ISSN 2477-1686  

 Vol. 10 No. 19 Oktober 2024

Quiet Quitting: Membangun Kinerja Karyawan yang Memiliki Keterikatan Kerja Rendah di Lingkungan Kerja

 

Oleh:

Michael Yulian Feno, Meidiya E. Repa, Nurhayati Hamzah

Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia

Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan

 

Keterikatan kerja karyawan sangat penting terhadap produktivitas organisasi. Sikap terikat terhadap pekerjaan memiliki peran penting bagi kinerja para karyawan, dimana kinerja adalah suatu hasil dari capaian prestasi kerja yang dicapai oleh karyawan yang sesuai dengan target perusahaan (Firdausi & Wajdi, 2024). Kinerja yang dihasilkan oleh karyawan didasari adanya keterikatan karyawan terhadap pekerjaannya (Pekasa & Rostiana, 2018; Attamimi et al, 2022; Irvan & Idulfilatri, 2023). Kinerja karyawan ditunjukkan adanya keterikatan di lingkungan kerja yang tinggi. Sebaliknya, apabila keterikatan kerja yang rendah akan menjadikan kinerja yang cenderung kurang. Seperti peristiwa yang pernah trend di kalangan para karyawan yaitu quiet quitting. Secara psikologi quiet quitting merupakan pola pikir karyawan dengan sengaja membatasi semua aktivitas kerja hanya pada deskripsi pekerjaan secara formal maupun informal, memenuhi pekerjaan sesuai tugasnya namun tidak melebihi harapan yang telah ditetapkan (Asih et al, 2024).

Karyawan yang cenderung kurang memiliki motivasi atau pribadi yang mudah menyerah (cenderung kurang memiliki daya juang) akan cenderung mengalami quiet quitting (Harter, 2022). Quiet quitting sangat berdampak terhadap menurunnya produktivitas organisasi. Sikap quiet quitting menjadikan kinerja karyawan cenderung kurang maksimal. Ada dua macam tindakan quiet quitting, pertama quiet quitting yang dilakukan secara wajar ditujukan agar dapat menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan karyawan (Nilufad, 2022; Kilpatrick, 2022), di sisi lain, quiet quitting sebagai tindakan melepaskan diri dari melakukan pekerjaan. Sudut pandang tersebut, tindakan quiet quitting sebagai cara untuk mengekspresikan ketidakpuasan terhadap pekerjaan (Klotz & Bolino, 2022).

Ciri - ciri tanda quiet quitting pada karyawan jika dilihat dari sudut pandang perusahaan diantaranya kinerja karyawan yang memburuk, kurangnya keterlibatan karyawan di lingkungan kerja, interaksi karyawan di lingkungan kerja berkurang, permasalahan kehadiran dan ketepatan waktu pada karyawan, hilangnya antusiasme karyawan, energi negatif pada karyawan terhadap pekerjaan dan tidak adanya komitmen jangka panjang terhadap perusahaan (Asih et al, 2024). Menurut studi dari Gallup (2022) bahwa terdapat 18% karyawan "secara aktif tidak terlibat" dalam tempo kerja yang intens. Selain itu, untuk usia 35 tahun kebawah dipilih sebagai karyawan muda, rasio tersebut mencapai 24% dan mereka secara aktif tidak terlibat di tempat kerja. Temuan penting lainnya mengenai persepsi karyawan di tempat kerja adalah mereka mengklaim bahwa mereka tidak menerima dukungan apa pun untuk pengembangan pribadi mereka di tempat kerja. Menurut Ozturk et all (2023) terdapat lima faktor yang menyebabkan karyawan mengalami quiet quitting, yaitu ketidakseimbangan kehidupan kerja, budaya kerja yang tidak sehat, gaji yang rendah, kurangnya peluang kemajuan karir dan beban kerja yang berlebihan.

Fenomena quiet quitting apabila terjadi di perusahaan secara masif akan mengancam eksistensi perusahaan dalam mencapai tujuan. Oleh sebab itu, terjadinya quiet quitting di perusahaan harus segera diatasi untuk mempertahankan produktivitas perusahaan. Berdasarkan lima faktor quiet quitting dari Ozturk et all (2023) dalam menyikapi fenomena quiet quitting ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan:

  1. Perusahaan dapat menciptakan keseimbangan di lingkungan kerja dengan kehidupan pribadi
  2. Perusahaan membangun budaya kerja yang sehat
  3. Perusahaan memberikan upah sesuai dengan porsi beban kerja karyawan
  4. Perusahaan memberikan peluang jenjang karir untuk para karyawan yang potensial
  5. Perusahaan memberikan beban kerja sesuai posisi jabatan para karyawan

Meskipun demikian, perusahaan sebaiknya perlu memikirkan apa yang bersedia karyawan lakukan dan apa yang diharapkan oleh karyawan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan, prognosis yang merugikan bagi perusahaan adalah fenomena quiet quitting akan terus berlanjut dan menjadi potensi buruk jika perubahan mengatasi quiet quitting tidak dilakukan (Mahand & Caldwell, 2023). Upaya untuk mengurangi jumlah karyawan yang mengalami quiet quitting, hal pertama yang dapat dilakukan adalah memperbaiki metode komunikasi yang efektif, menghargai kinerja dengan memberikan upah yang adil, memberi pekerjaan yang bermakna bagi karyawan, serta dukungan dan peluang pengembangan yang dibutuhkan di tempat kerja harus disediakan. Selain itu, pekerjaan yang disediakan memiliki deskripsi yang terperinci serta memberikan fleksibilitas yang diperlukan oleh karyawan (Yikilmaz, 2022).

Referensi:

Asih, S. R., Eryananda, F., & Aranti, H. (2024). Penatalaksanaan psikologi untuk kasus normal bermasalah: Quiet quitting. Pustaka Pelajar

Attamimi, S. K., Hayati, K., & Karim, M. (2022). Pengaruh kepuasan kerja dan keterikatan kerja terhadap kinerja karyawan (The effect of job satisfaction and job engagement on employee performance). Reviu Akuntansi, Manajemen, dan Bisnis (Rambis), 2(1), 67-77 https://doi.org/10.35912/rambis.v2i1.1497

Firdausi, J., & Wajdi, M. F. (2024). Pengaruh talent management dan employee engagement terhadap kinerja karyawan. Jurnal Ekonomi & Syariah, 7(1),  1080-1092 https://doi.org/10.36778/jesya.v7i1.1525

Gallup. (2022). Gallup's employee engagement survey: Ask the right questions with the Q12 survey. avaliable at: https://www.gallup.com/workplace/356063/gallup-q12- employee-engagement-survey.aspx

Harter, J. (2022). Is quiet quitting real?. Gallup.

Irvan, M., Zamralita., & Idulfilatri, R. M. (2023). JD-R model: Pengaruh sumber daya, keterikatan kerja, dan tuntutan terhadap kinerja karyawan. Psyche 165 Journal, 16(3), 137-142 https://jpsy165.org/ojs

Kilpatrick, A. (2022). What is “quiet quitting” and how it may be a misnomer for setting boundaries at work. KQED. https://www.kqed.org/news/11923100/what-is-quiet-quitting-and-how-it-maybe-a-misnomer-for-settingboundaries-at-work

Klotz, A., & Bolino, M. (2022). When quiet quitting is worse that the real thing. Harvard Business Review. https://hbr.org/2022/09/when-quiet-quitting-is-worse-than-the-real-thing

Mahand, T., & Caldwell, C. (2023). Quiet quitting and opportunities. Business and management research, 12(1), 9-19 10.5430/bmr.v12n1p9

Nilufad, A. (2022). Quiet quitting: why doing less at work could be good for you – and your employer. The Conversation Media Group Ltd. https://theconversation.com/quiet-quitting-why-doing-less-at-work-could-be-goodfor-you-and-your-employer-188617

Ozturk, E., Arıkan, O. U., & Ocak, M. (2023). Understanding quiet quitting: Triggers, antecedents and consequences. Uluslararası Davranış, Sürdürülebilirlik ve Yönetim Dergisi, 10(18), 57-79.

Pekasa, E., & Rostiana. (2018). Peran job embeddedness terhadap kinerja dengan keterikatan kerja dan keinginan untuk menetap sebagai mediator. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni,  2(1), 335-341

 

Yikilmaz, I. (2022). Quiet quitting: a conceptual investigation. Anadolu 10th international conference on social science, 581-591