ISSN 2477-1686
Vol. 8 No. 6 Mar 2022
Compare Vs Content : What Should I Choose?
Sandra Handayani Sutanto
Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan
Gambaran Kasus
Belum lama ini media mengabarkan meninggalnya Maura, anak dari politisi Nurul Arifin yang ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa oleh ART di pagi hari. Hal tersebut membuat semua orang terkejut dan bertanya-tanya, apalagi usia Maura masih terbilang muda, 28 tahun. Di salah satu artikel dijelaskan bahwa sebelum berpulang, Maura mengaku merasa lelah dan merasa tidak bisa memenuhi harapan ibunya. Almarhumah membandingkan dirinya dengan adiknya yang menurutnya lebih bisa memenuhi ekspektasi ibunya. Pernyataan Maura direspon oleh ibunya yang memberikan nasihat untuk tidak membandingkan diri dengan orang lain (Futari, 2022).
Hal seperti ini mungkin saja kita alami sehari-hari, ambil contoh, melihat teman yang berprestasi, tetangga yang sukses, rekan kerja yang mendapat promosi? Apakah kita tidak boleh membandingkan diri? Apakah kita hanya perlu berdiam diri? Perlukah kita merasa puas?
Compare
Festinger (dalam Sutanto, 2020) menyatakan bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk membandingkan dirinya dengan orang lain. Lebih lanjut, Festinger (dalam Gerber et al., 2018) menjelaskan bahwa perbandingan sosial merupakan proses berpikir mengenai satu atau lebih individu lain yang dikaitkan dengan diri. Secara singkat individu (yang melakukan perbandingan) akan mencari serta memperhatikan persamaan ataupun perbedaan yang dimilikinya dengan target (orang lain yang menjadi pembanding). Dimensi yang dibandingkan pun beragam, tergantung apa yang menjadi perhatian dari si pembanding. Untuk Maura, kemungkinan yang dibandingkan adalah dirinya dalam memenuhi ekspektasi ibu.
Content
Menurut Kamus Oxford, content didefinisikan sebagai keadaan bahagia dan puas (Daitzman, 2021). Secara konseptual, content merupakan perasaan yang timbul dari persepsi hidup yang terpenuhi atau lengkap (Cordaro et al., 2021). Perasaan content bersifat subjektif, dan sebagian besar berhubungan dengan prestasi akademik, atau hal lain yang bersifat personal. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cordaro et al., (2021) menyatakan bahwa perasaan puas yang dimiliki seseorang memiliki korelasi negatif dengan depresi, kecemasan dan stress. Sebaliknya, perasaan content memiliki korelasi yang positif dengan penerimaan diri sendiri tanpa syarat.
Secara singkat bisa disimpulkan bahwa perasaan content yang dimiliki akan membantu seseorang menjadi lebih sejahtera dan memiliki kedamaian dengan dirinya. Lalu apakah seseorang akan memiliki perasaan discontent dalam hidupnya? Mungkin saja, karena perasaan content dan discontent merupakan hal yang wajar dialami dalam hidup.
What Should I choose?
Dua variabel yang sudah dijelaskan memiliki sisi positif dan negatif. Ketika seseorang memfokuskan dirinya dengan membandingkan diri terus menerus dengan orang lain yang dianggap lebih baik, maka ia cenderung merasa tidak puas. Puff (2021) bahkan menyebutkan bahwa membandingkan diri terus menerus akan merampas kebahagiaan. Fakta menarik, seseorang mungkin perlu untuk melihat/look up orang lain sebagai motivasi menjadi lebih baik (Webber, 2017). Demikian pula dengan content, perasaan puas yang dimiliki akan membantu seseorang menerima dirinya. Namun jika seseorang terus menerus merasa puas dengan hidup, maka ia akan berhenti menjadi produktif dan kreatif (Daitzman 2021). Jadi, apa yang akan Anda pilih dalam hidup ini?
When you are content to be simply yourself and don’t compare or compete, everybody will respect you.
-Lao Tzu
Referensi :
Cordaro, D. T., Bradley, C., Zhang, J. W., Zhu, F., & Han, R. (2021). The development of the positive emotion assessment of contentment experience (peace) scale. Journal of Happiness Studies, 22(4), 1769–1790.
Daitzman, R.J. (2021, October 1). Understanding contentment over the life cycle. Psychology Today. https://www.psychologytoday.com/us/blog/magical-enlightenment/202110/understanding-contentment-over-the-life-cycle
Futari, H. (2022, January 25). Sebelum meninggal dunia maura magnalia mengeluh lelah dan tak bisa penuhi harapan nurul arifin. Grid.id. https://www.grid.id/read/043112040/sebelum-meninggal-dunia-maura-magnalia-mengeluh-lelah-dan-tak-bisa-penuhi-harapan-nurul-arifin?page=all
Gerber, J. P., Wheeler, L., & Suls, J. (2018). A social comparison theory meta-analysis 60+ years on. Psychological Bulletin, 144(2), 177.
Puff, R. (2021, April 3). We do better when we’re not comparing ourselves to others. Psychology Today. https://www.psychologytoday.com/us/blog/meditation-modern-life/202104/we-do-better-when-we-re-not-comparing-ourselves-others
Sutanto, S.H. (2020, October 20). I envy you. Buletin KPIN. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/721-i-envy-you
Webber, R. (2017, November 17), The comparison trap. Psychology Today. https://www.psychologytoday.com/us/articles/201711/the-comparison-trap