ISSN 2477-1686
Vol. 8 No. 2 Jan 2022
Kini Dan Di Sini Sebagai Upaya Membentengi Diri Dari FoMO
Oleh
Cindy dan Laurentius Sandi Witarso
Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya Jakarta
Masih ingatkah pada jaman dahulu ketika kita menggunakan gawai yang masih sangat sederhana, dimana pada saat itu gawai masih digunakan untuk bertukar pesan melalui pesan singkat atau telepon? Seiring dengan berjalannya waktu, kini teknologi berkembang pesat dan beralih menjadi penunjang kehidupan yang serba modern. Di zaman sekarang, teknologi informasi dan komunikasi semakin berkembang dan hal itu dapat mempermudah aspek kehidupan manusia, sehingga segala sesuatu dapat diselesaikan dengan cara yang praktis. Perkembangan teknologi yang sangat pesat ini menyebabkan akses informasi menjadi tak terbatas, dimana kita bisa dengan mudah mengetahui peristiwa yang terjadi di belahan dunia manapun. Media sosial menjadi penanda pesatnya perkembangan teknologi pada masa kini. Hadirnya media sosial memberikan kemudahan bagi manusia untuk berkomunikasi, bersosialisasi, serta mengekspresikan dirinya. Hal ini semakin mengikis jarak antar manusia dimana kita bisa tetap menjalin komunikasi, kapanpun dan dimanapun kita berada. Kita cukup menggunakan fitur di gawai kita untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Penggunaan media sosial semakin meningkat selama pandemi Covid-19 yang menyebar di seluruh penjuru dunia. Adanya pandemi COVID-19, mengharuskan masyarakat membatasi aktivitas di luar rumah guna memutus rantai penyebaran COVID-19. Otomatis, masyarakat harus menjaga jarak secara fisik dengan orang lain dan membatasi interaksi dengan orang lain secara langsung. Ada berbagai alasan orang menggunakan media sosial ketika pandemi, salah satunya untuk semakin mendekatkan diri dan mengetahui kabar terbaru dari orang-orang terdekat. Penggunaan media sosial seperti WhatsApp dan Instagram di Indonesia mengalami lonjakan hingga 40% selama pandemi virus COVID-19 (Burhan, 2020). Berdasarkan laporan yang dibuat oleh perusahaan media sosial asal Inggris, We Are Social, bekerja sama dengan Hootsuite, rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktu 3 jam 14 menit sehari dalam menggunakan media sosial (Stephanie, 2021). Padahal, dua jam dalam sehari adalah waktu ideal untuk menggunakan media sosial supaya tidak menimbulkan tekanan psikologis dan gangguan kesehatan (Limbong, 2018). Dari data tersebut dapat diketahui penggunaan media sosial yang berlebihan menunjukkan bahwa manusia ingin tetap terhubung untuk mengetahui apa saja yang dilakukan orang lain, dan hal ini bisa menimbulkan Fear of Missing Out atau yang biasa disebut FoMO.
Menurut Przybylski et al. (2013), Fear of Missing Out (FoMO) didefinisikan sebagai ketakutan individu bahwa orang lain memiliki pengalaman yang menyenangkan tanpa kehadiran dirinya. Salah satu karakteristik utama dari FoMO adalah ingin selalu terhubung dan memantau apa yang orang lain lakukan, didasari oleh rasa ketakutan akan kehilangan sesuatu dan media sosial merupakan salah satu wadah untuk melampiaskan perasaan tersebut. Mereka juga seringkali merasakan perasaan negatif takut akan ditinggalkan oleh orang-orang terdekatnya, sehingga terdapat peningkatan penggunaan media sosial akibat scrolling tanpa henti. Penyebab munculnya FoMO dapat dikaitkan dengan tidak terpenuhinya tiga kebutuhan psikologis dalam Self-determination Theory. Menurut Ryan & Deci (dalam Dou et al, 2021), manusia memiliki tiga kebutuhan dasar psikologis yang harus dipenuhi: competence (kebutuhan untuk menguasai suatu kemampuan); autonomy (kemampuan untuk melakukan sesuatu sesuai kehendaknya); dan relatedness (kemampuan untuk menjadi bagian dari suatu kelompok). Jika tiga kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka akan menyebabkan munculnya FoMO. Individu dengan FoMO merasa ia tidak menjadi bagian dari suatu kelompok. Hal ini dikarenakan ia merasa tidak bisa mencari informasi tentang apa saja yang dilakukan oleh kelompoknya, sehingga ia pun mencari cara untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya melalui media sosial walaupun hal itu bertentangan dengan kehendak pribadinya. FoMO dapat berdampak negatif pada suasana hati dan tingkat kepuasan hidup. Kecemasan individu dengan FoMO, dapat memengaruhi tingkat kepuasan hidup dalam aspek dengan lingkungan sekitar, hubungan positif dengan orang lain, dan self-acceptance (Beyens, et al., dalam Savitri, 2019). Orang yang memiliki FoMO tinggi, cenderung sering merasakan emosi-emosi negatif, iri hati, cemburu, lebih depresif, dan fisik yang bermasalah dibandingkan mereka yang memiliki FoMO rendah.Selain itu, FoMO juga dikaitkan dengan social anxiety, dimana individu dengan social anxiety yang takut akan penilaian orang lain, berusaha memaksimalkan komunikasi mereka lewat media sosial, dimana mereka lebih dapat mengontrol hal-hal yang membuat mereka cemas ketika bertemu orang lain dengan tatap muka (Lee-Won, Herzog, Park, 2015).
Jika FoMO ini dialami oleh seseorang secara terus menerus dan tidak dikelola dengan baik maka dapat berdampak pada kesehatan mental mereka. Salah satu cara untuk mengatasi FoMO adalah dengan menerapkan mindfulness. Mindfulness adalah kesadaran penuh dalam diri individu yang diperoleh karena individu fokus pada keadaan yang terjadi saat ini serta bersikap non-judgmental (Kabat-Zinn, dalam Moore, 2021). Individu dengan FoMO pada umumnya memiliki tingkat mindfulness yang rendah dimana ia terobsesi untuk mengetahui segala informasi yang ada. Akibatnya akan menimbulkan penggunaan media sosial yang berlebihan dan memunculkan perilaku multitasking (melakukan lebih dari satu kegiatan disaat yang bersamaan), contohnya bermain media sosial sambil berjalan atau asyik bermain gadget ketika berkumpul bersama teman. Inilah yang menghambat mereka untuk mencapai mindfulness, fokus dan menempatkan dirinya pada keadaan saat ini (Weaver & Swank, 2019). Mindfulness memiliki peranan penting dalam mengatasi FoMO. Berdasarkan studi terdahulu yang dilakukan oleh Brown & Ryan (dalam Baker, Krieger, & LeRoy, 2016), menyatakan bahwa mindfulness dapat meningkatkan seseorang untuk lebih bisa mengatur diri dan mencegah social anxiety yang dapat memicu penggunaan media sosial berlebihan. Penerapan mindfulness dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan mengurangi kemunculan pikiran-pikiran negatif otomatis (automatic negative thoughts), seperti merasa takut ditinggalkan orang lain, merasa tidak berharga, dan menyalahkan diri sendiri karena kurang update yang terjadi secara berlebihan akibat FoMO.
Kita dapat mengatasi FoMO dengan cara mengubah pola pikir menjadi JoMO (Joy of Missing Out). Menurut Fuller (2018), JoMO adalah kondisi dimana individu merasa hadir dan puas akan dimana ia berada sekarang, atau dengan kata lain berkaitan juga dengan prinsip mindfulness. Berikut merupakan cara-cara konkret dalam menghadapi FoMO menggunakan mindfulness:
- Kurangi fokus pada hal-hal yang berada diluar kendali kita. Cobalah untuk meningkatkan focus pada sesuatu hal yang bisa kita kendalikan.
- Bijaklah mengatur waktu dalam penggunaan media sosial dengan membatasi waktu dalam menggunakan media sosial untuk hal-hal yang tidak penting. Pergunakan waktu untuk melakukan hal-hal yang produktif dan bermanfaat.
- Bersyukurlah dengan apa yang kita miliki saat ini. Dengan begitu, kita tidak akan iri hati karena merasa kehidupan orang lain lebih menyenangkan dan membandingkan kehidupan kita dengan orang lain.
Referensi:
Baker, Z. G., Krieger, H., & LeRoy, A. S. (2016). Fear of missing out: Relationships with depression, mindfulness, and physical symptoms. Translational Issues in Psychological Science, 2(3), 275.
Burhan, Fahmi Ahmad. (2020, Maret 27). Penggunaan WhatsApp dan Instagram Melonjak 40% Selama Pandemi Corona. Kata Data. Diakses dari https://katadata.co.id/febrinaiskana/digital/5e9a41f84eb85/penggunaan-whatsapp-dan-instagram-melonjak-40-selama-pandemi-corona
Dou, F., Li, Q., Li, X., Li, Q., & Wang, M. (2021). Impact of perceived social support on fear of missing of out (FoMO): A moderated mediation model. Current Psychology, 1(10).
Fuller, K. (2018, Juli 26). JOMO: The Joy of Missing Out. Psychology Today.
Moore, Catherine. (2021, Maret 17). What Is Mindfulness? Definition + Benefits (Incl. Psychology). Positive Psychology. Diakses dari https://positivepsychology.com/what-is-mindfulness/
Lee-Won, R. J., Herzog, L., & Park, S. G. (2015). Hooked on Facebook: The Role of Social Anxiety and Need for Social Assurance in Problematic Use of Facebook. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 18(10), 567–574. doi:10.1089/cyber.2015.0002
Limbong, Sepriani Timurtini. (2018, Desember 07). Berapa Lama Waktu Ideal Menggunakan Media Sosial dalam Sehari?. Klik Dokter. Diakses dari https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3619374/berapa-lama-waktu-ideal-menggunakan-media-sosial-dalam-sehari#:~:text=Yang%20jelas%2C%20penggunaan%20lebih%20dari,batas%20aman%20menggunakan%20media%20sosial
Przybylski, A. K., Murayama, K., DeHaan, C. R., & Gladwell, V. (2013). Motivational, emotional, and behavioral correlates of fear of missing out. Computers in human behavior, 29(4), 1841-1848.
Savitri, J. A. (2019). Impact of Fear of Missing Out on Psychological Well-Being Among Emerging Adulthood Aged Social Media Users. Psychological Research and Intervention, 2(2), 65-72.
Stephanie, Conney. (2021, Oktober 14). Berapa Lama Orang Indonesia Akses Internet dan Medsos Setiap Hari?. Kompas. Diakses dari https://tekno.kompas.com/read/2021/02/23/11320087/berapa-lama-orang-indonesia-akses-internet-dan-medsos-setiap-hari?page=allhttps://tekno.kompas.com/read/2021/02/23/11320087/berapa-lama-orang-indonesia-akses-internet-dan-medsos-setiap-hari?page=all
Weaver, J. L., & Swank, J. M. (2019). Mindful Connections: A Mindfulness-Based Intervention for Adolescent Social Media Users. Journal of Child and Adolescent Counseling, 1(10). doi:10.1080/23727810.2019.1586419