ISSN 2477-1686 

 

Vol. 10 No. 04  Februari 2024

 

Ingin Menjadi Ibu Bekerja yang Bahagia?

Yuk Ubah Mindset

 

Oleh:

Amy Mardhatillah

Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana

 

Dalam sebuah seminar, seorang peserta bertanya kepada pembicara: " Bagaimanakah cara saya bisa meredakan konflik batin dan merasa lebih bahagia? Saya pernah berhenti bekerja dan menjadi seorang ibu full-time. Namun, saya merasa tidak bahagia, sehingga saya memutuskan untuk kembali bekerja. Walaupun, saya menemukan beragam konflik dan rasa bersalah. Yang lebih memprihatinkan adalah saya merasa tidak bisa bekerja secara maksimal di kantor maupun di rumah."


Tidak ada satu formula yang tepat dalam menyelesaikan masalah konflik peran. Karena itu sangat bergantung kepada kehidupan individu. Namun satu hal yang dapat dapat dilakukan adalah dengan mengubah mindset bahwa menjadi Ibu bekerja akan memberi nilai tambah, menjadi Ibu bekerja berarti memilih untuk lebih sabar, lebih banyak stok energi positif, lebih sedikit tidur dan yang terpenting jangan pernah menyalahkan kekacauan yang mungkin terjadi karena kita memilih menjadi Ibu bekerja.

 

Jika dirasa belum mampu menyadari secara utuh, beratnya pilihan menjadi ibu bekerja, atau akan menjadikannya excused,saya kan bekerja jadi saya tidak bisa seperti ibu rumah tangga”, inilah awal mula sebuah bencana. Karena tanpa sadar kita membangun pola pikir bahwasanya ketika menjadi ibu bekerja kita terbebas dari kesempurnaanya seorang ibu yang tidak bekerja, yang selalu mendampingi anaknya belajar, selalu memasak untuk keluarga, aktif di persatuan orang tua, aktif di pengajian di lingkungan tempat tinggal dan lainnya.

 

My dearest colleague working Mom….,

Setiap keluarga itu berbeda kebutuhan dan polanya, jadi yang terpenting adalah mengenali kebutuhan utama keluarga kita. Tidak perlu kita membandingkan diri kita dengan ibu yang terlihat sempurna di mata kita. Tapi berusahalah untuk terus memperbaiki diri dari waktu ke waktu. Dan yang terpenting ketahuilah nilai-nilai utama yang menjadi panduan dalam setiap tindakan kita. Bekerja boleh, tapi tidak melupakan kodrat, bekerja boleh tapi siap untuk mau berbuat lebih.

 

Mudahkah?

Tentunya tidak. Tapi percayalah akan selalu ada jalan, jika ada kemauan. Dan yang terpenting siapkan pola pikir yang benar dalam menjadi ibu bekerja. Waspadai jika segala, pembenaran muncul yang mungkin dapat menyebabkan kita menjadi sedikit lalai dalam menjalani peran sebagi ibu dan istri. Ingat-ingat kembali, bahwasanya kita sudah memilih mindset yang benar tentang ibu bekerja, yaitu ibu yang siap untuk lebih lelah karena menjalani  dua peran, ibu yang siap untuk lebih pandai mengelola emosinya, karena punya peran ganda bukanlah hal yang mudah. Dan tentu saja ibu yang sadar walaupun ia bekerja sesungguhnya itu tidak mengurangi tanggung jawabnya dalam mengurus rumah tangga. Melatih emosi positif merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesehatan mental dan mencapai perubahan mindset yang lebih baik dalam menjalani peran sebagai ibu bekerja (Le Nguyen & Fredrickson, 2018)

 

Tiga hal sederhana berikut ini dapat dilakukan dalam membantu membangun emosi positif dan mengubah mindset:


1. Buatlah diari setiap harinya menuliskan 3 hal yang dapat kamu syukuri. Lakukan selama 3 bulan dan tulislah hal yang berbeda setiap harinya.

Bisa mensyukuri apa saja, mulai dari kesehatan, anak, pasangan sampai dengan hal kecil yang sederhana, seperti bisa memakan makanan kesukaan atau sekedar bisa ngobrol santai dengan ananda tercinta. Semakin mampu kita mensyukuri banyak hal, semakin banyak lah simpanan emosi positif dalam hati kita, sehingga bila emosi negatif datang dikarenakan menjalani peran ganda, dengan mudah kita menghadiri rasa syukur dan mensyukuri apa yang ada saat ini (Fredrickson, 2009; Komase, Watanabe, Imamura, Kawakami,2019).


2. Nikmati segala sesuatu dengan perspektif saat ini dan disini (mindful). Ketika berada dikantor, fokuslah bekerja dengan produktivitas yang tinggi. Kerahkan energi untuk melakukan yang terbaik, jadikanlah alasan bekerja tidak hanya untuk biar keren dan mandiri secara ekonomi, tapi lebih kepada kebermanfaatan untuk orang lain. Ketika berada di rumah, hadirlah seutuhnya untuk keluarga, nikmati peran menyiapkan makan malam, membersihkan rumah dan menyetrika baju suami sebagai wujud rasa syukur diberi nikmat sudah memiliki keluarga (Itai Ivtzan & Tim Lomas, 2016).

3. Lakukanlah mindful walking, mindful driving, mindful eating dan lainnya dengan menghayati segala sesuatu yang kita kerjakan pada setiap saat. .
Jika sedang bekerja, nikmati lakukan dengan emosi positif, dan ketika pulang kerumah, beradalah seutuhnya untuk keluarga dengan energi yang maksimal. Walau lelah bekerja seharian, dengan mengubah mindset, kamu akan lebih totalitas di rumah dan di pekerjaanmu (Itai Ivtzan & Tim Lomas, 2016).

 

Selamat mencoba!

 

Referensi:

 

Le Nguyen, K. D., & Fredrickson, B. L. (2018). Positive emotions and well-being. In D. S. Dunn (Ed.), Positive psychology: Established and emerging issues (pp. 29–45). Routledge/Taylor & Francis Group. https://doi.org/10.4324/9781315106304-3

Fredrickson, B. (2009). Positivity: Groundbreaking research reveals how to embrace the hidden strength of positive emotions, overcome negativity, and thrive. Crown Publishers/Random House.

Komase Y, Watanabe K, Imamura K, Kawakami N. (2019). Effects of a newly developed gratitude intervention program on work en-gagement among Japanese workers a pre- and posttest study. J Occup Environ Med.

Itai Ivtzan & Tim Lomas (2016). Handbook of Mindfulness in Positive Psychology Edition: 1Chapter: Working it: Making Meaning with Workplace Mindfulness. Publisher: Taylor and Francis.