ISSN 2477-1686  

 Vol. 10 No. 21 November 2024

 AI Dalam Pengenalan Emosi Anak, Apakah Mungkin?

 Oleh:

Anita Budi Prabawaningrum, Henoch Setya Nugraha

Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

 

Jika kita melihat 2-3 generasi ke belakang, satu orang bekerja mungkin akan mampu untuk mencukupi kebutuhan keluarga karena biaya hidup yang lebih rendah dan standar hidup yang lebih sederhana (OECD, 2012). Namun, sekarang biaya hidup atau tekanan finansial meningkat akibat inflasi, gaya hidup yang lebih kompleks, dan tuntutan ekonomi yang lebih tinggi. Oleh karena itu, pada masa ini banyak pasangan yang memilih untuk sama-sama bekerja, bahkan ketika sudah memiliki anak. Kesibukkan Ayah dan Ibu dalam bekerja ini mungkin akan membantu sisi finansial keluarga, namun apa dampaknya bagi anak?

Kedua orang tua yang bekerja memperlihatkan anak-anak yang cenderung memiliki lebih sedikit masalah internal seperti kecemasan atau depresi, tetapi lebih banyak memiliki masalah sosial dan perilaku eksternal. Ibu yang bekerja penuh waktu cenderung memiliki anak yang lebih banyak bermasalah pada area emosi (seperti agresi) dan masalah dengan sisi atensi. Beberapa perilaku yang terjadi adalah anak akan mencari perhatian ataupun menunjukkan emosi yang berlebihan kepada orang lain ataupun lingkungan sekitar, seperti; menjahili teman hingga menangis, membuat kegaduhan di kelas, hingga mudah cemburu melihat Ibunya bermain dengan temannya. Jadi, secara keseluruhan, ada dampak terhadap emosi anak ketika kedua orang tuanya bekerja.

 

Apabila hal ini dikaitkan dengan teknologi, maka muncul pertanyaan, apakah mungkin AI dapat membantu anak mengenali emosinya? Ketika mendengar kata "AI" atau kecerdasan buatan, kita mungkin langsung terbayang berbagai hal. Sebagian besar akan membayangkan teknologi cerdas yang membantu kehidupan sehari-hari; seperti robot canggih dan asisten virtual di ponsel. Banyak yang berfikiran bahwa AI dapat membantu kita dalam kehidupan sehari-hari, sampai dengan menentukan dalam pengambilan keputusan. Lalu apa jadinya jika AI ini dihubungkan dengan psikologi, terkhusus pada anggota keluarga seperti orang tua dan anak?

 

Penelitian eksperimen di Singapura menunjukan bahwa AI chat bot membantu anak untuk belajar aktif secara mandiri, yang pada akhirnya memperbaiki regulasi emosi mereka. Sementara di Chicago, telah dikembangkan AI bernama Emotion Explorer and Zen yang dalam tahap pengujiannya dinilai mampu membantu anak umur 6-11 tahun dalam memahami dan mengenali emosinya]. Emotion Explorer and Zen menggunakan kamera, sensor, dan mikrofon untuk mengamati ekspresi wajah, suara, dan bahasa tubuh anak. Kemudian data di analisis untuk mengenali pola-pola tertentu yang mengindikasikan emosi spesifik, seperti marah, sedih, atau frustrasi. Berdasarkan analisis tersebut, Emotion Explorer and Zen dapat memberikan intervensi yang sesuai, seperti mengajak anak untuk melakukan latihan pernapasan, memberikan saran untuk berhenti sejenak, atau memutar musik yang menenangkan. Menurut developernya, seiring waktu, Emotion Explorer and Zen akan belajar dari respon anak terhadap intervensi yang diberikan, sehingga dapat meningkatkan ketepatan dan efektivitas intervensi itu sendiri.

 

Disamping berbagai manfaat dan kemampuan AI yang luar biasa, ternyata ada beberapa tantangan yang perlu dipertimbangkan ketika kita menggunakan interaksi AI pada anak: (1) Keterbatasan Empati: AI belum memiliki kemampuan empati sejati yang dimiliki manusia, sehingga tidak bisa menggantikan interaksi emosional yang mendalam dengan orang tua. (2) Privasi dan Keamanan Data: Penggunaan AI melibatkan pengumpulan data pribadi anak, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai privasi dan keamanan. (3) Ketergantungan Teknologi: Adanya ketergantungan pada teknologi dapat mengurangi kesempatan anak untuk belajar melalui interaksi sosial manusia yang sebenarnya. (4) Konteks Sosial dan Budaya: AI mungkin kesulitan memahami konteks sosial dan budaya yang beragam, sehingga responnya bisa kurang relevan atau tidak tepat.

AI dapat membantu dalam beberapa hal, seperti memberikan informasi, mengajarkan teknik relaksasi, atau menyediakan aplikasi yang membantu anak mengenali emosi mereka. Namun, AI adalah alat, bukan pengganti. Kombinasi antara penggunaan teknologi dan peran aktif orang tua akan memberikan hasil yang lebih baik dalam perkembangan emosional anak. Jadi, walaupun AI bisa menjadi alat bantu, peran orang tua tetap tak tergantikan dalam membina anak mengenali dan mengelola emosi.

Meskipun kedua orang tua bekerja, mereka akan tetap dapat berperan signifikan dalam membantu anak mengenali dan mengelola emosi dengan cara memanfaatkan waktu secara efektif dan berkualitas. Orang tua dapat mengatur rutinitas harian supaya masih dapat menikmati momen-momen kebersamaan; seperti makan malam bersama, bercerita sebelum tidur, atau melakukan aktivitas keluarga di akhir pekan. Apabila memiliki keterbatasan waktu dan jarak, orang tua dapat memanfaatkan teknologi seperti video call untuk melakukan aktivitas bersama. Selain itu, melibatkan anak dalam percakapan terbuka tentang perasaan mereka dan memberikan dukungan emosional yang konsisten akan membantu anak merasa didengar dan dipahami.

 

Referensi :

 

OECD.(2012).The future of families to 2030. OECD Publishing. https://www.oecd-ilibrary.org/content/publication/9789264168367-en. Accessed 20 Aug 2024

Ramdani, C., & Zaman, B. (2022). Hubungan Ibu Bekerja terhadap Perkembangan Emosional

Anak Usia 4-6 tahun. PELANGI: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Islam Anak Usia

Dini, 4(1), 1–8. https://doi.org/10.52266/pelangi.v4i1.766

Kopp, M., Lindauer, M., & Garthus-Niegel, S. (2023). Association between maternal employment and the child´s mental health: a systematic review with meta-analysis.

European child & adolescent psychiatry, 1–18. Advance online publication. https://doi.org/10.1007/s00787-023-02164-1

Nattawuttisit, S. (2019). Learning via AI Dolls: Creating Self-Active Learning for Children.

Translational Systems Sciences.

https://doi.org/10.1007/978-981-13-8039-6_26.

Erdemir, A., Liu, Y., & Campos, M. (2023). Emotion Explorers & Zen: AI System and Voice Assistant for Exploring Emotions and Cultivating Compassion. Proceedings of the 22nd Annual ACM Interaction Design and Children Conference. https://doi.org/10.1145/3585088.3595281.