ISSN 2477-1686

Vol.2. No.12, Juni 2016

Dampak Media Sosial Di Usia Dewasa

Lucky Agus Kurniawan

Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta

Media Sosial

Media sosial (Barnes dalam Huang, 2014) adalah aplikasi yang memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan individu lain dan membuat jaringan sosial yang akan meningkatkan pendapatan soSial. Media sosial mengajak siapa saja yang tertarik untuk ikut berpartisipasi dengan memberi kontribusi secara terbuka, memberi komentar, serta membagi informasi dalam waktu yang cepat dan tak terbatas, itulah sebabnya mengapa banyak orang ingin memiliki media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Path dan media sosial lainnya.

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh “We Are Social” (2015), dari 255.500.000 penduduk di Indonesia pengguna aktif internet sebanyak 88.100.000 dengan 79.000.000 pengguna aktif media sosial. Dari data tersebut ditemukan ada sebanyak 47.000.000 akun yang dimiliki oleh kalangan dewasa awal, sehingga dapat disimpulkan bahwa 60% pengguna media sosial di Indonesia berasal dari kalangan dewasa awal.

Periode Dewasa

Dewasa, adalah sebuah kata yang sering digunakan untuk menyebut individu yang telah berusia 20 tahun atau lebih. Menurut Erickson (dalam Feist dan Feist, 2010) usia dewasa awal dimulai dari umur 21 tahun hingga 40 tahun. Bagi kebanyakan individu, menjadi dewasa adalah sebuah proses perubahan yang memerlukan penyesuaian cukup panjang. Proses perubahan tersebut bisa membutuhkan waktu panjang namun juga dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Hal ini sesuai dengan pendapat  Soekanto (2013) dalam bukunya yang mengatakan bahwa setiap manusia pasti mengalami perubahan, baik lambat atau cepat.

Di sisi lain, dewasa diartikan sebagai kondisi psikis individu yang berubah di setiap waktu dan pengalaman yang telah dan akan dimiliki dan dialami. Menurut norma sosial, seseorang yang sudah menginjak umur 20 atau lebih sudah dianggap dewasa dari segi fisik maupun mental. Itulah kenapa individu yang telah dianggap dewasa ini dituntut untuk selalu berperilaku dan berfikir secara bijak dirumah, tempat umum, maupun tempat kerja.

Dampak Media Sosial

Dengan begitu banyaknya pilihan untuk menggunakan media sosial, hingga akhirnya media sosial tidak hanya berpengaruh kepada proses sosial melainkan juga berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang. Undang-Undang No.23, tahun 1992 mengatakan bahwa sehat adalah keadaan secara fisik, mental, sosial serta produktifitas secara ekonomis sehingga kesehatan mental merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kesehatan secara keseluruhan. Individu dikatakan sehat mental apabila kondisi fisik dan mentalnya mampu berkembang dengan optimal dan perilakunya tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada di masyarakat dimana individu itu tinggal.

Kekhawatiran pun tidak dapat dielakkan. Media sosial dikhawatirkan dapat mengganggu kesehatan mental penggunanya. Berikut adalah beberapa hal yang menyebabkan media sosial merusak kesehatan mental penggunanya (healthmeup.com),

1.   Membuat Individu Merasa Tak Mampu

Memiliki akun di media sosial membuat individu selalu ingin memantau kehidupan orang lain. Melihat orang yang memiliki kehidupan yang lebih sukses darinya akan membuat individu ini merasa tak mampu dan tak berharga yang akhirnya membuat individu ini merasa kurang percaya diri.

2.   Ketakutan Kehilangan Interaksi

Pengguna aktif media sosial cenderung ingin selalu mengikuti interaksi pada media sosial yang mereka ikuti. Oleh karenanya, mereka akan selalu ingin membuka akun media sosialnya secara terus menerus agar tak selalu kehilangan atau ketinggalan interaksi dan informasi di dunia maya.

3.   Terpisah Dari Dunia Nyata

Pemilik akun media sosial sering kali menggambarkan diri ideal mereka di media sosial. Pengguna juga akan merasa jauh lebih nyaman untuk berinteraksi di media sosial, tetapi jika mereka kembali ke dunia nyata mereka akan cenderung pendiam dan merasa gelisah.

4.   Menyebabkan Kecanduan

Media sosial merupakan hal yang bersifat adiktif. Pengguna akan selalu ingin memenuhi kebutuhan mereka untuk masuk ke dalam dunia maya.

5.   Takut Sendiri

Saat individu menghabiskan sebagian besar waktu untuk media sosial, maka secara otomatis individu ini tak pernah ingin menghabiskan waktunya sendiri. Hal ini dapat membuat seolah-olah dia takut sendirian.

Pada akhirnya setiap apa yang kita lakukan pasti memiliki dampak positif dan negatifnya, begitu pula dengan media sosial. Kita harus bisa membedakan hal-hal apa saja yang seharusnya dilakukan dan tidak seharusnya dilakukan di media sosial. Jika hanya karena ingin memiliki banyak teman, meluaskan koneksi, dan lain sebagainya membuat kita adiktif, maka sesungguhnya interaksi dan membangun hubungan sosial itu tidak hanya dari media sosial saja.

Kita harus bisa lebih bijak dalam menggunakan kemudahan teknologi yang berkembang dewasa ini. Teknologi tercipta bukan untuk mempersulit atau me ‘robot’ kan manusia, tetapi  teknologi dibuat untuk mempermudah kita mengatasi tantangan jaman.

Referensi:

Feist, J. & Feist, G.J. 2010. (Teori Kepribadian. Theories of Personality). Jakarta : Salemba Humanika.

Huang, H. 2014. Social Media Generation in Urban China : A Study of Social Media Use and Addiction Among Adolescents. New York : Springer.

Santrock. J.W. 2011. (Life-Span Development) Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Soekanto, S. 2013. (Sosiologi Suatu Pengantar). Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada

Afriani, S. 2014. (Inilah  5 Cara Media Sosial Rusak Kesehatan Mental).

(https://www.solopos.com/2014/06/21/hasil-penelitian-inilah-5-cara-media-sosial-rusak-kesehatan-mental-514509).

 

Simon Kemp. 2015. Southeast Asia Digital In 2015. We Are Social. www.wearesocial.com/uk/special-reports/digital/southeast-asia-2015  .Diakses tanggal 07 April 2016.