ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 3 Feb 2022

Mengenal Modal Psikologis 

(Psychological Capital) Dalam Berorganisasi

 

Oleh:

Puji Tania Ronauli dan Victor Sunardi

Fakultas Psikologi, Unika Atma Jaya

 

Psikologi positif sudah diterapkan dalam berbagai area kehidupan, misalnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, klinis, termasuk dalam organisasi dan pekerjaan (Seligman, 1998).  Organisasi sendiri merupakan suatu wadah yang terdiri dari sekumpulan individu dengan sistem/pola interaksi tertentu dibawah pengarahan seorang pemimpin untuk mencapai suatu tujuan yang sama (visi dan misi perusahaan). Interaksi yang terjadi antara karyawan dan sistem dalam sebuah organisasi akan memberikan pengaruh baik maupun buruk terhadap kehidupan perusahaan tersebut yang berujung pada munculnya permasalahan dalam organisasi. Permasalahan   yang mungkin muncul adalah hal – hal yang menyangkut sistem dalam suatu perusahaan seperti, sistem penggajian, sistem penerimaan karyawan baru, struktur organisasi, budaya organisasi, birokrasi dan komunikasi kelompok dan lain – lain. 

 

Selain permasalahan sistem, permasalahan juga bisa terjadi pada individu sebagai anggota organisasi, misalnya karyawan datang terlambat, sering tidak masuk, menurunnya kinerja dan semakin tingginya tingkat kesalahan (Robins&Judge,2008). Permasalahan ini apabila tidak ditanggapi secara positif akan memberikan dampak negatif bagi perusahaan, diantaranya adalah kehilangan karyawan. 

 

Dalam menanggulangi ragam permasalahan tersebut, organisasi biasanya memperbaiki permasalahan dengan melakukan penataan sistem, misalnya sistem penggajian, sistem penerimaan karyawan baru, struktur organisasi. Sedangkan bila kita telusuri lebih jauh, kondisi psikologis emosi individu dalam pekerjaan memegang peranan yang cukup penting (Seligman, 1998). Tidak hanya itu dalam sebuah organisasi, positive psychology memiliki peran dalam pembentukan positive organizational behavior (Avolio, Luthans & Youssef, 2007).  Artinya, perusahaan perusahaan juga memberikan perhatian terhadap aspek positif yang terdapat dalam diri karyawan sehingga karyawan dapat menumbuhkan perilaku organisasi yang positif. Jika hal tersebut terjadi, maka karyawan dapat membangun dan mengembangkan diri yang nantinya berujung pada kinerja individu maupun organisasi yang unggul. 

 

Selama ini, banyak perusahaan melihat keberhasilan hanya dari sisi finansialnya saja dimana kesuksesan dari segi bisnis hanya dilihat dari peningkatan penjualan, pencapaian target dan keuntungan secara finansial.Kesuksesan finansial adalah konsekuensi dari perjalanan bisnis yang baik, tetapi kunci utama untuk memperoleh keuntungan tersebut adalah keberhasilan dalam mencapai misi dan visi dimana karyawan sebagai pelakunya (Taylor 1973 dalam Jones,2010).  Tidak dapat dipungkiri bahwa modal finansial (financial capital) adalah penting dalam perusahaan, tetapi perusahaan  sering melupakan bahwa ada modal lain yang  tidak kalah penting dalam suatu perusahaan yaitu modal sikap atau perilaku yang berperan untuk menentukan keberhasilan  yang disebut sebagai psychological capital (psycap)  (Avolio, Luthans, Youssef, 2006). Psychological capital ataupun modal psikologis merupakan karakteristik dari positive psychology untuk dapat membangun sikap positif dalam diri seseorang.

 

Modal psikologis memiliki empat dimensi yang dapat menggambarkan bagaimana keadaan diri seseorang dalam memandang dirinya untuk dapat mencapai keberhasilan yaitu: hope (harapan) mengenai bagaimana daya tahan seseorang untuk terus memiliki keyakinan akan pengharapan untuk dapat mencapai tujuan, efficacy (keberhasilan) yaitu keyakinan diri dalam diri seseorang dalam mengambil dan menyelesaikan tantangan yang sulit , optimism (optimisme) merupakan atribut positif mengenai mempertahankan kesuksesaan saat ini dan di masa yang akan datang, serta  resilience (ketahanan) adalah kemampuan daya tahan seseorang dalam menghadapi kesulitan, mampu memberikan respon yang positif dan menjadikannya sebagai batu loncatan.Keempat dimensi psychological capital ini ada di dalam diri manusia namun dengan intensitas yang berbeda – beda.  

 

Hope berfokus pada dorongan dalam diri yang sangat kuat yang memampukan seseorang untuk dapat bertahan dan memiliki harapan untuk mencapai dan mengarahkan dirinya kepada suatu tujuan. Hope ini akan mendorong seseorang untuk dapat tetap menyelesaikan tugas hingga tercapainya tujuan meskipun dihadapkan pada situasi yang sangat sulit. Dimensi itu tidak hanya merujuk pada sebuah harapan positif akan masa depan yang lebih baik. Namun yang lebih penting, hope ini juga mengindikasinya adanya kecakapan untuk merajut jalan (pathways) agar masa depan yang lebih baik itu bisa terwujud. Dengan demikian, dimensi hope merupakan gabungan antara harapan, dan sekaligus rajutan jalan yang konkrit untuk mewujudkan harapan itu menjadi kenyataan. Dalam suatu perusahaan akan diwujudkan bila seorang karyawan mampu bertahan terhadap suatu permasalahan yang sedang ia alami dan memiliki dorongan untuk mencari jalan keluar meskipun perlahan – lahan namun tetap menunjukan suatu perilaku yang konsisten untuk dapat menyelesaikan permasalahan dan mencapai tujuan. 

 

Resilience adalah bagaimana seseorang dapat memberikan respon yang positif terhadap suatu kondisi yang menekan  (menghadapai suatu kesulitan yang memiliki kemungkinan resiko yang sulit) sehingga tetap dapat bertahan dan mampu untuk terus berusaha menjalankan tugas hingga tercapainya tujuan. Sederhananya, seseorang memiliki daya lenting yang kuat sehingga situasi yang buruk sekalipun dapat dihayati dan dijadikan batu loncatan untuk melompat lebih jauh. Bagi seorang karyawan, hal tersebut ditandai dengan adanya suatu kemampuan untuk menyesuaikan diri ketika menghadapai suatu situasi yang menekan dan penuh resiko sehingga mampu memberikan respon yang positif. Dengan resilience yang tinggi, maka karyawan mampu melihat permasalahan sebagai suatu tantangan bukan sebagai suatu ancaman termasuk memiliki kemampuan untuk bangkit lagi ketika sudah mengalami kegagalan atau ketidakpastian.

 

Optimism adalah suatu penilaian atau keyakinan objektif, positif dan realistis  bahwa seseorang pasti akan mengalami pengalaman yang positif dalam pekerjaannya dan menunjukkan hasil yang baik. Ketika dihadapkan pada tantangan atau permasalahan yang menghadang, seorang karyawan yang optimis selalu melihat kejadian itu sebagai kejadian yang bersifat sementara (temporer) dan bersifat spesifik (artinya tidak akan berlaku di situasi lainnya). Bila seorang karyawan memiliki sikap optimis,  maka ia akan melihat suatu kegagalan atau permasalahan dengan kacamata yang positif. Hal ini berarti karyawan tidak akan terus menerus meratapi kegagalan  dengan kesedihan yang berkepanjangan. Mereka tidak terjebak pada masa lalu dan akan terus melangkah ke depan dengan keyakinan positif.

 

Self - efficacy adalah suatu keyakinan akan kemampuan diri. Sebuah keyakinan bahwa ketika kita dihadapkan pada tugas dan tantangan, kita percaya pasti bisa menuntaskan tugas tersebut, seberat atau sekompleks apapun tugas dan pekerjaan itu. Keyakinan diri dalam individu akan menunjukan bahwa karyawan  dengan self – efficacy yang tinggi cenderung menyukai tantangan dan akan memasang target yang tinggi untuk dirinya sendiri  serta selektif  dalam penyelesaian tugas yang sulit. 

 

Keempat modal psikologis tersebut sudah terdapat dalam diri masing – masing individu. Namun, mungkin saja keempat modal tersebut belum tereksplorasi dengan optimal bagi setiap individu. Keempat dimensi tersebut tentu akan dapat optimal ketika baik individu mengasahnya. Organisasi juga dapat menjadi sebuah wadah untuk mengasah dan kekuatan modal psikologis individu tersebut tentunya dengan sistem pengembangan sumber daya manusia yang tepat.  Dengan demikian, setiap modal psikologis yang terinvestasi di organisasi yang memiliki fokus pada kesejahteraan sumber daya manusianya akan memberikan keuntungan baik psikis ataupun fisik bagi organisasi maupun individu.

 

Dengan mulai mengembangkan dan mengoptimalkan modal psikologis individu dalam sebuah perusahaan, maka sumber daya manusia  dilihat sebagai seorang pribadi  yang memiliki modal positif bagi perusahaan dalam menjalankan sistem kerja secara efektif guna  terapainya tujuan perusahaan. Modal psikologis menjadi investasi besar perusahaan yang perlu dikembangkan, dihargai, dioptimalkan serta distimulus potensi dalam diri sehingga memunculkan perilaku berorganisasi yang positif seperti, loyalitas dan komitmen kerja, perasaan senang, bangga menjadi bagian perusahaan hingga menunjukkan prestasi kerja yang unggul

 

 

Referensi:

 

Jones, P.J (2010). Happiness at work. Maximizing Your Psychological Capital ForSuccess. United Kingdom : Wiley-Blackwell

 

Seligman, M.E.P. (1998). Learned Optimism, New York: Pocket Books.

 

Luthans, F., Avey, J.B., Avolio, B.J., Norman, S.M. & Combs, G. M. (2006). Psychological capital development: Toward a micro-intervention. Journal of Organizational Behavior, 27, 387-393

 

Luthans, F., Youssef, C. M., &Avolio, B. J. 2007. Psychological Capital :Developing the Human Competitive Edge. Oxford University Press

 

Robbins, S.P., & Judge, T.A. (2008). Organizational Behavior 12nd . Pearson Education International