkatan konektivitas global merupakan salah satu efek positif adanya internet yang mudah diakses melalui gawai/ponsel genggam(Firamadhina & Krisnani, 2021). Sayangnya kemudahan akses internet juga membuat generasi Z memiliki kerentanan terhadap efek mental emosional yang lebih tinggi dibanding generasi sebelumnya (Phangadi, 2019). Masalah kesehatan mental yang paling banyak dialami generasi Z adalah gangguan kecemasan, depresi, stress, gelisah yang berlebih, hingga masalah fisik yang berdampak kepada kesehatan jiwa (Abdullah, dkk 2024). Gen Z menghadap stres dan kecemasan dengan cara yang tidak selalu sehat, seperti memilih untuk menghindari masalah daripada menghadapinya langsung, serta mengonsumsi zat-zat berbahaya seperti alkohol atau obat-obatan sebagai pelarian sementara. Pendekatan-pendekatan ini mungkin memberikan kelegaan sejenak, tetapi pada akhirnya memperburuk masalah dan kondisi kesehatan mental mereka dalam jangka panjang. Penting bagi Gen Z untuk mencari cara-cara yang lebih sehat dan konstruktif dalam mengelola stres dan kecemasan mereka. Gen Z lebih terbuka terhadap isu kesehatan mental dan semakin sering mencari bantuan profesional dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka aktif menggunakan layanan konseling, terapi, dan dukungan online untuk mengelola stres dan kecemasan. Sikap ini mencerminkan perubahan positif dalam cara mereka menangani kesehatan mental.

Apakah Quarter Life Crisis mempengaruhi Kesehatan Mental Gen Z?

Gen Z dihadapkan dengan ekspektasi social dan akademik yang tinggi. Persaingan di dunia pendidikan dan karier semakin ketat, sehingga banyak dari mereka  tertekan untuk mencapai standar yang tinggi dalam hal pencapaian akademis dan karier. Gen Z sering kali merasakan beban besar saat menghadapi quarter life crisis, di mana masa depan karier menjadi fokus utama. Setelah lulus kuliah, ketidakpastian ekonomi dan tingginya angka pengangguran menciptakan kecemasan yang signifikan. Tekanan sosial untuk meraih kesuksesan akademis dan profesional semakin memperparah kondisi ini. Banyak dari mereka merasa perlu memenuhi harapan yang tinggi dari masyarakat dan keluarga. Hal-hal tersebut sangat berpengaruh pada kesehatan mental sehingga Gen Z rentan yang mengalami stres, kecemasan, dan burnout.

Bagaimana cara Gen Z menghadapi Quarter Life Crisis?

Gen Z menghadapi quarter-life crisis dengan strategi yang beragam, termasuk mencari bantuan profesional, mengikuti terapi, dan berpartisipasi dalam mindfulness. Dukungan sosial dan komunitas memainkan peran penting dalam mengatasi tantangan ini, memberikan rasa aman dan keterhubungan yang diperlukan untuk mengatasi kecemasan dan ketidakpastian. Fleksibilitas dan adaptabilitas juga menjadi kunci, memungkinkan mereka untuk menyesuaikan strategi dan solusi sesuai dengan situasi yang terus berubah. Menurut jurnal "Mind the Gap: Reinvention may be the answer to Gen Z’s quarter-life crises," reinvention adalah cara efektif untuk mengatasi quarter-life crisis dengan memisahkan tujuan dari langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapainya.

Kesimpulan

Gen Z mendefinisikan ulang kesuksesan dengan menekankan pada kesejahteraan emosional, hubungan yang kuat, dan kontribusi positif pada dunia, sambil tetap mencari keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional. Memahami dan mendukung Gen Z dalam menghadapi quarter-life crisis adalah krusial, karena mereka menghadapi tekanan unik dari media sosial, ketidakpastian ekonomi, dan tuntutan akademis. Dukungan sosial dan komunitas, serta fleksibilitas dan adaptabilitas, memainkan peran penting dalam membantu mereka mengatasi tantangan ini. Penting bagi Gen Z untuk terus mencari kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidup mereka, menyesuaikan tujuan dan strategi sesuai kebutuhan, dan tidak ragu untuk mencari bantuan saat diperlukan.

Referensi

Abdulah, A.Z. Dkk. (2024). Masalah Kesehatan Mental Generasi Z Di Rumah Sakit Jiwa. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 12(2), 267-272.

EY. (2024). How Gen Z Is Redefining Success For Decades To Come. Retrieved From EY

Firamadhina, F.I.R. & Krisnani, H. (2020). Perilaku Generasi Z Terhadap Penggunaan Media Sosial Tiktok: Tiktok Sebagai Media Edukasi Dan Aktivisme. Social Work Jurnal, 10(2), 199-208.

GMAC. (2023). How Does Gen Z Define Career Success? Retrieved From Businessbecause

Herawati, I. & Hidayat. A. (2020). Quarterlife Crisis Pada Masa Dewasa Awal Di Pekanbaru. Journal An-Nafs: Kajian Penelitian Psikologi , 5(2), 145-156.

Karpika, P.I. & Segel, N.W.W. (2021). Quarter Life Crisisterhadap Mahasiswa Studi Kasus Di Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Pgri Mahadewa Indonesia. 22(2), 513-527.

Zaman,  S.  N.  (2024). Survey  Deloitte:  Kekhawatiran  Gen  Z  Dalam  Hidup. AKADEMIK: Jurnal Mahasiswa Humanis, 4(1), 54-62.

UIJRT. (2022). Digital Culture And Social Media Slang Of Gen Z. Retrieved From UIJRT