ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 5 Mar 2022

Aduh Tugasnya Banyak!!!!

 

Oleh:

Christ Billy Aryanto1 & Eko A Meinarno2

1Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

2Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

 

Para dosen paham betul bahwa evaluasi pembelajaran tidaklah ringan, dari sudut pandang dosen dan mahasiswa tentunya. Namun, evaluasi ini menjadi umpan balik bagi dosen. Pada tulisan kelima ini akan dibahas topik mengenai uraian penulisan tugas. Kejelasan tugas adalah salah satu yang sering dikeluhkan oleh mahasiswa. Bagian ini memberikan penjelasan bentuk tugas yang diminta dosen dan dikerjakan oleh mahasiswa. Detail tugas yang dipaparkan mulai dari bobot/persentasenya, bagaimana pengerjaannya serta dilengkapi dengan indikatornya. Walau tugas tidak melulu dikerjakan pada setiap sesi, ingat untuk menuliskan kompetensi apa yang akan dicapai.

 

Fungsi Tugas

Membahas mengenai tugas berarti membahas mengenai asesmen pembelajaran. Sebelum membahas tugas lebih jauh, ada baiknya memahami terlebih dahulu hakikat dari asesmen itu sendiri khususnya di perguruan tinggi. Berdasarkan tinjauan pustaka dari Australian Council of Education Research (ACER) untuk Higher Education Academy (HEA), asesmen adalah kegiatan untuk memberikan umpan balik terhadap kemampuan mahasiswa, sehingga mahasiswa tahu apa yang perlu ditingkatkan (Jackel, Pearce, Radloff, & Edwards, 2017). Dalam literatur psikologi pendidikan, asesmen bertujuan untuk pengajar mengetahui apakah tujuan pembelajaran yang diharapkan terpenuhi sehingga pengajar tahu apa yang selanjutnya harus dilakukan untuk melakukan meningkatkan pemahaman mahasiswa lebih lanjut (Snowman & McCown, 2012). Oleh karena itu, pemberian tugas adalah bagian integral dalam proses belajar mengajar agar dosen bisa mengevaluasi pemahaman mahasiswa sehingga dosen bisa menyesuaikan cara pengajarannya jika tujuan pembelajaran belum tercapai (Santrock, 2011).

 

Bentuk pemberian tugas terdiri atas dua bentuk: formatif dan sumatif. Tugas formatif diberikan dalam masa proses belajar dan bertujuan untuk mengetahui pemahaman mahasiswa selama diperkuliahan sehingga bisa mengetahui apakah mahasiswa memperhatikan pelajaran dan memahami materi di kelas (Marhaeni, 2018; Santrock, 2011; Snowman & McCown, 2012). Di sisi lain, tugas sumatif diberikan di akhir perkuliahan, biasanya dalam bentuk ujian tengah semester dan ujian akhir semester, untuk mengaudit pemahaman mahasiswa sepanjang semester dan mengetahui performa akhir dari mahasiswa (Marhaeni, 2018; Santrock, 2011; Snowman & McCown, 2012). Dari penjelasan ini dapat dilihat bahwa pemberian tugas tidak hanya sekedar pemberian nilai kepada mahasiswa, tetapi juga umpan balik kepada mahasiswa untuk sejauh mana dia dapat mencapai capaian pembelajaran yang telah ditetapkan.

 

Pemberian tugas tidak hanya bertujuan untuk mengetahui apakah capaian pembelajaran telah terpenuhi, tetapi juga sebagai bagian dari proses belajar mahasiswa. Dalam literatur psikologi pendidikan berbahasa Inggris dikenal dengan istilah assessment of learning dan assessment for learning atau asesmen hasil belajar.dan asesmen untuk belajar (Santrock, 2011; Snowman & McCown, 2012). Biasanya asesmen hasil belajar diasosiasikan dengan tugas-tugas sumatif dan asesmen untuk belajar dikaitkan dengan tugas-tugas formatif. Sehingga tidak melulu tugas diberikan agar mahasiswa mendapatkan nilai saja, tetapi apa yang bisa dipelajari dari tugas yang telah diberikan. Lalu apa saja yang perlu diperhatikan dalam pemberian tugas agar mahasiswa bisa belajar dan tidak merasa terbeban?

 

Hal yang Perlu Diingat Saat Memberikan Tugas

Sebagai dosen, pasti tidak asing dengan istilah taksonomi Bloom ketika membuat tugas. Taksonomi Bloom merupakan taksonomi tujuan pembelajaran yang dibuat untuk membuat klasifikasi apa yang pendidik harapkan siswa pelajari setelah melalui proses belajar mengajar (Krathwohl, 2002). Awalnya taksonomi menggunakan enam kata benda untuk menggambarkan kategori-kategori dari yang sederhana ke yang kompleks dan dari yang konkret ke yang abstrak (Krathwohl, 2002). Setelah itu Taksonomi Bloom direvisi dengan menggunakan kata kerja agar menggambarkan proses aktif dalam kinerja kognitif dibandingkan produk akhir pengetahuan. Kata kerja dalam taksonomi Bloom ranah kognitif dapat dilihat dalam kajian Marhaeni (2018) dan Meinarno (2015). 

 

Dalam menentukan capaian pembelajaran, dosen perlu peka terhadap tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa dan sampai sejauh mana kemampuan kognitifnya dapat ditingkatkan. Konsep scaffolding dari Lev Vygotsky dapat membantu dosen untuk menentukannya (Miller, 2011). Vygotsky mencetuskan zone of proximal development yang adalah jarak antara perkembangan kognitif yang saat ini dimiliki dan potensi untuk mengembangkan kemampuan kognitifnya dengan bantuan orang yang memiliki kapabilitas (Meinarno & Lidiawati, 2021). Miller (2011) menyatakan bahwa dalam memberikan asesmen, jika didasarkan pada teori Vygotsky, maka dosen perlu melihat apa yang bisa dipelajari dan dipahami oleh mahasiswa ketika mengerjakan. Jadi tugas tidak hanya sekedar untuk mengukur pengetahuan mahasiswa.

 

Proses kognitif saat mahasiswa mengerjakan tugas dapat diperhatikan juga dari kacamata educational neuroscience. Tugas dapat dikatakan sebagai suatu beban untuk kognitif dan beban tersebut harus menyesuaikan dengan karakteristik dari mahasiswa di universitas masing-masing agar tugas yang diberikan tidak terlalu mudah maupun terlalu sulit. Tugas yang terlalu mudah akan kurang memberikan tantangan kepada mahasiswa sehingga proses pembelajaran menjadi kurang efektif. Hal tersebut karena tugas yang terlalu mudah tidak akan mencapai higher-level processing sehingga kinerja otak mahasiswa kurang maksimal (Souza & Tomlinson, 2011). Di sisi lain, tugas yang terlalu sulit dapat membuat mahasiswa stres dan membuat performa mahasiswa tidak prima. Semakin tinggi tingkat stres, makan hormon kortisol akan semakin meningkat dan kortisol yang terlalu tinggi akan membuat otak mengalami supresi (Souza & Tomlinson, 2011). Akibatnya, mahasiswa akan sulit mengingat materi-materi yang telah dipelajari dan sulit juga mempelajari hal yang baru. Oleh karena itu, sesuai dengan teori Vygotsky yang telah disampaikan sebelumnya, dosen perlu menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran agar mahasiswa mampu mengerjakan tugas dan mencapai performa terbaiknya.

 

Implikasi ke RPS

Setelah mengetahui apa fungsi dari tugas yang akan diberikan kepada mahasiswa dan bentuk tugas yang akan diberikan, hal berikutnya adalah mengejawantahkan dalam bentuk rencana pembelajaran semester (RPS) sehingga terlihat tugas formatif maupun sumatif yang perlu mahasiswa kerjakan. Berikut adalah beberapa masukan agar tugas yang diberikan kepada mahasiswa menunjang proses pembelajaran di kelas:

 

Pertama, jelaskan apa kompetensi yang diharapkan dari pengerjaan tugas sehingga rubrik penilaian juga bisa menyesuaikan. Mahasiswa perlu memahami apa yang menjadi ekspektasi dari dosennya ketika mengerjakan tugas, sehingga jelas urgensi dari mengerjakan tugas tersebut.

 

Kedua, buat instruksi tugas dengan metode SMART (specific, measurable, attainable, relevant, timely)dengan kata kerja sesuai dengan taksonomi Bloom. Dijelaskan oleh Souza dan Tomlinson (2011) bahwa siswa akan lebih bisa menerima tugas yang perlu dikerjakan dan memiliki performa yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan diberikan instruksi dan tujuan yang jelas.

 

Ketiga, sesuaikan bobot tugas dengan seluruh tugas yang akan diberikan. Waktu dan beban untuk mengerjakan esai tiga halaman dan makalah 15 halaman pasti berbeda. Semakin banyak tugas bukan berarti pemahaman mahasiswa semakin mendalam, sehingga perlu diseimbangkan dan ditentukan bobot untuk tugas formatif dan sumatif yang mahasiswa kerjakan.

 

Penutup

Artikel ini adalah penutup dari lima tulisan yang didesain dan disusun untuk menjelaskan apa yang diharapkan dari sebuah RPS. Hal ini dimulai dari Meinarno dan Indrasari (2021), Meinarno dan Dhania (2021), Meinarno dan Lidiawati (2021), Helsa dan Meinarno (2021), dan ditutup dengan artikel ini. Bagian tugas adalah bagian akhir secara konseptual dalam penulisan RPS. Sementara bagian lainnya adalah penulisan matriks kegiatan tiap sesi/pertemuan.  

 

Penugasan kepada mahasiswa (jenjang sarjana sampai doktoral) sekiranya bukan main-main. Pengetahuan dan pemahaman dosen tidak melulu pada materi yang diajarkan, tapi juga empati terhadap tahapan perkembangan dan lingkungannya. Asesmen yang diberikan bukan hanya untuk memenuhi target pengajaran (isian administratif RPS), tapi justru melihat bagaimana mahasiswa mampu memahami apa yang selama ini diajarkan oleh dosen. Dengan demikian asesmen juga menjadi umpan balik bagi dosen dalam proses belajar mengajar. Jadi, siapa bilang asesmen (tugas) hanya untuk mahasiswa? Justru dosen juga turut belajar memetakan apa yang terjadi kepada mahasiswanya. Bagi para dosen, selamat membuat RPS dan selamat mengajar. 

 

 

Referensi:

 

Jackel, B., Pearce, J., Radloff, A., & Edwards, D. (2017). Assessment and Feedback in Higher Education: A Review of Literature for the Higher Education Academy. Higher Education Academyhttps://research.acer.edu.au/higher_education/53

 

Helsa., Meinarno, E. A. (2021). Petualangan Proses Belajar Mengajar: Cara Membuat Pihak-pihak yang Belajar Senang Belajar. Buletin KPIN Vol. 7 No. 23 & 24 Des 2021. https://buletin.k-pin.org/index.php/daftar-artikel/932-petualangan-proses-belajar-mengajar-cara-membuat-pihak-pihak-yang-belajar-senang-belajar

 

Krathwohl, D.R. (2002). A revision of Bloom’s taxonomy: An overview. Theory into Practice, 41(4), 212-218.

 

Marhaeni, A. A. I. N. (2018). Penilaian pembelajaran di perguruan tinggi. Editor: AAIN Marhaeni, Nyoman Dantes, dan Ida Bagus Made Astawa. Rajawali Pers. Jakarta.

 

Meinarno, E. A. (2015). Modul pembuatan BRPS. Tidak dipublikasikan.

 

Meinarno, E. A., Indrasari, S. Y. (2021). Dosen Sebagai Desainer Sumber Daya Manusia Indonesia. Buletin KPIN. Vol. 7 No. 12 Juni 2021. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/843-dosen-sebagai-desainer-sumber-daya-manusia-indonesia

 

Meinarno, E. A., Dhania, H. (2021). Apa yang Ingin Kita Bicarakan di Kelas? Buletin KPIN Vol. 7 No. 14 Juli 2021. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/866-apa-yang-ingin-kita-bicarakan-di-kelas

 

Meinarno, E. A., Lidiawati K. R. (2021). Apakah Persamaan Anak-anak Destrarastra dengan Anak-anak Pandu? Bulletin KPIN Vol. 7 No. 17 September 2021. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/889-apakah-persamaan-anak-anak-destrarastra-dengan-anak-anak-pandu. 

 

Miller, P. H. (2011). Theories of developmental psychology. USA: Worth Publisher.

 

Santrock, J. W. (2011). Educational psychology (5th ed.). New York: McGraw-Hill Education.

 

Sousa, D. A., & Tomlinson, C. A. (2011). Differentiation and the brain: How neuroscience supports the learner-friendly classroom. Bloomington: Solution Tree Press.

 

Snowman, J., McCown, R., & Biehler, R. (2012). Psychology applied to teaching (13th ed.). Belmont: Wadsworth Cengage Learning.