ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 4 Feb 2022

Peran Psikologi Forensik Berdasarkan Ranah Hukum Di Indonesia Dalam Menangani Kasus Pada Anak Usia Dini

 

Oleh

Akmilia Wiranti Devi & Putri Pusvitasari

Program Studi Psikologi, Universitas Jendral Achmad Yani Yogyakarta

 

Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia. Psikologi mengkaji bagaimana manusia berpikir, merasa, dan bertindak. Pada zaman modern saat ini psikologi turut berkembang dan membentuk berbagai cabang seperti psikologi sosial, psikologi politik, psikologi lingkungan, psikologi pendidikan, psikologi klinis, dan masih banyak lagi lainnya. Salah satu cabang psikologi yang belum banyak diketahui masyarakat adalah psikologi forensik. Psikologi forensik menurut Sulmustakim (2019) yaitu ilmu atau teori psikologi yang berkaitan dengan efek-efek dari kognitif, afektif, dan perilaku berdasarkan proses hukum karena adanya keterkaitan antara ilmu psikologi dan ilmu hukum.

 

Secara umum psikologi forensik dibagi menjadi 2 peran yaitu kelimuwan dan terpan. Pada peran keilmuwan, psikologi berperan dalam proses pengembangan hukum berdasarkan riset-riset psikologi. Sedangkan pada peran terapan, psikologi berperan dalam intervensi psikologis yang dapat membantu proses hukum. Poin penting dari psikologi forensik menurut Sulmustakim (2019) yaitu kemampuan pengetesan dalam pengadilan, reformulasi, temuan psikologi dalam pengadilan, agar mudah dimengerti dalam penerjemahan kerangka legal. Psikologi forensik bertugas untuk mengumpulkan bukti berdasarkan landasan ilmiah dalam ilmu psikologi dan ilmu forensik (Syam dkk, 2017).

 

Integrasi psikologi dan hukum menurut Agung (2012) berasal dari filosofi bahwa pandangan ilmu seharusnya tidak dilihat berdasarkan entitas yang berbeda, tetapi lebih dalam suatu ilmu yang saling berhubungan dengan ilmu lainnya. Pendapat ini dikuatkan oleh teori Munsterberg (Agung, 2012) bahwa ilmu psikologi harus berhubungan dengan ilmu yang lainnya. Di Indonesia sendiri peran psikologi dalam ranah hukum mulai terlihat karena kehadiran Asosiasi Himpunan Psikologi Forensik pada tahun 2007. Banyak Kasus yang ditangani oleh psikologi salah satunya yaitu menangani kasus kekerasan pada anak usia dini.

 

Tidak semua anak mengalami kejadian yang menyenangkan bahkan diusia yang masih dini mengalami adanya kekerasan yang diterima dari orang lain ataupun orang tua nya sendiri. Memukul dan mencaci maki anak usia dini merupakan salah satu kekerasan akan tetapi masih banyak yang menganggap kejadian tersebut merupakan hal yang wajar dengan tujuan mendisiplinkan anak agar menjadi penurut dan tidak membangkang perintah orang tua. Negara Indonesia mengenai kasus kekerasan pada anak usia dini masih banyak ditemukan hal itu sangat berpengaruh negatif pada kejiwaan anak tersebut.

 

Kekerasan tidak hanya diterima dari orang tua bisa jadi kerabat ataupun orang yang tidak dikenal sekalipun. Kekerasan yang diterima anak usia dini dapat terjadi dimana saja dan kapan saja termasuk di lingkungan rumah sekitar, Tempat bermain, bahkan bisa juga di lingkungan sekolah. Tindakan kekerasan ini tentu sangat menyakitkan baik secara fisik dan mental. Berdasarkan Penelitian tentang kekerasan pada anak yang telah dilakukan oleh Mahmudi tahun 2018 dengan judul “Child Abuse Kekerasan Pada Anak Dalam Perspektif Pendidikan Islam” (Margareta & Jaya, 2020).

 

Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa mendidik anak sebaik mungkin tidak menggunakan tindakan kekerasan, karena jika tidak mengerti dalam penggunaan kekerasan untuk mendidik anak tersebut, kemungkinan justru akan menimbulkan dampak yang buruk. Menurut data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat bahwa peningkatan kasus kekerasan pada anak selama dalam kurun 2020 meningkat sebanyak 38% dan terjadi 2.700 kasus pada kekerasan terhadap anak tahun 2020. Wilayah provinsi Jawa Timur dilaporkan merupakan kasus terbanyak mengenai kekerasan pada anak dan disusul oleh wilayah Jabodetabek. Kasus kekerasan tersebut membuat Arist Merdeka Sirait selaku ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak mengapresiasi dengan adanya pengesahan peraturan pemerintah nomor 70 tahun 2020. Peraturan itu berisi mengatur tata cara mengenai pelaksaan hukum kebiri kimia, pemasangan pendeteksi elektronik, serta pengumuman terhadap identitas pelaku kekerasan seksual pada anak (Mantalean & Gatra,2021).

 

Referensi:

Agung, I., (2012). Kontribusi psikologi dalam penegakan hukum di Indonesia (The contribution of psychology to law enforcement in Indonesia). SSRN Electronic Journal. 1-15. https://dx.doi.org/10.2139/ssrn.2563440.

Mantalean, V., & Gatra, S. (2021, Januari 4). Komnas PA: Ada 2.700 kasus kekerasan terhadap anak selama 2020, mayoritas kejahatan seksualKompas.com. Diakses Juni 26, 2021 , dari https://megapolitan.kompas.com/read/2021/01/04/15361151/komnas-pa-ada-2700-kasus-kekerasan-terhadap-anak-selama-2020-mayoritas

Margareta, T.S., & Jaya, M.P.S. (2020). Kekerasan pada anak usia dini (Studi kasus pada anak umur 6 – 7 tahun di Kertapati). Wahana Didikatika: Jurnal Ilmu Kependidikan18(2), 172 - 180.

Sulmustakim, A. (2019). Kedudukan psikologi forensik dalam penanganan pelaku tindak pidana pembunuhan dengan kekerasan terhadap anakJOL: Journal Of Law, 1(2), 1 - 7.

Syam, D. R., Baskoro, B. D., & Sukinta. (2017). Peranan psikologi forensik dalam mengungkapkan kasus-kasus pembunuhan berencana (relevansi "Metode Lie Detection" dalam sistem pembuktian menurut KUHAP). Diponegoro Law Journal6(4), 1 - 15.