ISSN 2477-1686
Vol. 8 No. 3 Feb 2022
Kebahagiaan Anak di Masa Pandemik COVID-19
Oleh:
Ihsana Sabriani Borualogo
Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung
COVID-19 merupakan issue kesehatan global yang telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan individu, baik fisik, kesehatan, psikologis, maupun ekonomi. Anak-anak dan remaja tidak pergi ke sekolah karena sekolah ditutup untuk mencegah penyebaran COVID-19. Di tengah situasi pandemik yang telah memasuki tahun kedua, sejumlah issue terkait kebahagiaan anak menjadi perhatian serius bagi orang tua, guru, pemerhati anak, dan pengambil kebijakan. Tulisan ini dibuat untuk memaparkan hasil penelitian terkait kebahagiaan dan kualitas hidup anak di masa pandemik COVID-19.
Penulis melakukan penelitian terhadap anak dan remaja Indonesia usia 10-18 tahun pada tahun pertama (2020) dan tahun kedua (2021) pandemic COVID-19 untuk mengetahui penilaian anak dan remaja mengenai kualitas hidup mereka di masa pandemic. Responden penelitian tahun pertama (N = 1,447; rata-rata usia 14.73 tahun) terdiri dari 59.9% perempuan, 40.1% laki-laki, 47.2% siswa SMA, 26.7% siswa SD, dan 26.2% siswa SMP, berasal dari 28 provinsi di seluruh Indonesia. Responden penelitian tahun kedua (N = 3,115; rata-rata usia 15.41 tahun) terdiri dari 54.3% perempuan, 45.7% laki-laki, 53.4% siswa SMA, 30.3% siswa SMP, 9.71% siswa SD, dan 6.1% mahasiswa, berasal dari 33 provinsi di seluruh Indonesia. Penelitian yang telah mendapatkan ijin etik dari Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara (K-PIN) ini dilakukan berbasis online dengan teknik sampling convenience. Orang tua memberikan ijin kepada anaknya untuk mengisi link Google Form, anak dan remaja juga diberi informasi jika mereka dapat mengisi ataupun tidak mengisi Google Form tersebut secara sukarela. Hasil penelitian menunjukkan beberapa points penting yang sekiranya perlu menjadi perhatian serius bagi orang tua, guru, pemerhati anak, dan pengambil kebijakan.
Selama masa dua tahun pandemic COVID-19, anak-anak melaporkan kondisi kebahagiaan yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan kebahagiaan mereka sebelum masa pandemic yang diukur menggunakan Children’s Worlds Subjective Well-Being Scale (CW-SWBS) (Borualogo & Casas, 2019). Berdasarkan data Children’s Worlds di Indonesia pada tahun 2017, skor kebahagiaan anak perempuan = 85.05, dan skor kebahagiaan anak laki-laki = 83.50 (Borualogo & Casas, 2021). Data yang diambil pada tahun pertama COVID-19 (2020) menunjukkan bahwa skor kebahagiaan anak perempuan = 72.06, dan skor kebahagiaan anak laki-laki = 75.01. Sedangkan data yang diambil pada tahun kedua COVID-19 (2021) menunjukkan semakin menurunnya skor kebahagiaan anak perempuan = 68.26 dan skor kebahagiaan anak laki-laki = 71.55. Hasil ini menunjukkan bahwa pandemic COVID-19 memberikan efek bagi kebahagiaan anak Indonesia, dan tampaknya memberikan efek yang lebih besar bagi penurunan kebahagiaan anak perempuan.
Responden penelitian melaporkan penurunan signifikan pada kebahagiaan mereka terkait relasi dengan teman, penggunaan waktu, dan hal-hal yang dipelajari. Terbatasnya kesempatan untuk bertemu dengan teman secara tatap muka, menurunkan kadar kebahagiaan mereka. Proses pembelajaran jarak jauh juga ditanggapi oleh anak dan remaja sebagai kurang memuaskan. Penutupan sekolah dimaknai tidak hanya sekedar perubahan proses belajar, tetapi juga dimaknai sebagai terbatasnya kesempatan untuk bertemu dan beraktivitas dengan teman di sekolah.
Responden juga melaporkan bahwa mereka merasakan kebosanan yang sangat tinggi di masa pandemic COVID-19. Peningkatan rasa bosan terjadi karena beberapa hal. Pertama, rendahnya posibilitas untuk melakukan aktivitas di luar rumah. Kedua, rendahnya kesempatan untuk bertemu teman secara tatap muka. Ketiga, kurangnya variasi aktivitas fisik selama masa berdiam diri di rumah. Keempat, ketidakpuasan terkait penggunaan waktu, di mana aktivitas yang paling sering dilakukan adalah mengerjakan pekerjaan rumah (PR). Sebanyak 70% anak mengatakan bahwa aktivitas yang dilakukan adalah bermain sosial media, dan hal ini tidak sepenuhnya memberikan kebahagiaan bagi mereka.
Tingkat stress pada anak-anak juga mengalami peningkatan. Sebelum pandemic, nilai rerata stress mereka pada skala 10 hanya 3.17 (anak perempuan) dan 3.59 (anak laki-laki). Sedangkan pada tahun pertama pandemic, tingkat stress mereka meningkat menjadi 5.75 (anak perempuan) dan 4.92 (anak laki-laki). Pada tahun kedua pandemic, tingkat stress anak perempuan sebesar 5.97, sedangkan anak laki-laki sebesar 4.19.
Anak-anak juga melaporkan bahwa selama masa pandemic, orang dewasa kurang mengizinkan mereka untuk berpartisipasi dalam percakapan mengenai virus Corona. Padahal anak-anak memiliki banyak kekhawatiran terkait virus Corona, dan mereka sangat ingin agar orang tua mendengarkan kekhawatiran mereka dan menanggapinya secara serius. Didengarkan oleh orang tua memberikan kontribusi sebesar 30% bagi kebahagiaan anak.
Anak-anak melaporkan sejumlah kekhawatiran yang mereka rasakan. Kekhawatiran terbesar mereka adalah terkait kondisi keuangan keluarga, kekhawatiran mereka terinfeksi virus, kekhawatiran seseorang yang mereka kenal terinfeksi virus, dan kekhawatiran perubahan cara belajar di sekolah.
Menanggapi laporan anak-anak terkait kualitas hidup mereka selama pandemic COVID-19, maka dapat direkomendasikan beberapa hal untuk meningkatkan kebahagiaan anak di masa COVID-19.
Rekomendasi pertama, orang tua perlu meluangkan waktu untuk mendengarkan pendapat anak secara serius dan mengizinkan mereka menyampaikan kekhawatiran-kekhawatirannya, terutama terkait kondisi pandemic. Berikan informasi yang mencukupi mengenai COVID-19 dan apa yang perlu mereka lakukan untuk melindungi diri dari virus Corona dan mengajarkan protokol kesehatan. Tumbuhkan rasa aman pada diri anak dengan meyakinkan mereka mengenai kondisi keuangan keluarga dan terlindunginya seluruh anggota keluarga dari kemungkinan terinfeksi COVID-19.
Rekomendasi kedua, berikan kesempatan kepada anak untuk tetap dapat berinteraksi dengan teman-temannya secara virtual atau pertemuan online, sehingga mereka tetap dapat berbagi cerita dan aktivitas bersama teman. Dalam hal ini tentu saja orang tua juga perlu memantau aktivitas anak.
Rekomendasi ketiga, berikan variasi aktivitas agar anak-anak tidak merasakan kebosanan pada masa pandemic. Aktivitas fisik di dalam rumah dapat menjadi alternatif yang sangat baik untuk meningkatkan kebahagiaan anak dan juga memberikan variasi kegiatan.
Berdasarkan laporan anak mengenai kualitas hidupnya selama masa pandemic tersebut, maka kiranya orang tua, guru, pemerhati anak, dan pengambil keputusan dapat membantu anak untuk meningkatkan kualitas hidup mereka di masa pandemic.
Referensi:
Borualogo, I. S., & Casas, F. (2019). Adaptation and Validation of the Children’s Worlds Subjective Well-Being Scale (CW-SWBS) in Indonesia. Jurnal Psikologi, 46(2), 102-116 https://doi.org/10.22146/jpsi.38995
Borualogo, I. S., & Casas, F. (2021). The relationship between frequent bullying and subjective well-being in Indonesian children. Population Review, 60(1), 26-50. https://doi.org/10.1353/prv.2021.0002